Chapter 12

5.9K 637 91
                                    

Jimin dalam masalah.

Beberapa hari setelah peringatan kematian ibu Namjoon. Pemuda mungil itu sedang senang, karena setiap malam selalu bertukar pesan dengan sahabat-sahabat barunya melalui akun media sosial, sehingga ia tidak lagi kesepian saat malam tiba.

Bahkan ketika kedua orang tuanya sedang bertengkar, Jimin menelepon salah satu dari mereka untuk melepas penat. Walau tidak memberitahu situasi di rumah, setidaknya ia ada teman berbicara.

Tanpa terasa, Jimin sudah mulai bergantung pada keenam sahabatnya tersebut. 

Namun malam ini, ia menatap miris ponsel yang sudah tak berbentuk itu. Ya, ponsel Jimin rusak. Karena sang ayah tidak sengaja mendengar percakapan Jimin dengan Yoongi di telepon tadi.

Ponsel yang dulu susah payah ia beli dengan menabung, dilempar kemudian diinjak berkali-kali hingga Jimin yakin, ponsel itu sudah benar-benar tidak bisa diperbaiki.

Ia mendengus kesal, ketika mencium bau alkohol dari sosok di hadapannya yang kini sedang mengoceh tentang 'tidak boleh berisik ketika malam hari.'

Jimin mengumpat dalam hati, sedih bercampur kesal menyatu. Saat ini tabungannya memang sudah lenyap karena ketahuan oleh sang ibu. Uang yang selalu ia selipkan sedikit-sedikit untuk membeli barang yang diinginkan.

"Sudahlah. Biarkan saja, Jimin. Suatu saat kau pasti bisa membelinya lagi." gumam Jimin miris, kemudian menyimpan ponsel rusaknya itu pada sebuah kotak.

Masih untung dirinya tidak dipukuli, semua emosi ayah tercintanya sudah diluapkan pada benda yang selama ini selalu menemani Jimin di kala sepi.

Dengan berat hati ia berjalan menuju ranjang kecilnya, dan merebahkan diri. Rasa kantuk belum juga datang meski jam sudah menunjukkan pukul 11 malam.

Jimin terlalu kesal hingga tidak bisa tidur.

.

Pagi hari, Jimin kembali mendengus saat mencari ponselnya dan lupa jika barang tersebut sudah tak bisa dipakai.

Dengan segera ia bergegas keluar rumah saat sudah selesai bersiap. Kali ini memilih untuk tidak sarapan karena malas melihat wajah kedua orang tuanya.

Langkah kaki pelan menyusuri jalan menuju halte tempatnya menanti jemputan. Jimin mengatur ekspresinya sedemikian rupa agar tidak terlihat kusut di hadapan teman-temannya.

Karena berangkat terlalu pagi, ia menanti cukup lama hingga mobil van yang sudah tidak asing, menghampiri. Jimin bangkit dari duduknya, kemudian memasang senyum seperti biasa.

"Pagi, Jiminie." Taehyung menyembul dari jendela mobil sebelum membukakan pintu untuk Jimin.

"Pagi Taehyung-ah. Pagi semua." Jimin menaiki mobil dan duduk di samping Taehyung.

"Jimin, pergelangan tanganmu kenapa?" Yoongi yang duduk dibelakang menatap lengan bagian kiri Jimin yang terlihat lecet saat pemuda mungil itu naik.

"Eh?" Jimin melihat lengannya dan terkejut menatap bekas cengkraman sang ayah semalam. Ia merutuki diri karena tidak menyadari luka tersebut.

Segera Jimin mengelus lengannya mencoba menghilangkan lecet itu, walau tahu usahanya sia-sia.

"Bukan apa-apa kok." ia kemudian menyembunyikan lengan ke belakang punggung dan kembali menyunggingkan senyum para sahabatnya.

You Never Walk Alone√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang