Abil keluar dari mobilnya. Kemudian mengikuti Arza yang sudah berjalan duluan. Dia mengamati ruangan besar berbentuk kubus bercat putih yang dia putari.
"Kita kemana, Za?" tanya Abil.
"Sini," jawab Arza setelah tiba di belakang ruangan besar tanpa pintu itu.
Abil spontan menatap halaman rindang di depannya. Lebih mirip seperti kebun, dan dipenuhi pohon rambutan.
Rambutan.
"Kita ngapain di sini?" tanya Abil ngeri.
"Nungguin sunset," jawab Arza sambil mendekati sebuah ranting yang rendah. Memetik rambutan yang bergantung.
"Bisa liat sunset dari sini?" Abil mendongak, mengintip langit dari sela dedaunan.
"Liatnya nggak di sini. Nunggunya di sini." Arza tanpa berpikir banyak langsung duduk di tanah, membuka kulit rambutan di tangannya.
"Trus ngapain kita nunggu di sini, kalo liatnya nggak di sini?" tanya Abil. Ikut berjongkok, sedikit jauh dari Arza duduk.
"Nunggu di tempatnya langsung, panas. Di sini bisa makan rambutan," jawab Arza sambil melempar kulit rambutan ke sebuah lubang di tanah. Abil melongok. Tempat sampah.
Arza kembali berdiri, mengitari kebun mencari-cari rambutan yang menggerombol namun tergantung rendah.
"Lo seenak ati banget ngambil rambutan di kebun orang." Abil ikut berdiri, mengikuti Arza sambil menjaga jarak dari pohon.
"Kebun paman gue ini," jawab Arza. Kemudian dia berlari kecil menemukan apa yang dicarinya.
Arza sedikit berjinjit, menarik lepas ranting yang penuh rambutan. Dia segera berlari ke tempat dia duduk tadi, lalu membanting apa yang dia bawa. Membiarkan semut-semut merangkak keluar dari mengerumuni rambutan.
Abil mengangkat kedua alisnya sambil membuka mulut, menarik napas pelan dari sana. Lalu mengembuskannya. Tingkah Arza sangat ajaib.
Melihat Arza duduk, Abil kembali jongkok. Dengan jarak yang cukup jauh dari Arza.
"Lo mau?" Arza menyodorkan sebuah rambutan, membuat Abil menarik mundur tubuhnya.
"Nggak. Gue nggak suka," ucap Abil. Arza kembali menarik tangannya, lalu mengupas rambutan dan menikmatinya sendiri.
Abil memperhatikan Arza yang menghabiskan rambutan sendirian tanpa menghiraukannya. Sesekali melempar kulit rambutan atau bijinya ke lubang sampah. Tanpa meleset.
"Lo, kenapa nggak suka rambutan?" tanya Arza tiba-tiba.
"Soalnya nggak enak rasanya. Banyak airnya." Abil bergidik sendiri membayangkan dia memakan rambutan.
"Sa.lah!" Arza melempar kulit rambutan ke arah Abil, membuat cowok itu spontan meloncat berdiri. Lalu mendengkus kesal pada Arza yang cekikikan. Abil menendang kulit rambutan di depannya ke dekat lubang sampah di tanah.
"Harusnya kalokk ada yang tanya, 'kenapa nggak suka?' Jawab pake jawaban yang nggak jelek-jelekin si objek, atau jawab aja, 'ya karna emang nggak suka,' gitu," ucap Arza sambil kembali membuka kulit rambutan berikutnya.
"Kenapa?" Abil kembali berjongkok.
"Karna waktu kamu nggak suka sesuatu, bukan berarti kamu boleh jelek-jelekin si sesuatu itu. Emang Lo pernah makan rambutan?" tanya Arza, melemparkan biji rambutan dengan santai ke lubang sampah.
Abil menggeleng, membuat Arza berdecak.
"Kalo lo belom pernah makan ngapain bilang nggak enak, Ogeb!" Arza melemparkan sebuah rambutan, membuat Abil kembali meloncat berdiri sambil memaki pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
3 Dimensi
Teen FictionTentang Arza, yang kehilangan alasan untuk memikirkan masa depannya. Dan tentang Abil, yang membuang masa lalunya, pun memilih persetan dengan yang namanya masa depan. Tentang mereka, yang tidak mampu lepas dari ego dan rasa, mengalahkan keberadaan...