"Jim, kau yakin tidak apa?" Namjoon lagi-lagi bertanya untuk memastikan. Pagi ini, mereka terbangun dengan suasana yang tidak begitu familier. Cukup lama untuk menyadari bahwa mereka berada di rumah Yoongi.
Dan Jimin menjadi pusat perhatian saat ini, karena kekhawatiran akan ayahnya yang bisa saja mengamuk jika tahu sang anak membolos sekolah. Bukan karena takut Jimin ketinggalan pelajaran, tapi karena harusnya jika membolos pun untuk mencari uang. Berkumpul dengan teman-temannya tanpa menghasilkan apa pun seperti ini, jelas bukan salah satu yang disenangi oleh pria paruh baya tersebut.
"Sudahlah hyung, mau bagaimanapun toh sudah terlanjur. Aku tidak apa kok, semua akan baik-baik saja." Jimin mengukir senyum mencoba menenangkan semua sahabat yang menatapnya dengan khawatir.
"Kami akan membantu jika ayahmu macam-macam lagi. Sama seperti bantuanmu padaku kemarin." Yoongi berucap tegas, membuat raut wajah Jimin berubah.
"Hyung, ini berbeda. Kalian tidak tahu bagaimana ayahku." ucapnya datar.
"Memang kau tahu ayahku bagaimana Jim? Tidak kan? Tapi kau masih membantuku. Kenapa aku tidak boleh?" Yoongi hampir meninggikan suaranya ketika melihat raut wajah Jimin.
Tidak ada jawaban, Jimin hanya memberi senyum yang dipaksakan dan memilih untuk pergi keluar rumah. Menenangkan diri dari ketakutan yang lagi-lagi datang. Tidak ada yang menyusul ataupun mengeluarkan suara, mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hanya satu hal yang jelas.
Jimin belum sepenuhnya mempercayai mereka.
Taehyung mendengus keras sekali hingga yang lain menoleh padanya, "bagaimana jika kita diskusikan bagaimana agar Yoongi-hyung bisa pulang ke Seoul tanpa diancam lagi?"
"Tapi Jimin-hyung.." Jungkook masih memandang tempat dimana Jimin pergi.
"Dia tidak mungkin pergi jauh Kook. Biarkan Jimin menenangkan dirinya, dan yang bisa kita lakukan adalah mencari cara agar bisa pulang cepat bukan?" Taehyung menepuk kedua tangan, menyetujui idenya sendiri kemudian memasang wajah berpikir.
"Aku akan mencoba mengajak ayah berbicara sekali lagi." ucap Yoongi saat merasa ketegangan di antara mereka sudah menurun akibat perkataan dan sikap absurd Kim Taehyung.
"Perlu aku temani, Yoon?" tawar Namjoon.
"Jika kau tidak keberatan." ucapan Yoongi membuat Namjoon berdiri dan mengikutinya pergi keluar. Mereka menangkap sosok Jimin sedang duduk termangu di bangku teras samping kediaman Min, menatap kosong pada langit.
"Biarkan saja, aku yakin Taehyung pasti akan menghampirinya." Namjoon merangkul pundak Yoongi dan mereka kembali berjalan.
-----
"Memang kau tahu ayahku bagaimana Jim? Tidak kan? Tapi kau masih membantuku. Kenapa aku tidak boleh?"
Jimin tidak bisa menghentikan kata-kata yang terus terngiang dalam benaknya tersebut. Rasa bersalah mulai menggerogoti hatinya. Bukan ia tidak ingin dibantu, namun semua akan bertambah rumit jika kedua orang tuanya mengenal Bangtan. Begitu banyak kekhawatiran yang ia rasa bahkan hanya dengan memikirkan hal tersebut.
"Apa aku masuk terlalu dalam? Apa aku seharusnya tidak membantu Yoongi-hyung kemarin? Atau bahkan seharusnya aku tidak bersama mereka?" Jimin memejamkan mata.
"Dasar bodoh." suara tersebut sontak membuat Jimin terkejut, saat menoleh didapatinya Taehyung sedang menatap dengan ekspresi sendu.
"Sebegitu tidak percayanyakah kau pada kami?" Taehyung duduk disamping Jimin, ikut menatap langit.
"Bukan seperti itu. Aku hanya takut, Taehyung."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Never Walk Alone√
Fanfiction[Completed] Jimin selalu sendirian dalam hidupnya, ia tak pernah menerima kasih sayang baik dari orang tua ataupun orang-orang di sekelilingnya. Namun kehidupannya berubah ketika ia mengenal Taehyung dan ke 5 sahabatnya, mereka membuat hidupnya leb...