Terlambat ke Ulang Tahun Jin

2.2K 223 21
                                    


Happy reading, vote, coment, and bla bla bla....

.
.
.
.

Vanilla Dini/Kim Hye Jung

Hari ini aku merasakan perutku sakit sekali, biasa kalau datang bulan hari pertama seperti ini, sakitnya tak karuan. Untunglah Bang Tae sudah berangkat tadi pagi-pagi sekali, dia bilang ada undangan talk show di salah satu stasiun televisi.

Biasanya aku selalu menonton acaranya, yah mungkin setelah aku kehilangan penglihatanku, aku hanya bisa mendengar suara TV saja. Itu sudah lebih dari cukup bagiku, aku pun cukup bahagia dengan hanya mendengar suara TV.

Tapi hari ini aku memilih untuk berbaring di kamar, perutku sungguh sakit, pinggangku seakan remuk. Aku tak kuat berdiri. Untunglah aku masih bisa menaiki tangga tadi. Mungkin untuk hari ini aku ingin beristirahat saja, aku sudah menyerahkan pekerjaan rumah pada Gao Mi dan Hee Jun tadi.

Tuling tuling tuling!

Bunyi ponselku terdengar, tapi aku sulit sekali bangun untuk mengambil ponsel yang ku letakan di atas meja rias. Ku mendengarkan dari arah datangnya suara, pasti di situ. Aku mencoba sekuat tenaga untuk bangun dan berjalan dengan tongkatku.

Semakin aku banyak bergerak, semakin rasa sakit itu menjalar ke seluruh tubuh. Astaghfirulloh! Bismillahirohmanirrohim, aku harus kuat. Perlahan namun pasti, ponselku sudah tak bersuara, tapi berbunyi lagi. Apakah itu Bang Tae? Ada apa dia menelpon?

Ku raih ponselku dengan perlahan. Aha... Dapat, ku ikuti naluriku untuk menggeser tombol hijau agar menggeser ke atas.

Sret!

Berhasil, ku letakan ponsel itu di telingaku. Rasa sakit di perutku masih terasa nyeri, tapi aku akan berusaha menahannya.

"Assalamu'allaikum my love!" suara mesra itu mengalun indah di telingaku.

Ku tahan nyeri di perutku, dan berusaha mengkondisikan suaraku agar tetap stabil.

"Wa'allaikumsalam Bang Tae-ah!" jawabku dengan susah payah.

"Kau baik-baik saja?" tanyanya dari sebrang.

Apakah dia mengetahuinya? Dari suaraku? Apa yang harus ku katakan? Haruskah aku jujur? Tapi aku juga harus menjaga perasaannya. Bagaimana aku menjawabnya? Perutku sakit sekali, dan membuat kakiku bergetar hebat. Ku raba lantai dengan tongkatku menuju ke ranjang, sementara telpon masih terhubung.

"Hye Jung-ah. Kau tak apa kan? Jangan buat aku khawatir!" terdengar nada panik itu.

Bagaimana tega aku mengatakan yang sejujurnya? Dia pasti akan kepikiran dan akan mengganggunya. Tapi bagaimanapun satu kebohongan akan menimbulkan kebohongan berikutnya dan itu sama saja aku melukainya lebih dalam. Aku harus jujur, bagaimana pun jujur lebih baik walau menyakitkan.

"Em, aku hanya---hanya agak sakit perut Bang Tae-ah. Nanti aku akan meminta Gao Mi membelikan obat, sudah yah Bang Tae-ah. Kau tak usah khawatir, aku tak apa. Assalamu'allaikum!" tak biasanya aku seperti ini.

"Tunggu! Aku akan pulang, aku tak ingin kau kenapa-napa!" titahnya tak ingin di bantah.

Aku hanya menghela nafas ketika sambungan langsung dimatikan. Bahkan ia mematikan sambungan tanpa menjawab salamku. Aku kembali dilanda rasa sakit, bahkan tanpa sadar air mataku mengalir deras. Aku tak tahan.

Astaghfirulloh!

Maafkan kesalahanku Ya Allah. Aku meringkuk di atas ranjang dengan keadaan mengenaskan. Rambutku acak-acakan, dan seprei di kasur sudah berantakan pula.

Bang Tae (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang