Bab 10 : Adrian Sakit

238 36 7
                                    


Valerie membalikkan tubuhnya lantas wajah gadis itu langsung memucat mendapati sang ayah tengah berdiri diambang pintu sembari menatap lurus-lurus kearahnya, "Jadi, yang tadi itu siapa?"

Valerie menelan ludahnya dengan susah payah, "Temen doang, Pa."

"Yakin kalau bukan pacar?"

Valerie bergidik ngeri, cepat-cepat menggelengkan kepalanya, "Bukan, Pa."

"Kasih tau Papa kenapa dia bisa anterin kamu selarut ini," ucap sang Papa kemudian membantu Valerie melepas jas hujan milik Adrian.

Mampus gue, batin Valerie kacau.

Valerie menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Tadi hujan, terus karena gak ada angkot, temen aku tadi ngasih tumpangan ke aku."

"Sampai jam setengah tujuh begini baru pulang?"

"I-iya, Pa," jawab Valerie takut.

Papa Valerie menghela napas kemudian meletakkan kedua tangannya diatas bahu anaknya, "Sayang, kamu tahu kalau Papa khawatir setengah mati kalau kamu pulang sampai selarut ini. Kamu masih anak SMA, loh. Belum tau banyak kejahatan-kejahatan di luar sana."

Valerie mengangguk, "Iya, Valerie minta maaf, Pa."

"Besok Papa ke sekolah kamu," ucapnya kemudian meninggalkan Valerie yang melotot kaget.

"Ngapain, Pa?"

"Papa harus protes! Mana ada sekolah yang melangsungkan belajar-mengajar lewat jam 6? Gila apa?"

Valerie menahan tangan ayahnya dengan cemas, "Ja-jangan, Pa!"

"Kenapa, sih, Val? Kamu mau pulangnya diatas jam enam terus? Iya? Mau bikin Papa Mama khawatir sama kamu terus?"

Valerie menghela napas. Susahnya jadi anak tunggal ya begini. Over protectif-nya keterlaluan.

"Iya, iya Valerie ngaku, Pa." Akhirnya Valerie menyerah.

Sang Papa mengangkat alis heran, "Ngaku apa?"

"Tadi, aku sama temenku jalan-jalan. Makan sama ke toko buku. Gara-gara keasyikan, jadinya gak sadar kalau diluar hujan terus udah lewat jam 6," aku Valerie sambil menggigit bibir.

Sang papa terdiam. Lebih kearah syok, "Berdua doang?"

Valerie menggigit bibir bawahnya. Takut.

"Valerie, jawab!" bentak sang Papa keras.

Valerie mengangguk, "Iya, Pa."

"Kamu pacaran sama dia?"

"Enggak, Pa. Cuma temen," elak Valerie. Dia belum siap cerita semua pada orang tuanya kalau reaksinya seperti ini.

Ini adalah salah satu alasan Valerie selalu menutup diri karena ini. Orang tuanya selalu mengambil keputusan tanpa memikirkan dampak ke depan seperti apa. Valerie tidak pernah bercerita siapa saja yang melukai hatinya, mengejeknya, membully-nya di sekolah karena dia tahu dengan pasti bahwa orang tuanya tidak pernah menerima itu semua.

Memang. Memang tidak akan ada orang tua mana pun yang terima anaknya dihina oleh orang lain. Tapi, kalau sampai kasusnya menyangkut hukum dan keadilan, Valerie tidak akan pernah setuju.

Beautiful InsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang