Bab 34 : Rantai Berkarat (1/3)

123 12 0
                                    

"Heungg," Kenanga mengerang kecil sambil merenggangkan otot-otot lengannya yang terasa pegal.

Matanya terasa berat sekali untuk terbuka. Begitu juga kepalanya seperti dihantam batu yang besar.

Gadis itu berusaha mengerjap-ngerjapkan matanya. Sepertinya, ini bukan kamarnya. Seluruh ruangan bernuasa putih gading. Sementara, kamar Kenanga lebih didominasi kuning dan cokelat polkadot.

"Ini bukan kamar gue," gumam Kenanga lagi, masih setengah sadar.

Begitu ia berbalik hendak meringkuk di dalam kasur, ia merasa tubuhnya lebih dingin dari biasanya. Kemudian ketika ia melihat seseorang yang terbaring disampingnya, gadis itu baru sadar sepenuhnya.

"AAAKKHHHHH!" Kenanga menjerit keras-keras menyadarkan orang yang tertidur pulas disampingnya.

Gadis itu menarik selimut kemudian mendapati tubuhnya hanya terbalut pakaian dalam saja.

Air mata Kenanga meluncur deras. "En-enggak ini... ini..." Gadis itu kembali menangis tak karu-karuan.

"Loh? Kenanga?" Suara serak itu seolah-olah tak memiliki dosa.

"Adrian?! Lo...? Bangsat lo! Bajingan! Gue benci sama lo! Gue benci!" Kenanga mengumpat sambil melempar bantal dan guling kearah Adrian dengan keras.

Adrian menangkis bantal-bantal tersebut sambil meringis. "Na, tunggu, Na! Lo salah paham! Sumpah, gue juga gak tahu kita ada disini!"

"Bohong lo! Mati aja lo! Matiiii!" Kenanga semakin menjadi-jadi. Kini trauma dan luka dalam kembali terbuka. Luka batinnya kembali menganga.

"Na! Please, dengerin gue! Gue gak ngapa-ngapin lo, Na! Sumpah, kemarin lo mabok di club malem! Gue cuma mau nganterin lo dan tiba-tiba ada yang mukul gue dari belakang," jelas Adrian kembali. "Sumpah, gue berani sumpah mati di depan lo gue gak melakukan apa pun. Gue berani sumpah, Na."

Kenanga menangis sejadi-jadinya. Ia ingat kemarin Natasya meneleponnya untuk datang ke sebuah alamat yang tak pernah ia kunjungi sebelumnya. Dan ternyata ketika di cek, sebuah diskotik. Kenanga seumur hidupnya belum pernah ke diskotik. Namun, ketika Tasya memintanya untuk datang dengan alasan Iana, salah satu teman kelasnya sedang mabuk-mabukan di dalam diskotik.

Ia tak tahu jika ia sedang dibohongi teman-temannya sendiri. Kenanga ingat, ketika ia diberi minuman berwarna biru terang yang membuatnya akhirnya mabuk dan tak sadarkan diri seperti sekarang. Namun, ia juga tak mengerti, mengapa Adrian bisa ada disini.

"Terus kenapa gue gak pake baju sama sekali?"

Mata Adrian membulat. "Sumpah, gue gak berani buka-buka baju orang lain, Na. Apalagi cewek. Bukan gue. Sumpah demi Tuhan!"

Melihat kesungguhan Adrian, Kenanga jadi sedikit lebih percaya. Lagian, Adrian cuma cinta dan sayang pada Valerie. Mustahil rasanya bila lelaki ini melakukan sesuatu hal buruk kepadanya. "Lo beneran, 'kan?"

"Gue bakalan keluar, nunggu lo selesai mandi dan ganti baju. Setelah itu, gue bakalan cerita semuanya ke elo, Na. Kronologi cerita sebenernya kayak apa."

Valerie hanya duduk pada pinggiran taman rumah sambil memetik kelopak bunga mawar, salah satu bunga kesukaannya.

Gadis itu menghela napas kecil kemudian merutuki nasib. "Kenapa kisah cinta gue kayak gini banget, sih?"

"Hei, Val," satu suara menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

Valerie melirik sekilas kemudian menatap Erick yang tersenyum manis ke arahnya. Valerie memalingkan wajah. Apa ini semua ada hubungannya sama Erick?

"Mau apa lo kesini?"

Erick menarik kursi taman rumah Valerie dengan ekspresi bingung. "Gue salah apa? Emang gak boleh gue main ke rumah lo?"

Valerie menarik napas sekali lagi. "Gue lagi gak mood buat ngomong apa pun, Rick."

"Gak ada yang minta lo ngomong juga. Asal gue liat lo gini aja, gue udah seneng. Pake banget. Hehe," Erick menangkupkan kedua tangannya di pipi. Memandangi wajag Valerie yang kian hari menjadi sangat cantik.

"Lo tambah cantik deh, Val. Sumpah. Lo banyak banget berubah," puji Erick jujur.

Valerie hanya diam dan tidak menanggapi perkataan Erick. Gadis itu duduk menyamping sembari memakai kaca hitam miliknya. Menutupi matanya yang sembab dan membengkak. Dia pura-pura saja terlihat elegan, padahal dalam hati tengah hancur dan sakit.


"Gimana kalau kita jalan-jalan hari ini?"

"Lo bego ya, Rick? Gue bilang, gue lagi gak mood ngapa-ngapin." Valerie makin cemberut.

"Gue ngerti masalah lo sekarang, Val. Gue ngerti. Gue pernah mengalami hal serupa kayak lo. Tapi, emangnya lo mau berlarut-larut dalam kesedihan terus-menerus kayak sekarang? Lo mau? Sekarang, gue ada tempat dimana lo bisa melepas rasa penat lo. Kita jalan-jalan aja. Lagian besok libur," bujuk Erick kekeuh.

Akhirnya, Valerie mengalah. Hatinya memang masih gusar. Karena selama ini Adrian dan Kenanga tidak menelepon atau mengklarifikasi hubungan mereka sekarang. Lagian, Valerie tidak akan percaya. Ini semua pasti bohonh. Adrian tidak mungkin melakukan hal itu padanya.

"Emang kita mau kemana, Rick?"

"Kemana aja yang bikin kamu seneng."

"Gue ditelepon Deren dan temen-temennya kemarin," ucap Adrian sambil fokus menyetir mobil.

Kenanga yang sudah berpakaian lengkap dan lebih tenang sedikit akhirnya kembali normal. Tidak acak-acakan dan brutal seperti tadi.

"Mereka nelepon gue katanya, lo lagi diapa-apain sama Gerry dan yang lain. Lo tau Gerry dkk, 'kan? Sobat-sobat ma

Beautiful InsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang