Aku sedikit berlari menuju meja prasmanan untuk mengambil makanan untuk Anggi.
Tadi saat aku sedang melihat proses pemakaian cincin nikah antara Aidan dan Lily, aku sempat melirik ke arah Anggi yang tengah mengobrol asik dengan shanty dan bunda. Saat aku masih asik memandangi wajah cantiknya yang di beri polesan make up sederhana, tiba tiba aku melihatnya berdiri dengan menutup mulutnya dan tak lama kemudian dia berjalan cepat menuju rumah budhe Asri.
Karena merasa khawatir, aku mengikutinya memasuki rumah dan melihat dia berjalan cepat menuju kamar mandi di dapur. Aku melihatnya berjongkok dan muntah muntah.
Aku langsung panik dan memijat tengkuknya, berharap bisa mengurangi rasa mualnya.
"Anggi gimana gar?" Tanya mamah panik saat melihatku yang saat ini sedang menyendok nasi beserta lauk pauknya untuk Anggi.
"Ga papa Bun, tadi dia muntah muntah, belum makan soalnya." Ucapku dengan suara tenang dan tetap fokus dengan kegiatanku menyendok sayur sop.
"Muntah muntah? Kebiasaan deh dia. Kamu pokonya harus pastiin makannya habis ya gar!" Perintah mamah dengan khawatir. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Iya, Anggi tuh kebiasaan kalo pagi pasti morning sicnesnya pasti kambuh. Terus makannya juga sedikit. Kasian deh mantu mamah." Jelas mamah menatapku dengan pandangan tajam. "Makanya jadi laki tuh yang tanggung jawab. Jangan cuman bisa nidurinnya aja." Ucap mamah sinis dan langsung berjalan menuju rumah budhe Asri. Mungkin mau menemui mantu kesayangannya.
Aku tertegun sesaat di tempatku, mendengar ucapan bunda tadi, hatiku sedikit tertohok. 'jadi laki tuh yang tanggung jawab. Jangan cuman bisa nidurinnya aja.' Kata kata bunda terus terngiang di telingaku. Terus berulang ulang seperti kaset rusak.
Aku memang tidak pernah tahu tentang perkembangan kehamilan Anggi. Selama ini aku seolah tidak perduli dengan hal itu. Tapi itu kan karena Angginya juga tidak pernah membiarkan aku untuk memperhatikannya, malah dia sendiri yang terus menjauhiku. Memikirkan hal itu, membuat kepalaku pusing saja.
Setelah makanan untuk Anggi sudah siap aku segera berjalan menuju pintu rumah Budhe Asri sambil membawa sepiring nasi beserta lauknya dan sebotol air mineral untuk Anggi.
Saat aku sudah sampai di ambang pintu dan hendak melangkahkan kaki memasuki pintu, tiba tiba langkahku tertahan karena mendengarka ucapan_
"Dan setelah anakku lahir dan mendapat status yang jelas, aku bakal minta dia buat cerein aku." Ucap suara Anggi. Aku terpaku mendengar ucapannya.
Apa maksudnya?? Kenapa Anggi berbicara seperti itu? Kenapa dia akan memintaku menceraikannya setelah anaknya lahir? Apa anak yang saat ini di kandungnya bukan anakku?
"Maaf gi." Ucap Shanty lirih, "nanti setelah anak kamu lahir kita besarin dia sama sama. Aku bakalan selalu ada dan ngedukung semua keputusan kamu. Tapi aku berharap kamu sama bang Gara bakalan selamanya gi." Ucap Shanty dengan nada sedihnya.
Apa apaan ini? Apa maksud percakapan mereka? Apa mereka sekongkol untuk menyembunyikan sesuatu dari aku? Apa Shanty mengetahui kenyataan sesuatu? Apa mereka sengaja membuat aku untuk menjadi ayah dari anak yang sekarang sedang di kandung Anggi? Dan apa anak itu beneran darah daging ku? Dan beribu-ribu pertanyaan lainnya terus terngiang di kepalaku. Membuat kepalaku tiba tiba pusing.
"Gara? Kamu lagi ngapain di sini?" Tanya bunda yang tiba-tiba ada di sampingku. Mengagetkanku.
"Cepet masuk, terus Pastiin istri kamu ngabisin ini makanan. Bunda mau nyambut tamu undangan dulu. Bunda nitip mantu Ama cucu bunda ya." Bunda langsung pergi meninggalkanku untuk menyambut para tamu undangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incidents Of HAPPINESS (END)✓✓ [TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK]
RomansaSUDAH TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK Rank: #23 15052018 #27 29042018 #30 22042018 #32 20042018 #36 01032018 #46 22022018 Anggi Wulandari bekerja di sebuah butik milik ibu dari sahabatnya. Di perkosa oleh orang yang tidak ia kenal dan menyebabkan dirin...