Part 42 : Decision

8.3K 575 22
                                    

Begitu Darren berlari meninggalkan Mikaela dan mengendarai mobilnya dengan asal, cewek itu langsung berpamitan kepada anak-anak didiknya dan menyetop taksi untuk mengikuti Darren.

Dia juga merasa cemas dengan keadaan Daffa, apalagi Darren terlihat kacau dan ketakutan setelah mendapat telpon dari ibunya.

Ternyata Darren pergi ke salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta, Mikaela yakin Daffa dilarikan ke rumah sakit itu.

Mikaela tidak bisa menyamai langkah Darren yang berlalu dengan cepat. Dia hanya mengetahui jika Darren pergi ke ruang IGD dan Mikaela tidak dapat sembarangan masuk ke dalam. Jadi dia putuskan untuk menunggu Darren di lorong.

Dengan sangat cemas Mikaela menunggu, sudah kurang lebih 30 menit bolak balik ia melihat jarum jam di tangannya, tetapi Darren Belum juga keluar dari ruangan itu, belum ada yang keluar dari sana kecuali perawat yang hilir mudik membawa pasien lain. Mikaela sudah mencoba mengintip tapi mereka belum menampakkan batang hidungnya.

Ketakutan melanda Mikaela, dia sangat takut jika hal yang paling buruk menimpa Daffa. Setiap menit dia hanya bisa berdoa semoga Daffa baik-baik saja.

Kemunculan Darren di balik pintu membuat Mikaela sedikit lega, dia berlari menghampiri Darren. Wajah cowok itu sangat kacau, matanya memerah, dan rambutnya berantakan tidak seperti waktu pertama kali dia datang ke rumah Mika. Keringat keluar dari dahinya.

Darren menatap Mikaela tanpa kata kemudian memeluk cewek itu erat.

"Kak...."

Darren mempererat pelukannya, seperti orang yang sedang ketakutan.

"Kak Daffa baik-baik aja kan?" tanya Mikaela memastikan.

"Dia pingsan, sampe sekarang belum sadar." Ada nada yang sedikit lelah ketika Darren mengucapkan hal itu.

Mikaela melingkarkan tangannya ke punggung Darren, berharap tangannya sedikit memberi kekuatan pada Darren.

Tak lama setelah itu Brata terlihat keluar dari pintu yang sama. Dengan lemas ayah Darren menepuk lembut pundak Darren.

"Daffa mau dipindah ke ruang ICU." ucapnya lalu kembali masuk ke dalam. Darren mengikutinya begitu juga dengan Mikaela.

Mikaela dapat melihat bagaimana tampak tak berdayanya Daffa di atas ranjang yang didorong oleh beberapa perawat serta dokter. Mikaela tidak boleh mendekat. Jadi dia hanya berjalan di belakang bersama Darren sedangkan Brata dan Ema menemani Daffa yang tak sadarkan diri disampingnya.

Mereka sudah memasuki ruang ICU, hanya tinggal Mikaela dan Darren saja yang menunggu di luar. Mikaela membawa Darren duduk di salah satu kursi yang tersedia di lorong. Dia memberikan Darren air mineral yang tadi sempat ia bawa, tapi Darren menolaknya.

"Kakak minum dulu."

Darren hanya menggeleng pelan. Menyandarkan tubuhnya pada kursi yang menempel ke tembok sambil memejamkan mata. Memikirkan berbagai macam kemungkinan yang akan terjadi.

"Kak Daffa pasti baik-baik aja kak." ucap Mikaela mengamit tangan Darren. Menggenggam jemarinya erat. Rasanya sangat berat melihat Darren yang begitu sedih dan rapuh seperti ini. Mikaela hanya bisa menguatkan dan menghibur Darren. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk saat ini selain berdoa agar Daffa baik-baik saja.

Darren meletakkan kepalanya di bahu Mikaela, dia butuh sandaran sekarang, dan Mikaela adalah teman terbaik yang dia inginkan ada di sampingnya. Cewek itu mempererat genggaman tangannya ketika Darren menyandarkan kepala di bahunya.

Pikiran Darren menerawang pada apa yang terjadi akhir-akhir ini padanya dan Daffa, dia benar-benar tidak bisa akur dengan cowok itu. Sejak kecil ada saja yang mereka perebutkan dari hal kecil seperti mainan. Darren tertawa miris mengingatnya dan ketika Daffa berada disaat yang kritis seperti ini baru Darren menyadari kesalahannya. Dia tidak mau mengalah pada Daffa, sejak dulu hingga sekarang. Bahkan dulu dia memilih meninggalkan Daffa untuk bersekolah di luar negeri. Mereka adalah saudara yang sangat akrab tapi dilain sisi mereka adalah rival. Darren tidak bisa mendeskripsikan bagaimana hubungannya dengan Daffa.

TWINS D √ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang