Aku berulang kali membuka berbagai aplikasi yang ada di laptopku, namun tak ada satupun yang bisa membuatku fokus. Pikiranku masih tertuju pada Adrian, aku lirik buket bunga mawar merah yang sudah berada di tempat sampah dan itu membuatku risau. Semua rasa kesal,risau,gundah,dilema,penasaran serta sakit bergemuruh di dalam dadaku. Aku benci sikap Adrian yang seperti ini. Bahkan dia tak menghubungiku untuk sekedar meminta maaf atau memberiku kabar. Dia hanya mengirimiku bunga, aku tahu mungkin itu terlihat romantis. Tapi, yang aku inginkan saat ini adalah permintaan maaf yang terlontar langsung dari mulutnya dan penjelasan darinya tentang apa yang Deni katakan.
Seseorang menggebrak mejaku hingga membuatku terkejut dan membuyarkan lamunanku tentang Adrian. Aku mengangkat wajahku untuk melihat siapa gerangan orang yang berani menggangguku. Sebuah wajah yang dibuat selugu mungkin dengan mata puppy eyes memamerkan deretan giginya ketika aku menangkap sosoknya. Tak lain dan tak bukan sahabatku Zara lah pelakunya.
"Ah lo, bikin gue tambah kesel aja." Aku memajukan bibirku dan berdecak sebal.
"Hehehe, sorry... abis lo ngelamun terus sih." Zara memelukku.
"Gue sebel sama Adrian." Aku menundukkan wajahku.
"Kenapa? Cerita coba." Zara mengambil posisi tepat didepanku.
Akupun menceritakan kronologis peristiwa yang aku alami, dan segala kerisauan serta kegundahanku pada Zara. Zara sedikit terkejut ketika kusebut nama Deni di dalam ceritaku. Tapi dia tak sedikitpun memotong pembicaraanku, ia membiarkanku menceritakan dan meluapkan perasaanku hingga selesai. Itulah kenapa aku cocok sekali bersahabat dengan Zara, ia adalah sahabat terbaikku. Dia selalu menjadi good listener untukku, dan selalu bisa menenangkan serta memberiku saran yang baik juga bijak untuk setiap masalahku. Aku beruntung memiliki Zara, karena kalau bukan karena dia belum tentu aku bisa sekuat sekarang ini.
Zara tersenyum setelah aku menyelesaikan ceritaku, "Gue tau Deni gak pernah bohong, tapi gak ada salahnya kita denger dari pihak Adrian juga. Karena belum tentu apa yang Deni liat itu sesuai dengan persepsinya."
"Iya sih, tapi Adrian gak ngehubungin gue sama sekali masa. Terus gue harus gimana Zar?" Aku menggaruk kepalaku yang tidak sama sekali gatal.
"Yaudah diemin aja dulu, kalo dia cinta sama lo dia pasti hubungin lo."
Akupun mengangguk, Zara memang selalu punya daya hipnotis tersendiri. Dia selalu bisa mengendalikan suasana, itu kenapa aku agak heran ketika Zara bilang Deni tak menyukainya. Karena menurutku Zara merupakan sosok yang luar biasa hebat dan merupakan dambaan para lelaki. Itu terbukti dari beberapa pria yang tak sedikit mendekatinya dan bahkan rela mengantri untuknya. Tapi, aku tahu betul Zara tak pernah mudah untuk asal memberikan hatinya untuk orang lain. Aku harap segala kebaikan untuk orang sebaik Zara,karena aku sangat menyayanginya.
***
Sudah lewat waktu magrib, namun aku dan Zara belum sedikitpun beranjak dari meja kerja kami. Itu semua karena ada seorang client yang mengajak kami bekerjasama untuk mengadakan fashion show. Mereka meminta proposal dan draft kerjasama serta list produk-produk fashion butik kami. Aku dan Zara yang sudah lama punya mimpi ingin menggelar fashion showpun sangat antusias akan proyek ini. Bahkan kami tak beranjak sedikitpun dari tadi siang, sejak client tadi menelepon ke butik. Aku dan Zara terus berkutat membuat semua berkas yang dibutuhkan untuk kerjasama ini.
"Zar, gue udah kelar nih. Lo gimana? Ada yang perlu gue bantu gak?" Aku menyimpan semua file yang sudah aku selesaikan.
"Nih tinggal dikit lagi, gak usah. Gak sampe 5 menit kelar ini." Zara langsung kembali berkutat dengan laptopnya.
Akupun menyandarkan bahuku di kursi kerjaku, aku mengambil ponselku berharap Adrian menghubungiku. Namun, hasilnya nihil. Ia bahkan tak memberiku pesan singkat, aku lemparkan ponselku ke meja kesal.
"Eits, kenapa sih lo? Gue udahan nih." Zara menengok ke arahku ketika mendengarku melemparkan ponsel.
"Gapapa, udah yuk pulang. Capek gue." Aku mematikan laptopku, dan membereskan meja kerjaku.
Zara hanya mengangguk dan langsung membereskan mejanya. Setelah selesai kamipun langsung beranjak untuk keluar dari ruangan.
Namun, ketika aku memegang handle pintu dan hendak membukanya listrik di butikku mati. Ruanganku seketika menjadi gelap, aku yang fobia gelap langsung terduduk lemas dan mengurungkan niatku membuka pintu. Zara yang menyadari itu, langsung menuntunku untuk sedikit mundur.
"Duh kenapa sih nih, lo mau ikut gue keluar ngecek apa tunggu disini?" Zara bertanya padaku.
Aku yang sudah terlanjur takut hanya bisa menggeleng dan berkata dengan suara parau, "enggak, gue disini aja."
Aku mendengar Zara membuka pintu dan dengan sigap melangkah keluar. Tubuhku sudah mulai dibanjiri keringat. Aku sudah lemas tak berdaya. Ketika aku hampir tak sadarkan diri ada seseorang yang membuka pintu dan meraih tubuhku. Aku bernafas lega,Zara kembali secepat ini. Namun, tubuhku sudah keburu limbung dan aku tak sadarkan diri lagi.
***
Zara gimana ya nasibnya ?😭
Maaf ya baru up, lagi sibuk banget ini. Ini aja disempetin up karena kalian yang udah setia baca, nunggu serta kasih vote dan comment di ceritaku...
Makasih yaa 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tanpa Arah
RomantizmKisah tentang seorang wanita yang mencintai seseorang yang sudah memiliki cinta. Cinta yang harusnya lebih besar dan lebih sempurna dari cinta wanita ini. Apakah wanita ini tega merusak cinta itu? Apakah seseorang itu juga mencintainya?