tujuh

542 36 4
                                    

Hari ini moodku benar-benar hancur. Bahkan tak satupun designku berhasil aku kerjakan sampai selesai. Sudah sepuluh lembar kertas aku habiskan, dan sekarang mejaku penuh dengan kertas-kertas itu. Ini lembar kesebelas, akupun mencoba berkonsentrasi. Namun, sepertinya semua gagal, aku pun mencoret kertas itu frustasi lalu meremasnya dan melemparkan satu persatu kertas itu kedalam tempat sampah yang berada tidak jauh dari meja kerjaku.

Zara sepertinya menyadari ada yang aneh dariku, dia melirikku dan menghampiriku.

"Kenapa lagi sih Tria?", ucapnya lembut.

"You know? My Mommy ikut-ikutan mojokin gue kaya Daddy." , aku mengacak rambutku gusar.

"Nyokap lo ngomong apa emang?", Zara memandangiku.

"Dia bilang udah mau nimang cucu, dan katanya gue terlalu sibuk." , aku menghela nafasku panjang.

"Hmm, gue tau ini sulit. Tapi saran gue cuma satu. Coba buka hati lo.", Zara mengedipkan matanya dan kembali ke mejanya.

***

Jam makan siang tiba, akupun bangkit dari kursiku. Aku ingin mengajak Zara makan siang di sebuah restoran di ujung jalan. Zara pun sedang bersiap-siap. Nampaknya dia sudah mengerti.

"Zar, gue tunggu luar ya." , aku menepuk pundaknya.

"Eh, gue mau makan siang sama Deni, lo mau join?", tanya Zara sambil memoleskan lipsticknya.

Ternyata aku salah kira, aku pikir Zara akan makan siang bersamaku. Aku malas sekali kalau harus jadi nyamuk diantara mereka.

"Enggak deh Zar, lo aja. Gue makan di resto deket sini aja." , aku tersenyum.

Akupun melangkahkan kakiku keluar ruangan, tunggu kakiku tiba-tiba terhenti ketika aku melihat sesosok pria sedang berbicara dengan Randy yang juga merupakan karyawanku. Randy menunjuk ke arahku dan pria itupun menoleh ke arahku lalu tersenyum manis, sangat manis. Randy menghampiriku.

"Bu, itu ada customer maunya dilayanin sama ibu." , Randy menunjuk ke arah pria itu.

Akupun mengangguk dan menghampiri pria itu.

"Halo Pak, Bapak mau cari apa?" , aku tersenyum manis.

"Aku mau cari kado untuk adik perempuanku." , dia terus memandangiku tanpa berkedip.

Aku sedikit canggung, namun aku mencoba profesional.

"Kalau boleh tahu adiknya umur berapa?"

"Sekitar 18 tahun, dia mahasiswi." , dia menjelaskan dengan detail.

Aku menghampiri sudut ruangan yang berisi pakaian untuk remaja. Pria itupun langsung mengikutiku.

"Ini ada beberapa pilihan, bapak suka yang mana?", aku menunjukan beberapa pilihan pakaian yang menurutku bagus.

"Pilihkan saja yang menurutmu bagus." , katanya to the point.

"Oke, tapi aku tidak bisa mencobanya." , aku mengerlingkan mataku jahil.

"Iya aku tau", dia tertawa, Tuhan indah sekali tawanya.

Akupun memilihkan satu pakaian yang menurutku paling update. Aku memanggil Randy untuk mengurus pesanan pria itu.

"Oh iya, jangan panggil aku Bapak. Apakah aku setua itu?" , tanyanya dengan nada meledek.

"Tidak juga sih, aku terbiasa memanggil semua customerku dengan sebutan itu." , aku memamerkan deretan gigiku.Tunggu aku berbicara dengannya menggunakan aku-kamu padahal dia hanya customerku.

"Oke, untukku beda karena aku customer spesial. Kenalkan aku Adrian." , dia menjabat tanganku.

Aku tersenyum, "Oke Pak Adrian." , aku menggodanya.

"Sudah ku bilang jangan panggil aku Bapak. Panggil saja aku Adrian." , dia membalasku dengan berpura-pura galak.

Aku dan dia pun tertawa, sampai akhirnya Randy datang memberikan pesanannya.

"Terimakasih Tria, sudah mau membantuku." , dia lagi-lagi tersenyum kepadaku.

"Sama-sama Adrian, terimakasih sudah mempercayakanku." , aku memasang senyum terbaikku.

Dia melihat ke tanganku yang memegang dompet, karena tadi niatnya aku ingin makan siang.

"Kamu mau kemana ?"

"Mau makan siang di resto deket sini."

"Oke, aku temani ya. Karena kau sudah membantuku." , dia mempersilahkanku untuk jalan lebih dulu.

Entah kenapa aku mengikutinya, tanpa menolak sedikitpun. Ketika mendekati pintu keluar dia mendahuluiku dan membukakan pintu untukku. Aku pun merona malu. Sampai aku tidak menyadari hampir menabrak seseorang.

Aku sedikit menengadah melihat ke orang yang aku tabrak.

"Ah sorry Den." ,ternyata itu Deni sepertinya ia ingin menjemput Zara.

"Gapapa Tria, lo mau kemana ? Gak ikut makan siang bareng gue?" , dia menatapku lekat.

"Gue gak bisa Den udah ada janji." , akupun menunjuk Adrian yang sedikit lebih jauh dari posisiku berada.

Akupun langsung menghampiri Adrian tanpa menghiraukam Deni lagi.

***

gimana lunch Adrian sama Tria ya ?

Cinta Tanpa ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang