Bab 24

150 51 5
                                    


Cika

Sampai waktu itu tiba, Tristan semakin kasar dengan Tisya dan menyakiti Tisya. Tristan semakin menggila denganku, dia semakin mudah untuk kukendalikan.

Saat kelas Tristan sedang pelajaran jam olahraga, dia sedang menelungkupkan wajahnya di sela-sela tangannya. Kelas lengang, hanya ada dia duduk seorang diri. Aku menarik napas dalam-dalam dan mulai masuk menghampiri Tristan. Awalnya ragu, tapi tak apalah demi keinginanku. Aku duduk tepat di sampingnya, kusentuh bahunya lembut.

Wajahnya terangkat, matanya mengerjap berkali-kali menetralkan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Dia menoleh kepadaku, senyum lebar khas milik Tristan kini bertengger di wajahnya. Aku ingin lihat saat di jatuh ke dalam pelukkanku dan aku kembali meninggalkannya, apa senyuman itu masih dapat bertengger di wajahnya?

Pandanganku tertuju pada daun pintu kelas Tristan yang bergoyang-goyang. Mungkin angin batinku, tapi saat aku melihat lantainya seperti ada bayangan seseorang. Aku teliti daun pintu itu dan ternyata memang ada orang. Tisya! Pacar Tristan sedang memperhatikan kami. Astaga ini keberuntunganku. Drama kehancuran di mulai!

"Kamu kangen nggak sama aku saat aku menghilang tanpa kabar tiga tahun yang lalu?" Aku bertanya. Berpura-pura sedih.

"Siapa yang nggak kangen di tinggal selama tiga tahun dan tanpa kabar?" Bukannya menjawab, Tristan justru bertanya balik padaku.

Aku bilang maaf. Tristan berdecak sebal kalau mendengar kata maaf dari orang yang dia sayangi apalagi merasa bersedih. "Sudahlah, tiga tahun sudah berlalu. Jangan meminta maaf atau merasa bersalah seperti itu, aku tidak suka mendengarnya. Kau tau itu."

Mata Tristan nampak sayup sejak aku menghampirinya. Ah biarkan saja, apa peduliku. "Tapi sekarang sudah berbeda Tristan, semua sudah nggak kayak dulu lagi." Tristan menangkup wajahku. "Bilang sama aku apanya yang berubah?"

"Kau dan kehidupanmu, sudah ada yang berhasil menggantikan tempatku" sebenarnya aku jijik melakukan drama seperti ini. "Katakan padaku apa ada yang bisa menggantikanmu di hatiku? Bahkan Tisya pun tidak bisa, dia hanya pelarianku saja." Tristan menggeleng.

"Dia mencintaimu begitu pun juga denganmu" aku membuang wajah tak ingin menatapnya. Tapi dia kembali menangkup wajahku agar saling bertatapan. "Dia hanya orang bodoh, biarkan saja dia mencintaiku. Yang penting aku tidak mencintainya."

"Apa kau yakin kalau kau tidak mencintainya?" Tristan mengangguk mantap. "Lalu siapa perempuan beruntung yang kau cintai itu?" Aku bertanya lagi. "Tanpa kau bertanya, tentu kau sudah tau siapa orangnya" Tristan langsung memelukku erat. "Aku mencintaimu" ucap kami bersamaan di sela-sela pelukkan. Aku tersenyum puas mendengar kata-kata itu. Lagi-lagi keberuntungan berpihak padaku. Aku yakin Tisya mendengar dan pasti hatinya sangat hancur sekali. Pasti dia sedang menangis, Tisya yang malang. Maaf ya demi uang.

"Aku mencintaimu, Tisya. Aku memang mencintai Cika tapi itu dulu, sekarang di hati ini dan masa depan aku cuma kamu. Kumohon maafkan sikapku yang labil. Jangan pernah tinggalkan aku" Tristan berkata lirih. Aku terkejut dengan ucapannya. Aku langsung melepas pelukannya dan menatap daun pintu. Fyu syukurlah bayangan Tisya sudah tidak terlihat berarti dia tidak mendengar perkataan Tristan barusan.

Tristan menggenggam tanganku. "Aku...aku berkata jujur, Tisya. Dulu aku memang menjadikanmu sebagai pelarian agar bisa melupakan Cika. Tapi seiring berjalannya hubungan kita, aku menyadari kalau aku mencintaimu. Percayalah nama Cika sudah tidak ada di hatiku lagi." Aku diam membeku mendengar perkataan Tristan. Perlahan genggaman tangannya meregang. Dia kembali menelungkupkan kepalanya di atas meja dan memejamkan matanya. Astaga pantas saja matanya sayup, ternyata dia mengigau. Dia menganggap kalau aku adalah Tisya. Percaya atau tidak orang mengigau dan mabuk pasti selalu mengutarakan isi hati yang sebenarnya. Aku kesal. Aku melangkah keluar kelasnya kembali merutuki diriku sendiri. Ternyata dia sudah melupakanku sepenuhnya. Menyebalkan. Tidak masalah bagiku, yang penting sekarang Tisya hanya tau kalau Tristan mencintaiku seorang.

***

Aku memutuskan untuk mengunjungi apartemen Tristan. Sudah lama aku tidak mengunjungi apartemennya lagi sejak saat kepergianku. Kuketuk pintunya tapi tak ada respon apa pun. Mungkin dia sedang tidur. Aku memutuskan untuk masuk ke dalam. Tapi aku tidak tau passwordnya.

"Password apartemenku akan selalu tanggal jadian kita, kalau bukan tanggal jadian kita berarti tanggal ulang tahunku" perkataan Tristan terngiang-ngiang di telingaku. Tuhan sepertinya selalu tau apa yang kuinginkan.

Tristan memang pernah bilang password apartemennya tidak pernah jauh dari tanggal jadian kami atau tanggal ulang tahunnya. Alasannya agar mudah untuk di ingat. Kucoba tanggal jadian kami, salah. Ternyata semua sudah berubah setelah kepergianku. Kumasukkan tanggal ulang tahunnya, pintu cokelat tua itu terbuka.

Aku melangkah masuk ke dalam apartemen, terakhir kali aku mengunjunginya saat masa SMP. Tiga tahun sudah berlalu, ruangan apartemen ini sudah berubah total. Mulai dari design dan letak barang-barangnya.

"Tristan! Hello! Ini aku Cika!" Aku setengah berteriak memanggil namanya. Berkali-kali aku memanggil namanya tapi dia tidak kunjung keluar. Mungkin dia tidur di kamar. Aku memberanikan diri melangkah masuk ke kamar Tristan.

Tapi cuma satu yang tak berubah pada apartemen ini, kamar Tristan. Letak kasurnya, warna dan designnya, bahkan letak barang-barangnya pun masih sama persis seperti dulu. Hanya saja sekarang fotoku sudah digantikan dengan foto Tisya. Tristan tidak ada di apartemen ternyata, aku segera melangkah keluar dari apartemen.

Tapi langkah kakiku terhenti, aku mendekati kasur milik Tristan. Ada sebuah amplop cokelat, kubuka amplop itu. Ternyata isi uang! Dan jumlahnya tidak sedikit, ratusan juta sampai! Lagi-lagi keberuntungan berpihak padaku. Aku memang membutuhkan uang untuk pergi meninggalkan negara ini dan Tristan tentunya. Kuambil amplop cokelat itu dan segera keluar dari apartemen.

"Tristan..Tristan. Password apartemen kok mudah di tebak. Meletakkan uang yang jumlahnya ratusan juta kok juga sembarangan. Dasar bodoh! Tapi terima kasih karena kebodohanmu itu aku nggak perlu berlama-lama melakukan drama" aku bermonolog sendiri. Kukecup lama amplop itu.

Sepertinya dia tau kalau aku membutuhkan uang atau memang dia bodoh karena meletakkan uang sembarangan. Ah aku tak peduli. Terima kasih untuk Tristan dan maaf karena aku terpaksa menghancurkan hubunganmu dengan Tisya hanya untuk mendapatkan uang ini. Good bye again Tristan!

****

Contract Couple ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang