Episode 23

19.7K 817 15
                                    

Pagi ini aku sedang duduk santai di gazebo belakang rumah mertuaku. Aku baru saja selesai membantu bunda berkebun tadi.

Selain memasak di dapur rumah ini, berkebun juga menjadi kebiasaan baruku semenjak aku tinggal di rumah ini. Apa lagi rumah ini memiliki taman belakang yang sangat luas dan di tumbuhi banyak tanaman. Saking luasnya, pernikahan akupun kemarin di adakan di taman ini.

Bunda memang memiliki hobi menanam bunga. Ada banyak jenis bunga yang bunda tanam di taman ini. Ada mawar dengan berbagai warna, anggrek, bunga matahari, bunga melati, bunga Lily, dan masih banyak lagi. Aku sampai lupa, karena saking banyaknya.

"Gi, capek ya? Minum dulu ni." Ucap bunda menyodorkan segelas susu coklat, yang ku yakini susu ibu hamil padaku. Aku langsung menerimanya, dan bunda duduk di sampingku.

"Makasih bunda." Ucapku meraih gelas susu itu dan meminumnya sampai habis. Aku merasa sangat beruntung memiliki mertua yang sangat baik dan perhatian.

"Gi, Gara hari ini berangkat  dinas ke Jepang." Ucap bunda tiba tiba. Aku langsung menatap bunda.

Bunda memang sudah bilang semenjak 3 hari yang lalu, kalau si brengsek hari ini akan berangkat ke Jepang untuk perjalanan bisnis.

Aku terdiam, tidak merespon ucapan bunda.

"Bunda maklum kalau kamu masih marah sama anak bunda. Bunda ngerti ko, lagian kesalahan ada di anak bunda." Ucap bunda paraw. Aku sedikit merasa tidak enak mendengar ucapan bunda.

"Ga baik, suami istri marahan lebih dari 3 hari. Gara juga, sudah tau dia yang salah bukannya minta maaf ke, apa ke." Keluh bunda mulai kesal sendiri.

"Kalian udah nikah satu bulan lebih, tapi ga ada perkembangan sama sekali. Kalian malah kaya bukan suami istri." Ucap bunda sedih. Aku hanya diam mendengar ucapan bunda.

"Bunda pengen ngelihat kalian akur kaya pasangan suami istri yang lain. Walaupun kalian menikah karena kesalahan. Bunda berharap akan berakhir selamanya gi. Bunda ga mau ngelihat anak anak bunda gagal nantinya. Bunda pengen kalian bahagia." Ucap bunda sambil menerawang.

Pagi ini rasanya sangat sejuk, cuacanya cerah tapi tidak panas. Aku dan bunda sama sama terdiam duduk di gazebo ini.

"Anggi juga pengen pernikahan Anggi kaya pasangan lain Bun." Ucapku pelan menatap hamparan tanaman bunga milik bunda.

"Tapi mau gimana lagi. Setiap Anggi melihat si breng_" aku langsung terdiam kaku saat menyadari ucapan ku.

"Maaf bunda. Anggi benar benar ga bermaksud kurang ajar yebut anak_ em maksudku.." aku agak kebingungan untuk menyebut si brengsek itu. Aku melihat bunda yang tersenyum geli melihat kebingunganku.

"Namanya Muhammad Hanggara Ahmad. Biasa di panggil gara." Ucap bunda dengan nada geli. Aku juga tau bunda. Tapi rasanya lidahku terasa berat saat mau menyebut nama si brengsek itu.

"I iya bunda." Ucapku gugup.

"Setiap Anggi ngelihat dia, Anggi selalu ingat kejadian pemerkosaan itu." Ucapku lirih.

"Bunda minta maaf atas perbuatan Gara gi." Ucap bunda dengan nada sedih.

Aku menggelengkan kepalaku menatap bunda. "Berhenti minta maaf atas apa yang tidak pernah bunda perbuat pada Anggi." Aku sangat benci mendengar orang orang terdekatku selalu meminta maaf atas apa yang tidak pernah mereka lakukan kepadaku.

Harusnya yang minta maaf kan si brengsek itu, bukan keluarganya.

"Bunda ngerti. Tapi sekarang Gara sudah jadi suami kamu, kamu harus mulai belajar menerimanya sebagai suami kamu." Nasihat bunda.

"Supaya pernikahan kamu berjalan seperti pernikahan  pasangan lainnya. Kamu harus mulai belajar menerima, mulai sekarang kamu harus mencoba untuk melupakan kejadian itu gi. Kamu mau kan mencoba menerima gara sebagai suami kamu?" Nasihat bunda dengan suara lembut.

Aku masih diam mendengar ucapan bunda. Tidak ada niatan untuk menimpali sama sekali.

"Belajar mulai sekarang. Bunda ga maksud maksa kamu ko, kalo bisa jangan panggil suami kamu brengsek lagi! Bunda cuman ngasih saran aja. Nanti kasihan janin kalian kalau denger ibunya  terus terusan manggil ayahnya dengan panggilan brengsek, nanti dia bakalan ngikutin manggil begitu kan gawat gi." Ucap bunda sambil terkekeh. Aku hanya diam mencerna semua ucapan bunda.

Bener juga ya apa kata bunda. Kalau aku manggil si breng_ eem Gara dengan sebutan brengsek terus, bisa bisa anakku akan manggil begitu juga. Walaupun laki laki itu meragukan janinku darah dagingnya sendiri tapikan anakku tetap anaknya.

"Iya bunda. Anggi bakal coba." Ucapku pelan.

"Karena Sekarang kamu mau belajar menerima Gara sebagai suami kamu. Kamu harus mulai coba manggil dia dengan sebutan yang lebih sopan. Misalkan, ABANG, AKANG, MAS, KAKA atau mungkin SAYANG." Ucap bunda dengan nada menggoda. Aku langsung merasakan pipiku yang memanas, kenapa aku jadi malu begini sih di ledekin begitu oleh bunda. Bunda Langsung tertawa melihat reaksiku.

Ternyata bunda nyebelin juga ih.
Lagian yang benar saja, lidahku saja terasa sangat berat saat menyebut nama anaknya. Lah sekarang, pake acara suruh panggil Abang, akang, kakang, mas lah, sayang lah. Ihh.. aku bergidik ngeri membayangkannya.

"Kenapa bergidik begitu? Gara itu kan suami kamu, dia juga lebih tua dari kamu. Jadi wajarlah kalau kamu manggil dia pake salah satu panggilan yang tadi bunda sebutin. Bukannya kamu tadi agak kesusahan menyebut nama Gara?" Ucap bunda dengan wajah menggodanya. Ihh.. bunda jail banget sih.

"Iya bunda, Anggi bakal coba." Ucapku dengan terpaksa.

Tapi kalau di pikir pikir ucapan bunda ada bebernya juga sih. Biar bagai manapun juga aku harus mulai belajar menerima?? Mas aja lah manggilnya. Menerima si mas sebagai suami ku.

"Ya udah, Anggi masuk ke dalem dulu ya Bun." Pamit ku pada bunda. Bunda mengangguk mengizinkanku pergi.

Aku mulai berjalan ke dalam rumah. Saat aku sudah di ambang pintu, aku melihat si breng_ maksudku si mas dari sudut mataku. Dia sedang berdiri mematung menatapku. Aku mencoba tidak perduli dan pura pura tidak melihatnya.

Aku terus berjalan menghiraukan keberadaannya. Saat aku sudah melewatinya aku mendengar dia memanggil namaku.

Aku menghentikan langkahku tanpa menoleh ke arahnya.

"Aku mau ke Jepang selama 4 hari" ucapnya pelan. Aku masih berdiri di tempatku. Tidak merespon ucapannya.

Ingat Anggi, kamu harus mulai belajar menerima dia sebagai suami kamu.

"Hati hati." Ucapku pelan. Setelah mengucapkan kata itu aku langsung berjalan cepat menuju kamarku.

Aku menutup pintu kamarku pelan. Jantungku rasanya mau copot. Kenapa aku jadi ngos ngosan kaya gini? Padahal aku ga habis lari lari. Kayanya ini efek bantuin bunda berkebun deh.

Aku melangkahkan kakiku menuju kasurku yang empuk.
Karena merasa lelah dan bosan aku berinisiatif untuk menelpon shanty. Tapi saat aku menelponnya nomernya sibuk Mulu.

Kenapa tiba-tiba aku jadi kangen suasana saat aku masih kerja di butik ya.

Sudah sebulan lebih aku tidak pernah lagi menginjakan kakiku di sana.

Aku langsung bangkit dari kasurku dan berjalan terburu buru menuju pintu kamarku. Aku ingin minta izin sama bunda  ahh.





Ceritanya mulai ngaco 😂😂
Maaf kalo kurang memuaskan.

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote and coment 😁🤗😘

Incidents Of HAPPINESS (END)✓✓ [TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang