Chapter 6

7K 748 36
                                    

Jungkook melamun di ayunan yang sedang dinaikinya. Kelima hyung yang lain sedang merundingkan sesuatu dan ia terlalu malas untuk bergabung.

Pikirannya masih melayang pada kejadian tadi malam. Di mana Eunhyuk menceritakan kehidupan Jimin, dan para hyung sekarang sedang membicarakan itu, mereka mencari cara agar bisa membantu Jimin. Kata-kata Eunhyuk kembali terngiang di telinganya.

Flashback

"Aku mengenal Jimin ketika umurnya 8 tahun. Awalnya aku berniat untuk bertemu dengan seseorang di danau dekat dengan restoran ini, namun karena temanku mendadak membatalkan pertemuan itu aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar danau itu, dan ketika aku mendekati sebuah pohon yang rindang aku melihat Jimin yang memandang ke arah danau dengan tatapan kosong. Aku menghampirinya, dan duduk di sampingnya. Ketika ia menoleh, aku terkejut memandang eskpresi wajahnya. Kosong, datar dan tidak ada semangat hidup. Apakah pantas seorang anak berumur 8 tahun memikiki ekspresi seperti itu?"

Jin dan Jungkook refleks menggeleng, sedangkan yang lain masih fokus mendengarkan.

"Saat kutanya ada apa dengannya ia hanya menjawab baik-baik saja. Namun ketika aku mencoba memeluknya, ia balas memelukku dengan sangat erat. Seakan mencoba membagikan bebannya padaku. Dan setelah hari itu, aku sering menemui Jimin disana, dan perlahan-lahan Jimin menceritakan padaku apa yang ia alami. Kedua orang tuanya sering memukulinya sejak ia kecil. Berkata bahwa seharusnya Jimin tidak ada diantara mereka dan menyusahkan mereka, jika Jimin melakukan sedikit saja kesalahan maka siksaan yang akan ia terima. Bahkan di umurnya yang masih belia, ia dipaksa untuk bekerja apapun yang dia mampu agar menghasilkan uang. Namun walau Jimin menuruti semua perintah orang tuanya, ia tetap tidak bisa menghindar ketika menjadi pelampiasan amarah kedua orang tuanya."

Taehyung dan Namjoon mengepalkan tangan mereka erat, emosi membludak ketika mendengar penjelasan Eunhyuk.

"Jika aku bertanya mengapa Jimin tidak kabur saja dari rumahnya atau ia bisa ikut tinggal bersamaku jika ia mau, Jimin selalu menolaknya. Tapi tidak pernah memberikanku alasan yang pasti mengapa ia tidak ingin meninggalkan rumah yang bagaikan neraka itu. Satu hal yang aku kagumi dari Jimin, ia tidak pernah menangis sekali pun. Bahkan ketika aku menyuruhnya untuk menangis ia selalu menolak. Jimin menahan semua sakitnya."

"Hiks.." Jungkook mulai terisak.

"Jimin anak yang pintar. Ia masuk ke Sekolah Dasar dengan beasiswa full karena kepintarannya. Namun Jimin selalu gagal untuk mendapatkan teman. Karena di kota ini bukankah materi dipandang hal yang paling penting? Jimin bilang bahwa teman-teman sekelasnya tidak ada yang ingin berteman dengannya karena ia miskin. Namun Jimin tidak mempermasalahkannya, ia bilang bahwa tujuan dirinya sekolah adalah untuk belajar bukan mencari teman. Namun aku tahu, Jimin sebenarnya kesepian. Ketika kami bersepakat untuk merayakan ulang tahun Jimin bersama, Jimin terlihat bahagia. Ia bilang bahwa itu pertama kalinya ia akan merayakan hari kelahirannya."

Eunhyuk mengulas senyum mengingat wajah cerah Jimin saat itu.

"Namun rencana kami gagal total karena saat aku menemuinya di danau Jimin benar-benar dalam keadaan yang tidak baik. Ia masih memakai seragamnya yang penuh dengan noda telur dan tepung, wajahnya pun terlihat sedikit memar. Saat kutanya apa yang terjadi, ia bercerita bahwa temannya tidak sengaja mengetahui ia sedang berulang tahun dan mereka semua mengerjainya, membully Jimin hingga Jimin memutuskan untuk kabur dari sekolah saat itu."

"Sialan." Taehyung benar-benar tersulut emosi. Walau itu sudah bertahun-tahun lamanya tapi ia merasa sakit mendengar Jimin diperlakukan seperti itu.

"Aku memeluknya, membersihkan tubuhnya dan memberinya pakaian yang layak. Jimin mendadak jadi pendiam, dan aku mengerti. Jimin berkata bahwa ia bersumpah seumur hidupnya tidak akan pernah mencari teman satu pun. Aku mengerti dan mencoba untuk tetap memberinya semangat. Namun aku melakukan suatu kesalahan. Aku mengantar Jimin ke rumahnya dan ketika kedua orang tuanya melihatku, mereka menarik Jimin dengan begitu kejam. Kedua orang tuanya tidak suka melihat Jimin bersama orang lain, mereka menuduhku ingin merebut Jimin. Saat aku melihat mereka, aku percaya satu hal. Mereka itu sepertinya gila. Aku mencoba menarik Jimin kembali dan membawanya bersamaku, namun dengan senyumnya Jimin mengatakan ia baik-baik saja dan memintaku untuk pergi."

You Never Walk Alone√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang