Aku Bertemu Seorang Teman

397 69 23
                                    


Siang itu, tidak ada aktivitas fisik yang benar-benar aku lakukan. Hanya duduk tenang sembari mendengarkan sintesis yang Pak Kim bacakan. Tapi aneh, rasanya sungguh melelahkan, pangkal hidungku pegal, dan tengkukku berat.

Tidak ada yang bisa aku gunakan untuk keluar dari situasi ini, termasuk ponsel Pak Kim yang aku hitung sudah 14 kali bergetar, dan dia tidak pernah memeriksanya.

Aku tidak sengaja mendesah frustasi, sungguh, tapi Pak Kim yang berdiri di sampingku mendadak menghentikan bacaannya. Dia berdehem pendek, dan bertanya sopan kemudian.

“Apa kita perlu istirahat Yang Mulia? “

“Sebentar?”

“Tentu saja Yang Mulia. Kalau begitu saya undur diri, saya akan kembali setelah 30 menit. Jika anda membutuhkan sesuatu ada pengawal Shin di luar.”

Sebut saja memanfaatkan kesempatan, tapi memang itu yang sedang aku lakukan. Meregangkan tubuh, sekedar berjalan mengelilingi ruangan bergaya lama itu.

Sungguh bosan sekali rasanya. Hanya ada meja, tumpukan buku filosofi tua, rak-rak buku penuh dengan arsip negara, jam kayu klasik di sudut ruangan yang suaranya berdenting keras, mengganggu sekali.

Mengingat kembali apa yang Pak Kim katakan, bahwa ada seorang pengawal di luar sana, aku mulai bersemangat. Aku tidak bisa memanggilnya tanpa alasan yang jelas, karena itu, aku melempar sebelah sepatuku ke arah pintu.

Entah apa yang aku pikirkan saat itu, aroma kamper dari buku filosofi tua benar-benar membuat kepalaku sakit. Aku membutuhkan seseorang untuk aku ajak bercakap dengan wajar, dan dengan bahan obrolan normal yang ringan.

Siapa yang tahu, mungkin aku bisa mendapatkannya dari seseorang yang Pak Kim panggil dengan pengawal Shin.

“Yang Mulia, anda tidak apa-apa?”

Dia berteriak dari luar.

Aku sengaja tidak menjawab. Aku kira dia akan segera masuk dengan wajah cemasnya, aku salah.

Aku lempar lagi sebelah sepatuku, kali ini lebih bertenaga, dan suara yang ditimbulkan makin gaduh.

“Yang Mulia? Maaf, tapi saya akan masuk.”

Aku berhasil, dia masuk dengan perlahan.

Dia besar, benar-benar besar, mungkin dua kali lipat besar tubuhku. Berjalan mendekat, menunduk tidak berani mengangkat wajahnya.

“Apa Yang Mulia baik-baik saja?”

“Ehm, aku hanya kehilangan sepatuku.”

“Ah silahkan Yang Mulia,” ujarnya perlahan, sambil berlutut dengan satu kakinya, tangan kanannya meletakan sepasang sepatu Phyton Loafer di depanku duduk.

Pengawal Shin, aku menyukai wangi Acqua di Gio yang menguar segar dari tubuhnya.

"Jadilah temanku!"

Bersambung.

Mohon kritik dan sarannya. 😊
Terima kasih. 😊
Habi 🐘

The King of Two Stars (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang