dua belas

503 40 4
                                    

Aku merapikan mejaku dari berkas-berkas yang aku gunakan seharian ini. Ternyata banyak sekali berkas yang aku gunakan. Mejaku akhirnya pun rapi seperti semula, setelah aku menyingkirkan berkas-berkas itu kembali ke kabinetnya. Aku tersenyum puas, kulihat buket bunga mawar di sudut meja kerjaku dan aku kembali tersenyum.

Kulirik jam dinding yang berada di ruanganku, sepertinya sudah hampir 15 menit rentang waktu dari Adrian menutup sambungan telepon kami tadi. Akupun memutuskan untuk menunggu diluar, karena sebentar lagi pun butikku akan tutup. Aku tak ingin karyawanku sungkan untuk menutup butik karena masih ada aku di dalam.

Aku menyapa semua karyawanku ketika aku hendak pulang, dengan senyuman termanisku. Dan mereka sangat heran, karena tadi saat aku datang aku mengacuhkan mereka. Kalau mereka mau protes, silahkan protes pada Adrian yang sudah mengembalikan moodku drastis.

Kusapa Pak Ahmad yang sedang duduk sambil minum secangkir kopi, ia tersenyum malu kepadaku. Dan mobil Adrian sudah bertengger di depan butikku. Dia menepati janjinya, dan tak membuatku menunggu lama. Adrian kau sungguh mengagumkan.

Akupun langsung masuk ke dalam mobilnya. Kudapati dia tersenyum hangat kepadaku, rasanya aku ingin mengecup pipinya. Duh, mikir apa aku ini.

"Hai, maaf sudah membuatmu menunggu." , kuberikan lengkungan indah terbaik di bibirku.

"No problem, aku bahkan rela menunggu lebih lama untukmu." Dia menggodaku.

Akupun tertawa dan mencubitnya, dia hanya tersenyum lalu melajukan mobilnya.

***

"Apakah orang rumah akan mencarimu jika kau pulang terlambat?" Adrian bertanya di tengah perjalanan.

"C'mon Adrian , aku bukan gadis dibawah 17 tahun." Aku berdecak sebal.

Dia tertawa dan mencubit pipiku gemas, "Baiklah nona yang sudah dewasa, bersediakah kau menemaniku nonton malam ini?"

"Apa aku boleh menolak?"

"Tidak masalah jika kau keberatan." Raut wajahnya sedikit kecewa.

"Sayangnya aku tak punya alasan untuk menolak." Aku menggodanya.

Dia menatapku dan tertawa, "Kau sudah pintar menggodaku ya."

Kamipun melaju menuju bioskop terdekat.

***
Jujur baru kali ini aku nonton midnight, dan Adrian lah orang pertama yang berani mengajakku.

"Kau mau nonton apa?" Adrian merangkulku.

"Jumanji bagus sepertinya, tapi jika kau tak suka tak apa." Aku menunjuk poster film yang ada di deretan film yang sedang tayang.

"Aku suka apapun yang kamu suka." Dia mengedipkan matanya jahil dan langsung menuntunku menuju loket.

Setelah itu dia membelikanku beberapa snack,popcorn,roti dan minuman. Aku menggelengkan kepalaku, dan menghampirinya yang terlihat kesusahan membawa makanan dan minuman yang ia beli.

"Are you seriously? Kita mau nonton Adrian bukan mau piknik." Aku mengambil alih beberapa makanan dari tangannya.

"Aku tak mau wanita cantik sepertimu harus kelaparan di dalam sana."

Aku menunduk dan tersenyum malu , sepertinya pipiku merona merah. Akupun mengajak Adrian untuk masuk ke studio karena melihat pintunya sudah mulai dibuka.

***

Aku memang selalu serius ketika menonton film, baik itu di rumah ataupun di bioskop. Adrian yang menyadari itu menyikut lenganku jahil. Akupun memajukan bibirku kesal. Dia tertawa dan menggenggam tanganku hangat. Dan aku langsung kehilangan fokus, perlakuan Adrian manis sekali.

"Menurutmu mereka akan berhasil tidak?" Adrian berbisik di telingaku di sela-sela film tayang.

"Ku harap begitu, rasanya tak seru kalau harus gagal." Aku berbisik di telinganya.

Setelah aku berbisik Adrian memalingkan wajahnya kearahku, dan kami sempat beradu pandang beberapa detik. Kalian tau jarak kami sangat dekat, bahkan aku bisa merasakan hembusan nafasnya. Aku yang menyadari itu langsung memalingkan wajahku ke arah layar karena aku sedikit grogi. Diapun melakukan hal yang sama, dan kami kembali menonton dalam diam.

***

Kira-kira Adrian sama Tria gimana kelanjutannya ?

Cinta Tanpa ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang