Hidup ini tidak selamanya bahagia. Ada saja rasa sakit yang pasti datang mampir ke kehidupan kita. Karna tanpa rasa sakit, hidup ini membosankan.
Resapi saja sakit itu, maka besok lusa, ketika kamu sudah ikhlas karena sakit itu, sakit itu sendirilah yang jadi obat, obat yang membuat kamu menjadi semangat menjalani hari kedepannya. Dan membenahi diri, agar tak mengulangi kesakitan yang sama.
**
Ketika Kiana pulang kerumah, Kiana melihat mobil sedan hitam yang tak dikenalnya terparkir di pekarangan rumahnya. Mungkin teman mama, pikirnya. Kiana pun masuk dan memberi salam dan dijawab oleh tiga orang dewasa disana. Yang satu mamanya, yang dua, sepasang suami istri yang tak dikenal Kiana.
"Waalaikumsalam Ki. Sini duduk, mama kenalin sama tante Astrid"
Kiana tersenyum kikuk dan berjalan ke arah Rani
"Nah, mas, mbak, ini Kiana anak saya. Kiana, kenalin, ini tante Astrid dan suaminya om Bima"
"Hallo Tante, hallo om" Kiana menyalami dua orang itu bergantian.
"Yaampun, Kiana udah besar banget ya. Tante boleh peluk?"
Kiana menoleh ke arah Rani, tersenyum kikuk dan akhirnya memeluk Astrid.
Astrid yang kini memeluk Kianapun meneteskan air matanya. Begitupun Bima yang hanya bisa memandang dua orang wanita, ibu dan anak yang sudah berpisah selama bertahun tahun. Sedangkan Rani? Ia hanya berharap ini yang terbaik untuk Kiana. Siap tidak siap, Kiana harus ikut dengan orang tua kandungnya. Tapi tidak, tidak sekarang. Itu terlalu mendadak, dan Kiana akan merasa terpukul atas kenyataan itu.
Rani menghusap air matanya "Oh iya sayang, jadi tante Astrid ini saudara jauh mama. Dia pengen banget ketemu sama kamu. Karna waktu mereka ketemu kamu tuh masih kecil banget"
Kiana hanya mengangguk takzim dan ber-oh ria
"Tante Astrid dan om Bima tinggal cuma berdua dirumahnya, sama pembantu juga sih"
"Anaknya om sama tante kemana?" kini Kiana yang membuka suara
Bima dan Astrid saling pandang "Anak om sama tante lagi ngelanjutin sekolahnya" Bima yang pertama kali mengambil inisiatif berbohong dari Kiana.
"Jadi gini Ki, mama tuh mau ada urusan kantor selama satu Bulan Ki"
Kiana langsung menoleh ke mamanya. Tatapan mata Kiana seperti bertanya "terus?" toh Kiana juga sudah bisa ditinggal. Bahkan lebih dari sebulan.
"Nah maksud mama, kamu mau kan tinggal sementara sama Tante Astrid dan Om Bima?"
"Buat apa ma? Kiana kan juga udah sering mama tinggal"
"Kali ini mama gamau kamu dirumah cuma sendiri sama bibi dan si mamang. Mama pengen kamu ada yang jagain"
"Iya Ki, Tante juga pengen ada Kiana dirumah tante, biar gak kesepian. Semenjak anak tante pergi tuh rumah sepi. Mau ya?"
Kiana berfikir sejenak "Boleh deh ma, Tan"
Bima, Astrid dan Rani tersenyum lega. Entah sampai kapan sandiwara ini di mainkan oleh mereka. Biarlah waktu yang menjawab.
"Kalau begitu, om sama tante pulang dulu ya Kiana, besok sore om sama tante kesini lagi jemput kamu"
"Iya om boleh"
"Ran, kita pulang dulu ya" Astrid dan Bima berpamitan dan kembali ke rumah mereka
"Aku mandi dulu deh ya ma" Kiana mencium pipi Rani
Sepeninggalan Kiana, Rani hanya bisa menangis dalam diam. Sekarang yang Rani punya hanya Kiana. Apa jadinya jika Kiana pergi nanti meninggalkannya, memilih tinggal bersama orang tua kandungnya.
Kadang, ketika kita telah menyadari sebuah kesalahan. Disitu Tuhan baru memberi balasan. Padahal Rani baru saja berbaikan dengan masa lalunya. Namun kini, masa depannya pun seolah akan hilang dan pergi jauh
**
"Assalamualaikum ma" Elang yang baru saja sampai rumah mencium tangan Kinan dan mengabaikan papanya
"Elang masuk dulu ya ma" Melihat kelakuan Elang yang mengabaikan Andre membuat Andre marah
"Elang!!" Andre memanggil Elang yang terus berjalan ke kemarnya. Andre yang semakin marah pun langsung menyusul Elang kedalam kamarnya
"Pa, udah dong. Jangan emosi" Shintya sudah panik setengah mati kali ini.
"Anak kurang ajar itu harus di ajari caranya sopan santun ma"
Elang yang tak terima dibilang kurang ajarpun berbalik dan menghampiri Andre
"Siapa yang kurang ajar?" nada bicara Elang sangat dingin dan menatap lekat Andre dengan penuh emosi
"Kamu Elang. Kamu anak kurang ajar. Kamu anggap apa papa sampai-sampai kamu tidak punya sopan santun terhadap papa" perdebatan panas itu mulai akan meledak lagi
Dara yang mendengar keributan pun langsung keluar dari kamarnya
"Kenapa sih, ribut terus"
Elang tidak mengindahkan adiknya itu
"Untuk apa saya bersopan santun kepada anda tuan Andre? Apakah anda pernah memperlihatkan kesopan santunan di depan kami?"
"Elang!!" tangan Andre yang ingin menampar Elang terhenti di udara. Bukan karena mendengar teriakan Shintya atau pun Dara.
"Kenapa berhenti? Ayo tampar. Saya tidak akan pernah menghindar jika anda memang ingin menampar saya. Itu hanya akan meyakinkan saya bahwa anda memang tidak pantas dipanggil ayah" Andre langsung memegang dadanya yang terasa sakit
"Seorang laki-laki yang berselingkuh dan membohongi istri dan anak anaknya tidak pantas dipanggil ayah" selangkah kemudian Elang meninggalkan rumah dan pergi entah kemana
Andre yang merasakan dadanya sesak. Detak jantung yang tak beraturan. Mencerna kalimat-kalimat pedih dari Elang. Sebegitu bencinya kah Elang padanya? Pada saat itu juga, Andre tidak sadarkan diri.
**
Maaf baru di next. Enjoy reader's
❤cayon
KAMU SEDANG MEMBACA
BECAUSE MISS [Completed]
Teen FictionAku benci rindu Karna mengingatkan aku tentangmu Sang masa lalu Yang membuat hatiku beku