Arza menatap pantulan dirinya sendiri di cermin. Pandangan matanya terkunci pada rambut sebahu, lebih panjang sedikit, yang menggantung di lehernya.
Arza menggigit salah satu ujung bibir bawah. Kemudian, dia menghela napas ke atas, meniup poninya yang sekarang rata di sebatas alis. Dia agak tidak menyukai gaya rambut barunya. Membuatnya terlihat sangat mirip dengan mamanya. Membuatnya terlihat mirip seperti wanita-wanita penuh keeleganan, yang bergerak cepat dengan banyak kesibukan.
Padahal, Arza lebih suka kalau dia mirip dengan kakak perempuannya. Yang terlihat manis dan lemah lembut.
Oke, tidak akan bisa.
Sesuai kata papanya, Arza seperti kloningan mama. Mulai dari wajah sampai sifat-sifatnya. Bedanya, mamanya itu tau mana sifat yang perlu ditunjukkan dan mana yang tidak. Kapan harus di tunjukkan dan kapan tidak.
Arza mengembuskan napas. Sedikit menyesal mengikuti ajakan mamanya tadi sore untuk pergi ke salon. Sekarang, rambut bergelombangnya—satu-satunya hal yang sama dengan Ariza—sudah tidak ada.
Arza berbalik, lalu menatap intens baju-baju yang terserak di atas kasurnya. Dia berkacak pinggang, seolah menunggu jawaban dari baju-baju itu perihal baju mana yang pantas di pakainya.
Pandai melukis tidak lantas membuat Arza dapat dinilai pandai dalam seni. Karena nyatanya, dia lebih dari payah soal fashion. Sejak dulu, Arizalah yang selalu membantunya memilih pakaian saat akan bepergian.
Dan lebih parah lagi, Arza tidak tau pakaian seperti apa yang pantas dipakainya untuk bisa tetap mempertahankan image-nya sebagai seorang Arza yang ketus dan dingin. Sejak berubah, Arza belum pernah menghadiri pesta apapun untuk menggantikan orangtuanya. Sementara dulu, pakaian yang dipakainya untuk pergi ke pesta bersama Ariza adalah pakaian-pakaian penuh warna yang terlihat ceria dan hangat.
Dan sekarang, masalah bertambah satu. Potongan rambut baru Arza. Karena masalah itu, bertambah satu lagi pertanyaan. Pakaian mana yang cocok dengan gaya rambut seperti ini?
Arza memang cuek soal penampilan. Pakaian yang nyaman dipakainya, akan di pakainya. Peduli setan dengan tanggapan orang. Aslinya dia memang begitu.
Tapi, Ariza selalu berpesan kalau mereka tidak bisa sembarang mempermalukan nama keluarganya di acara resmi, seperti yang akan didatanginya malam ini. Dan Arza tau perkataan kakak perempuannya itu benar.
Bagus, sekarang Arza dilanda dilema.
Apa aku pake gaun aja? No, no. Aku benci gaun. Ribet. Tapi apa?! Ini baju semuanya bikin aku tersugesti buat jadi hangat.
Kalo mau make jeans, sebenernya Mom bener juga sih. Ini si Omnya tuh temen kerjanya Dad. Nggak sopan kalo make jeans.
Masa mau make kemeja sama rok? Ini pesta loh. Duh, malah bikin kesan kampungan kalo make begituan. Bakalan keliatan lusuh banget nggak, sih?
Oke. Sekarang gini aja. Bayangin, Ariza dalam posisi ini. Baju apa yang bakal dia pake?
KAMU SEDANG MEMBACA
3 Dimensi
Teen FictionTentang Arza, yang kehilangan alasan untuk memikirkan masa depannya. Dan tentang Abil, yang membuang masa lalunya, pun memilih persetan dengan yang namanya masa depan. Tentang mereka, yang tidak mampu lepas dari ego dan rasa, mengalahkan keberadaan...