"Eomma, ayo kita pergi. Matahari sudah hampir terbenam." ucap Jimin pada ibunya yang sejak satu jam lalu menatapi nisan bertuliskan Park Eunji.
Sora mengangguk pelan, berpamitan pada nisan tersebut sebelum bangun dan mendekat pada sang anak. Ia sudah meluapkan semua apa yang ingin ia ucapkan selama bertahun-tahun ini pada sahabatnya itu, walau tahu bahwa tidak akan ada yang membalas, setidaknya ia merasa lega.
Jimin tersenyum lembut yang dibalas oleh sang eomma, "appa dan hyung sudah menunggu di mobil."
"Baiklah. Kau benar tidak apa jika tidak diantar, sayang?" tanya Sora.
"Tentu saja, eomma. Nanti juga ada yang akan menjemputku ehehehe."
Sora terkekeh melihat senyum manis anak keduanya itu, ia mencium dahi Jimin sebelum kemudian mereka berjalan ke arah di mana mobil Jungsoo diparkir.
Setelah keluarganya berangkat, Jimin berbalik arah untuk berjalan ke tempat yang sudah dijanjikan, seraya menenteng sebuah tas berukuran cukup besar.
Pandangannya tak henti mengamati jalanan di sekitar. Beberapa orang terlihat sibuk membuka kedai malam mereka, sementara pejalan kaki pun bertambah banyak seiring matahari perlahan terbenam. Lampu-lampu di sekeliling mulai menyala satu per satu, membuat senyum Jimin kini merekah. Sungguh ia rindu dengan suasana seperti ini.
Seoul, aku kembali.
Hampir dua tahun lamanya Jimin tidak menginjakkan kaki di kota tempat ia tumbuh sejak kecil itu, mengingkari janji pada Eunhyuk saat berkata akan sesekali berkunjung. Bahkan tidak ikut ketika Jungsoo dan Jihoon mengambil sisa barang miliknya yang masih berada di rumah Taehyung.
Semua itu dikarenakan ia sering bermimpi buruk setiap malam di hari-hari awal berada di rumah barunya, terkadang sulit sekali membiasakan diri dengan kasih sayang yang diberi oleh kerua orang tua, hyung serta adiknya.
Menurut Jimin, lebih mudah baginya saat tinggal bersama Minho dan mengerjakan banyak pekerjaan sehingga pikirannya teralihkan oleh banyak hal. Keadaan tersebut membuat Minhyuk mengusulkan agar sang adik mencoba menemui psikiater, karena bagaimanapun semua yang ia rasakan itu adalah pengaruh dari masa lalu.
Setelah memikirkan ide tersebut selama beberapa hari, akhirnya Jimin menyetujui. Demi dirinya sendiri, dan demi orang-orang yang menyayanginya.
Memakan waktu setahun lebih hingga ia dinyatakan pulih, dan terapi terakhir adalah hari di mana Jimin kembali memutuskan untuk tinggal di Seoul seraya mengunjungi rumah lama, lalu makam Eunji, bahkan melihat keadaan Sihyun di penjara setelah sebelumnya absen pada saat persidangan.
Semua perjuangan itu membuahkan hasil. Jimin dapat merasakan bahwa kini ia benar-benar sudah memaafkan masa lalunya dan juga membuat semua keluarga serta para sahabat begitu bangga padanya.
"Hei Jimin-ah, kalau kau berjalan sambil melamun seperti itu terus, kau bisa jatuh."
Jimin terkejut bukan main dengan suara yang tiba-tiba terdengar olehnya. Ia menoleh berniat untuk memprotes orang tersebut, namun mengurungkan niat itu ketika mengenali sosok di hadapannya, "Yoongi-hyung!"
Sang kakak terkekeh melihat wajah Jimin begitu senang atas kehadirannya, "aku sudah memanggilmu beberapa kali tapi kau asyik sekali dengan lamunanmu. Kebiasaan!"
"Maaf hyung. Aku tidak sadar kalau halte tempat kita berjanji untuk bertemu ternyata sudah dekat, hehehe." Jimin memberi cengiran yang membuat Yoongi seketika tertawa.
"Kau terlihat banyak berubah, Jimin-ah. Apa saja yang sudah kulewatkan selama hampir dua tahun ini?"
"Kau melewatkan banyaaakk sekali, hyung! Tapi tidak apa, aku akan menunjukkannya padamu mulai sekarang." ia berucap dengan nada bangga, membuat yang lebih tua kembali tertawa dan memintanya untuk segera masuk ke dalam mobil yang ia kendarai.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Never Walk Alone√
Fanfiction[Completed] Jimin selalu sendirian dalam hidupnya, ia tak pernah menerima kasih sayang baik dari orang tua ataupun orang-orang di sekelilingnya. Namun kehidupannya berubah ketika ia mengenal Taehyung dan ke 5 sahabatnya, mereka membuat hidupnya leb...