Chapter 35

5.2K 590 182
                                    

Jimin menyandarkan punggungnya pada salah satu pohon di lapangan kecil pinggir jalan dekat apartemen tempat ia tinggal, dengan kepala yang mendongak melihat langit cerah di siang hari yang cukup panas itu.

Sudah lama sekali sejak terakhir ia berdiam diri menikmati keindahan langit juga semilir angin yang menerpa, mendengar celotehan orang-orang dan deru kendaraan yang berlalu-lalang.

Hari ini Minho kembali pergi ke Seoul untuk mengurus beberapa hal, karena itu kafe ditutup sementara. Jimin memanfaatkan waktu luangnya untuk membereskan apartemen, juga membaca beberapa buku, namun pada akhirnya rasa bosan mulai menguasai.

Maka berakhirlah ia di tempat ini, diam-diam merindukan danau tempat melepas semua penatnya sejak kecil.

Jimin kembali memikirkan tentang keluarganya yang sudah tiada. Setelah kunjungan yang pertama, ia sempat kembali lagi untuk menaruh beberapa buket bunga juga berharap akan bertemu seseorang di sana.

Saat menceritakan pertemuan dengan wanita paruh baya di pemakaman kediaman Park pada Minho, sang kakak justru memarahi, berkata mengapa ia tidak menanyakan tentang ibu atau keluarganya pada sosok tersebut.

Sekarang Jimin menyesal, dan membenarkan ucapan Minho. Ia sendiri tak tahu mengapa sama sekali tidak terpikir untuk bertanya saat itu? Yang ada dalam benaknya hanya ingin cepat-cepat pergi dari sana.

Jimin menghela napas kemudian memeluk kedua lutut, dengan pandangan masih terarah pada langit. Merasakan rindu yang kembali datang.

Rindu pada para sahabatnya.

Rindu pada kota tempat tinggalnya dulu.

Rindu bersekolah.

Rindu bekerja ditemani oleh orang-orang terkasih.

Terlebih, rindu pada dirinya yang dulu.

Namun bagaimana lagi, semua itu sudah ia tinggalkan dan mungkin tidak akan pernah ia dapatkan kembali.

"Wah wah, siapa yang kulihat di sini." Suara tersebut membuat Jimin terlonjak, lalu bangkit dengan tergesa karena panik.

Ia melihat sekitar, mencari siapa pemilik suara itu. Kemudian tubuhnya seakan membeku ketika melihat sosok yang berdiri tak jauh darinya. Salah satu orang yang ia rindukan.

"Yo-Yoongi..hyung?" Jimin gugup bukan main, terutama ketika mendapati tatapan tajam dari pemuda Min tersebut.

Yoongi tidak segera menjawab, memilih untuk melangkah maju mendekati sang adik, "aku mengira mataku membohongi ketika melihat sosok seseorang yang kucari hingga hampir ke pelosok negeri ternyata berada di kota ini, sedang duduk di bawah pohon, menikmati angin dengan tenang."

Mendengar nada datar dari sosok tersebut, Jimin mengigit bibir kuat. Perasaan takut juga bersalah kini menguasa hatinya, terlebih ketika Yoongi semakin mendekat.

Ia hampir memekik ketika lengannya ditarik dan tubuhnya bertubrukan dengan sang kakak, yang tak lama kemudian Jimin merasakan sepasang lengan melingkari pundak.

"Dasar bodoh. Ke mana saja kau selama ini?" bisik Yoongi dengan suara sedikit bergetar.

Jimin membalas pelukan tersebut, meremas baju bagian belakang Yoongi dengan kuat, sebisa mungkin menahan air mata yang menuntut ingin keluar. "Hyung, Ma-maaf."

Tidak ada balasan, mereka tetap dalam posisi tersebut hingga beberapa menit berlalu. Sampai akhirnya Yoongi melepaskan pelukan itu dan mengambil ponsel untuk mengabari sahabat mereka yang lain.

Sedang Jimin hanya menunduk tidak tahu harus bersikap seperti apa. Di satu sisi ia sangat senang bertemu dengan sosok yang dirindukan, namun di sisi lain ia pun bingung bagaimana harus menjelaskan alasannya pergi dari mereka.

You Never Walk Alone√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang