Aku mencoba membuka kedua mataku. Ku kerjapkan mataku untuk menyesuaikan cahaya yang menyilaukan mataku. Saat aku membuka mataku aku melihat langit langit ruangan yang berwarna putih. Kepalaku rasanya sangat pusing. Saat aku menggerakkan tangan kiriku untuk menyentuh kepala ku, aku melihat selang infus menancap rapih di sana.
Aku langsung kaget. Aku berusaha mengingat kenapa aku bisa sampai di rumah sakit. Aku langsung memegangi perutku, saat aku ingat ka Tanti yang mendorong ku sampai terjatuh dan menyebabkan perutku ke sakitan dan sempat melihat darah segar yang mengalir dari pangkal pahaku.
Aku panik luar biasa, rasanya aku ingin menangis jejeritan. Aku takut sesuatu terjadi pada anakku. Saat aku sedang gelisah memikirkan kondisi janinku, sebuah tangan menyentuh punggung tanganku yang tengah memegangi perutku.
Shanty menatapku khawatir.
"San. Gimana keadaan anakku? Dia ga papakan? Dia masih ada di sini kan?" Tanyaku bertubi tubi terus memegangi perutku. Seketika air mata ku meleleh di kedua pipiku. Aku mengkhawatirkan anakku. Aku melihat shanty menggelengkan kepalanya lemah. Melihat reaksinya itu seketika air mataku semakin deras mengalir. Jadi. Jadi anakku_
"Dia ga papa gi. Kamu tadi pendarahan. Tapi untungnya janinnya masih mau bertahan." Ucap shanty lirih. Jadi anakku masih ada. Seketika hatiku merasa lega mendengarnya. Kuraba perutku yang masih rata ini, aku mengucap syukur kepada Allah karena telah menyelamatkan anakku.
"Gi." Panggil Shanty. Aku langsung menatap padanya seakan bertanya 'ada apa'?
"Aku takut terjadi sesuatu lagi sama kamu." Ucapnya lirih tapi aku tidak menanggapi ucapan shanty. Aku masih menatap shanty lekat.
"Aku ga mau kamu kenapa kenapa. Aku ga bisa bayangin kalau tadi aku ga Dateng ke rumah kamu, aku ga tau apa yang bakalan terjadi sama kamu dan calon ponakan aku." Ucapnya menatapku sendu.
"Aku ga yakin setelah ini kamu bakalan aman dan baik baik aja gi." Lanjutnya
"Kamu ga usah khawatir san. Aku dan anak aku bakalan baik baik aja ko." Ucapku menenangkan shanty, "dan makasih karena berkat kamu, sekarang anak aku masih bertahan di sini." Lanjutku dan memegang perutku yang masih rata.
"Iya, hari ini kamu sama anak kamu selamat gi. Tapi aku ga tau besok besok. Apalagi ngelihat ibu sama sodara kamu yang ga punya hati itu gi. Aku mohon, kamu mau ya menikah sama bang Gara. Biar kamu ada yang ngelindungin dan kamu bisa pergi jauh-jauh dari radar ibu sama Kaka tiri kamu itu." Ucapannya menggebu gebu. Aku hanya tersenyum sinis saat mendengar ucapan Shanty barusan. Tadi dia bilang apa? Menikah dengan si brengsek supaya aku ada yang melindungi? Cih. Aku ngga Sudi. Lebih baik aku melajang seumur hidup ku, daripada harus menikah dengan laki-laki brengsek itu.
"Kamu jangan paksa aku untuk menikah dengan si brengsek itu. Aku bisa jaga diri aku sendiri. Toh selama ini juga aku hidup dengan ibu dan Kaka tiriku. Dan sampai sekarang aku masih hidup." Ucapku sinis. Kenapa shanty membela si brengsek itu si. Apa mentang mentang dia itu sepupunya. Cih.
"Gi aku tau kamu benci sama si Gara brengsek itu. Tapi coba pikirin tentang anak kamu. Di itu butuh ayah, dia juga butuh status. Mungkin bagi kamu itu ga masalah. Tapi nanti setelah anak kamu lahir, apa kata orang, apa kata temen temen anak kamu nanti. Lahir tanpa ayah gi." Ucapnya mulai meninggi. Kenapa shanty jadi yang marah sih?
"Kenapa kamu jadi marah marah sih. Aku ga butuh laki laki itu untuk bertahan hidup. Dan aku ga akan perduli apa kata orang tentang aku dan anak aku. Kalau mereka ga mau Nerima kita ga masalah." Ucapku menahan emosiku. Aku muak dengan pembicaraan ini. Aku segera membalikan badanku, memunggungi shanty yang sekarang berubah jadi mengesalkan. Biasanya dia selalu ngerti aku. Tapi kenapa sekarang dia jadi pemaksa kaya gitu.
"Terserah kamu gi. Jangan pernah nyesel kalo nanti kamu kehilangan anak kamu. Dan bukannya kamu emang kemaren sempet mau menggugurkannya." Ucapan shanty terdengar sinis. Kenapa shanty ngomong kaya gitu. Aku memang sempat ingin menggugurkan kandunganku, tapi aku sungguh menyesal. Shanty seperti bukan shanty yang selama ini ku kenal.
Aku tidak perduli dengan sindiran Shanty barusan. Aku tetap memunggunginya dan menangis dalam diam. Aku masih menangis dan shanty masih tetap diam. Di ruangan ini terasa sunyi, tidak ada yang bersuara. Hanya ada suara sesenggukan yang aku aku keluarkan.
Tiba tiba aku mendengar suara pintu ruangan ku yang terbuka. Aku harap shanty sudah keluar dari ruangan ini. Aku ingin sendiri saat ini.
Tiba-tiba aku merasakan sentuhan halus di pundakku, tapi aku tetap diam.
"Anggi." Panggil suara halus yang sangat ku kenal. Aku masih bergeming.
"Anggi. Lihat ibu!!" Perintah nya namun dengan nada lembut. Aku hanya ingin sendiri, tapi kenapa orang-orang ga ada yang ngerti aku.
Aku membalikan tubuhku terlentang dan menatap ibu Desi yang saat ini tengah menatapku dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Anggi, kamu menganggap ibu ini sebagai ibu kamu kan?" Tanyanya. Aku diam mendengar pertanyaan Bu Desi. Tapi aku segera menganggukkan kepalaku lemah.
"Berarti kamu mau kan, dengerin nasehat ibu?" Tanyanya lagi dengan matanya yang mulai mengeluarkan air mata.
"Ibu ingin yang terbaik buat kamu gi. Ibu tau kamu sangat membenci Gara. Ibu mohon maaf. Ibu minta maaf sama kamu gi. Mungkin kalau waktu itu ibu ga nyuruh kamu buat ngambil gaun itu kerumah ibu, mungkin keadaan kamu ga akan seperti ini sekarang. Ibu bener bener bersalah sama kamu gi."
"Ibu harap kamu mau memaafkan gara. Ibu juga berharap kamu mau menikah dengan gara. Kalau kamu emang ga mau, menikahlah demi anak yang kini ada di rahim kamu. Dia butuh status, dia butuh ayahnya gi. Kamu tidak boleh egois. Demi anak kamu. Ibu mohon demi anak yang saat ini sedang kamu kandung menikahlah dengan Gara. Ibu mohon." Ibu Desi menggenggam tanganku erat saat mengatakan itu. Air matanya juga sudah jatuh kemana mana. Aku menangis saat mendengar permintaan maaf ibu Desi.
Ini bukan salah ibu Desi. Ini memang sudah menjadi takdirku. Takdir yang menyedihkan. Apa salah kalau aku tidak ingin menikah dengan laki-laki yang sudah menghamili ku?
"Gi, demi anak elo. Ga gampang jaman sekarang ngebesarin anak sendirian. Jadi singgel parents. Kamu masih muda gi, aku ga bisa ngebayangin kamu kesusahan ngurusin anak kamu sendirian. Seenggaknya kalau kamu menikah sama si breng_ Ee maksudku bang Gara. kebutuhan kamu dan anak kamu bakalan terpenuhi." Jelas shanty panjang lebar. Aku menatapnya intens, hatiku langsung menyetujui ucapan shanty. Tapi otak keras kepalaku sungguh tidak Sudi kalau harus menikah dengan si brengsek itu. Melihat wajahnya setiap hari. BIG NO!!
"Anggi, kamu dengerin ibu tadi ngomong kan?" Tanya Bu Desi dengan tegas. Aku sungguh tidak ingin menikah dengan si brengsek. Tapi, benar kata shanty dan ibu Desi. Anakku butuh status, aku ngga mau setelah anaku lahir dia akan jadi bahan olok-olokan orang karena di predikati 'anak haram' apa jadinya anaku nanti. Mungkin dia akan gila karena di bully setiap saat.
Aku menangis menatap ibu Desi dan shanty yang menatapku seakan memohon. Ini semua demi anakku. Ini semua hanya supaya anaku punya status yang jelas. Dan setelah itu di dapatkannya semuanya akan selesai. End.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incidents Of HAPPINESS (END)✓✓ [TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK]
RomansaSUDAH TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK Rank: #23 15052018 #27 29042018 #30 22042018 #32 20042018 #36 01032018 #46 22022018 Anggi Wulandari bekerja di sebuah butik milik ibu dari sahabatnya. Di perkosa oleh orang yang tidak ia kenal dan menyebabkan dirin...