Bab 16 : Tentang Rasa

219 33 4
                                    

Valerie menundukkan kepalanya di atas meja kemudian menghela napas berat. Bibirnya mengerucut seperti anak bebek yang tidak diberi makan.

Kenanga yang meminum teh manis disampingnya hanya bisa menggeleng berkali-kali melihat tingkah konyol Valerie yang aneh.

"Na," panggil Valerie lirih.

"Ape?" tanya Kenanga malas sambil memainkan ponselnya. Tampaknya, ia sedang membalas chat dari gebetan, terlihat dari ketikan tangan yang super cepat dan ekspresi wajah yang berubah-ubah.

"Lo udah denger belum tentang si murid baru?" tanya Valerie sambil menadah pelipisnya dengan kepalan tangannya.

Kenanga menoleh lalu mengangguk. "Udah. Lo udah lihat? Doi cakep parah!"

Valerie melotot lalu cepat-cepat menggeser tubuhnya mendekat ke arah Kenanga. Tidak ingin yang lain mendengar gosip laknat mereka. "Demi apa lo udah tau?"

Kenanga tertawa meremehkan. "Ya iya lah. Nih, ya. Gue kasih informasinya sama lo. Selengkap-lengkapnya."

Valerie buru-buru menutup mulut Kenanga dengan telapak tangannya, "Jangan disini!"

Kenanga menepuk-nepuk tangan Valerie agak kuat. Tidak tahan mencium telapak tangan sahabatnya itu. "Lo abis makan apa, sih, Val?"

"Hehe, terasi Mama," aku Valerie sambil nyengir.

"Astaga naga, biawak, kadal, komodo. Tangan lo tuh cium! Baunya udah kayak antara Surga dan Neraka tau gak lo," omel Kenanga sambil menggosok-gosok hidungnya.

Valerie dengan joroknya malah mencium kembali tangannya, "Ih, enggak! Harum tau!"

"Jorok banget idiw!" Kenanga bangkit berdiri dari kursi kantin lantas segera pergi.

"Tadi, 'kan lo yang nyuruh, Na. Tunggin woi!" teriak Valerie kemudian menyusul Kenanga.

Iya, sih. Valerie itu kalau dilihat-lihat udah semakin langsing, tirus, mukanya juga udah mulai bersih. Tapi, sifat joroknya itu sama sekali tidak berubah. Ewh.

🍒

"Hei, bangun," Allan menepuk-nepuk pipi Shanin pelan yang ketiduran di atas meja perpus.

Gadis itu mengerang tertahan lalu mengangkat wajah. "Hm? Kenapa?"

Allan berdecak sambil mengulum senyum. "Jadi, enakan diajar Riri nih daripada aku?"

Shanin melihat sekeliling lantas menemukan sosok Adrian yang bersandar pada rak buku dengan ekspresi wajah datar.

"Aku ketiduran, maaf," jawab Shanin polos.

"Dimaafin, tapi kamu jangan kayak gini lagi," ujar Allan sambil mengacak-acak rambut Shanin gemas.

Adrian yang melihat itu berdecak sebal lantas mulai berujar, "Gua duluan."

"Ri, mau kemana?" tanya Shanin menatap punggung tegap Adrian yang hendak menjauh.

Ke mana aja lah, Nin. Yang penting hati gue gak sakit liat kalian berdua, batin Adrian dalam hati.

"Kantin," ucap Adrian dingin kemudian berlalu tanpa menoleh ke arah mereka berdua.

Allan mengelus rambut Shanin yang halus, "Udah, biarin. Dia emang begitu kok."

Shanin menatap Allan sedih. "Iya."

🍒

Adrian bersama teman-temannya kembali 'nongkrong' seperti biasa di belakang kantin sekolah lama yang sudah tidak terpakai. Rata-rata dari mereka adalah kakak kelas dan teman sebaya dari kalangan IPS. Ingat, 'kan alasan Adrian tidak mau berteman dengan teman sekelasnya? Gak asyik aja.

Beautiful InsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang