Jimin terbangun saat mendengar suara ribut di sekitar. Lengan kanannya memegangi kepala yang masih terasa pusing. Sambil mengernyit, ia mencoba untuk membiasakan cahaya yang masuk pada retinanya.
"Eomma, appa. Bisa kalian tenang dulu? Kepalaku pusing." ucapnya tanpa sadar, masih dengan suara yang serak.
"Eoh, Jimin sudah bangun?" bukan, itu bukan suara ibu maupun ayahnya. Maka Jimin mengucek mata agar bisa benar-benar melihat siapa yang ribut di dekatnya itu.
"Seokjin-hyung?" tanya sosok mungil tersebut saat mendapatkan kembali penglihatannya.
"Hm. Jangan terlalu banyak bergerak, dokter bilang kau kelelahan." jawab sang kakak.
Dapat Jimin lihat sosok-sosok lain mengelilinya, Yoongi sedang menjewer Jungkook dan Taehyung yang mungkin dalang dari suara ribut tadi, Jihoon duduk di sofa dekat ranjang bersama Hoseok, sementara Namjoon berdiri tak jauh dari Seokjin dan memperhatikan Jimin dengan raut cemas.
"Aku di mana?" tanya Jimin saat menyadari kamar tempat berbaringnya itu berbeda dari yang ada di markas bangtan.
"Ini apartemen Yoongi, tadinya kami ingin membawamu ke markas tapi dia meminta untuk ke sini saja." jawab Seokjin, lengan ia tempelkan di dahi Jimin untuk memeriksa suhu tubuh sang adik.
"Kau hanya sedikit hangat. Tapi masih terasa pusingnya?" pertanyaan itu dijawab anggukan.
Seokjin bergerak dan mengambil semangkuk bubur hangat dari atas nakas di samping tempat tidur, "makanlah dulu, setelah itu minum obatmu."
Jimin mengangguk dan mencoba untuk bangun. Namjoon yang melihat sang adik kesulitan segera membantu sampai sosok tersebut berhasil duduk bersandar pada headboard kasur.
"Aku mau menyuapi Jimin-hyung!" Jungkook -yang sudah terbebas dari jeweran Yoongi- dan Jihoon berbicara serentak, membuat yang lain menoleh pada mereka.
"Aku bisa sendiri." ucap Jimin sambil mulai menyendok buburnya.
Terdengar dengusan dari Yoongi yang kini sudah duduk di pinggir ranjang besarnya. Ia menatap Jimin yang tengah fokus memakan bubur dengan tatapan cemas, ingin berkata sesuatu tapi tidak ada suara yang keluar.
Semua orang di sana terjebak dalam keheningan, bahkan Taehyung maupun Jungkook tidak lagi membuat kerusuhan. Seokjin-lah satu-satunya yang memberi Jimin ceramah tentang tidak boleh mengerjakan tugas hingga larut malam, dan Jungkook yang menambahkan 'mencontek saja' jika memang sang kakak tidak sempat mengerjakannya.
"Sudahlah kalian, berisik." Yoongi tidak tahan lagi mendengar semua ocehan dua orang tersebut.
"Tadi kudengar kau menyebut kedua orang tuamu. Apa di rumahmu sedang tidak aman, Jim?" Taehyung mendekat, sedang Jimin hanya membalas dengan anggukan.
"Kami sudah mendengar semuanya, dan bersedia membantumu, Jim. Kau tidak ingin terbebas dari ayah yang seperti itu?" tanya Namjoon.
"Dia tetap ayahku, hyung." Jimin berhenti memakan buburnya saat sudah merasa cukup. Dengan perlahan ia meminum obat yang disodorkan Seokjin.
"Jimin, kami tahu ia ayahmu tapi itu sudah sangat keterlaluan." Taehyung menimpali dengan suara yang bergetar, mengingat kejadian tadi membuat amarahnya muncul kembali.
Jimin menghela napas lelah, tidak ingin membahas topik itu lagi. Ketika melihat jam di dinding, ia terkejut, hari sudah hampir malam dan dirinya tertidur selama itu?
"Aku harus segera pulang." ucapnya sebelum mulai turun dari ranjang.
"Istirahat dulu, kami akan mengantarmu nanti." Seokjin mencegah Jimin dengan tangannya, tapi yang ditahan justru menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Never Walk Alone√
Fanfiction[Completed] Jimin selalu sendirian dalam hidupnya, ia tak pernah menerima kasih sayang baik dari orang tua ataupun orang-orang di sekelilingnya. Namun kehidupannya berubah ketika ia mengenal Taehyung dan ke 5 sahabatnya, mereka membuat hidupnya leb...