dua puluh tiga

523 38 11
                                    

Aku yang masih tak mengerti dengan ucapan Deni beberapa saat yang lalu spontan berlari mengejar Deni dan menahannya. Deni terkejut karena sikap spontanku.

"Kenapa Tria?" Dia bertanya dengan nada lembut.

"Aku belum mengerti maksud dari ucapanmu." Aku berkata jujur padanya.

Dia tersenyum simpul dan sedikit meremehkanku, "Dia yang kau tunggu tak akan datang, sebaiknya kau pulang."

"Kenapa aku harus percaya padamu?" Aku menatapnya dengan tatapan bingung.

"Karena aku peduli padamu." Deni menatapku dalam.

"Baiklah, temani aku menunggunya sebentar lagi." Aku menarik Deni menuju mejaku.

Deni tak menolak sedikitpun, dia mengikuti langkahku tanpa protes sedikitpun. Setelah itu dia duduk di hadapanku.

***
Satu jam berlalu, aku berkali-kali menatap layar ponselku. Tak ada satupun kabar dari Adrian. Kucoba menghubungi kembali nomornya, namun hasilnya nihil. Bahkan kini ponselnya tidak aktif. Aku menutup wajahku gusar.

"Ayo kuantar kau pulang." Deni mengajakku bangkit.

"Tapi..."

"Dia tidak akan datang, dia sedang bersama keluarganya!" Deni membentakku.

Aku terkejut dan masih tidak mengerti apa yang dikatakan Deni barusan.

"Maksudmu?"

"Nanti kujelaskan di mobil, biar kuantar kau pulang dulu." Deni menuntunku menuju mobilnya.

Dan sekarang aku yang mengikuti langkahnya tanpa protes dan menolak sedikitpun. Bukan karena Deni membentakku tadi, tapi aku masih belum bisa mencerna maksud dari omongan Deni tadi.

***

Hening, untuk beberapa menit berlalu. Aku menatap kosong dari dalam mobil melalui jendela mobil yang berada disampingku. Denipun tetap fokus menyetir, tanpa bertanya sedikitpun kepadaku. Bahkan aku belum memberitahu alamat rumahku.

"Den." Aku putuskan untuk membuka pembicaraan.

Deni menoleh ke arahku, lalu tersenyum.

"Maksudmu tadi Adrian sedang bersama keluarganya?"

"Hmm, iya dia sedang bersama istri dan anaknya. Aku bertemu dengannya ketika lari pagi tadi, sebelum aku bertemu denganmu tadi." Deni menjelaskan dengan raut wajah serius.

Aku sangat terkejut mendengar penuturan Deni tentang Adrian, bagaimana mungkin Deni yang tidak mengenal Adrian bisa menyimpulkan begitu saja apa yang dilihatnya sekilas. Aku saja yang pacarnya tidak berani menyimpulkan apa-apa.

"Kau pasti salah, itu mungkin kakaknya dan ponakannya." Aku mencoba menanggapi perkataan Deni dengan santai.

"Kalau memang kenyataannya seperti yang kau bilang dia pasti akan menemuimu tadi, setidaknya mengabarimu jika dia tak bisa datang." Deni mengangkat bahunya.

Aku tahu apa yang Deni bilang ada benarnya juga, namun aku tak mau mendengarkan begitu saja tanpa ada bukti yang jelas. Aku harus memastikannya sendiri, banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi.

"Aku tak bisa mempercayai apa yang kau katakan begitu saja, bagaimanapun dia pacarku. Aku harus memastikannya terlebih dahulu." Aku pun menjelaskan pada Deni akan keputusanku.

Deni tak memberikan komentar apapun setelah perkataanku yang terakhir. Akupun menunjukkan arah menuju rumahku, dia hanya mengangguk dan kembali fokus mengendarai mobil.

***

Tak lama kemudian, mobil Deni sudah sampai di depan rumahku. Baru aku ingin memegang handle pintu mobil, Deni malah melajukan mobilnya menuju gerbang rumahku. Di depan pos security rumahku dia membuka kaca mobil dan menyapa security yang berjaga dengan ramah. Security pun membukakan gerbang untuk Deni.

Denipun melajukan mobilnya ke dalam halaman rumahku, dan berhenti tepat di halaman rumahku. Dia turun dari mobil dan membukakan pintu mobil untukku. Aku tak mengerti kenapa Deni melakukan semua ini, padahal aku bukan siapa-siapanya. Akupun langsung turun dari mobilnya.

"Makasih ya Den udah nganterin sampe rumah." Aku tersenyum kepadanya.

"Sama-sama Triana."

Deni hendak beranjak dari tempatnya berdiri, namun berhenti ketika sosok Daddy tiba-tiba muncul di hadapan kami.

"Siapa ini Tria?" Daddy bertanya padaku.

"Saya Deni om, teman Tria." Deni memberi salam kepada Daddy dengan sangat sopan.

"Oh iya, terimakasih ya Den sudah mengantar Tria pulang." Daddy tersenyum ramah.

"Iya sama-sama om, kalau begitu saya pamit dulu."

"Loh kok gak mampir dulu?"

"Lain kali mungkin om, saya ada janji mau nemenin Mama belanja." Deni menolak dengan sopan.

"Oh begitu, baiklah. Lain kali mampir ya, hati-hati di jalan." Daddy senang sekali berbicara dengan Deni tampaknya.

Deni pun mengangguk dan langsung berlalu menuju mobilnya, dan langsung melajukan mobilnya keluar dari halaman rumahku.

"Sepertinya itu bukan lelaki yang biasa mengantarmu, mobilnya berbeda." Daddy langsung menginterogasiku.

"Memang bukan Dad." Aku menjawab dengan sedikit malas.

"Daddy suka laki-laki seperti Deni, yang sopan dan bertanggung jawab. Tidak seperti laki-laki yang biasa mengantarkanmu dan menurunkanmu dijalan." Daddy pun berlalu setelah mengucapkan kalimat yang cukup mengusikku.

Aku merutuki diriku sendiri karena tadi menurut saja ketika Deni ingin mengantarkanku pulang, kalau aku tak mengiyakan tawarannya mungkin kejadiannya tak akan seperti ini. Dan aku punya firasat masalahku akan bertambah setelah pertemuan Daddy dengan Deni.

***

ada yang suka Deni ?

Cinta Tanpa ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang