Bagian Awal

67.9K 2.4K 16
                                    

Haloha Wattpaders. I'm back. Yahh meski ini terdengar menjengkelkan karena pernah buat kalian kesal, tapi aku mau bilang kalau cerita ini aku publish ulang.
 

Jadi enjoy kembali untuk membaca cerita ini, semoga senang dan suka ya. Ini No Edit (soalnya gi males xixixi). Alur masih sama :)

New Story
Maaf Typo
Happy Reading
_________________________

Dia Yang Tak Dikenal
_________________________

|Alle POV|

Hari ini jadwalku amat padat. Bahkan pekerjaan yang kutargetkan akan selesai nanti sore malah kini membuatku kelimpungan. Aku bahkan sudah menerima pesan dari teman satu pekerjaanku. Ia terus mengirimi aku pesan yang mengatakan aku harus segera datang ke tempat kerjaku.

Aku mendesah pelan menghadap jendela disebelahku. Dosen paruh baya itu belum mengeluarkan sepatah kata untuk mengakhiri kelas. Ini sudah terlambat lima belas menit dari waktu yang aku rencanakan. Bahkan dosen itu kini sedang berceramah tentang berbagai hal yang membuatku ingin segera keluar dari kelas itu secepat mungkin.

Aku kembali menatap kearah dosen itu. Rasa kesal menyeruak di dalam hati. Ditambah seseorang melemparkan sesuatu ke kepalaku. Tunggu!! Seseorang telah melempari kepalaku. Aku melihat kebawah kakiku. Ada batu kerikil kecil. Aku mengambil batu itu dan melihat kearah jendela.

'Ternyata dia ... ' Ungkap batinku. Perasaanku seketika lega. Meskipun setengah hati ini jengkel dengan kelakuannya yang sedikit usil itu.

Erik, dia teman lelaki yang paling dekat denganku. Bahkan kami sempat dibicarakan berpacaran tapi nyatanya kami belum pernah menjalin hubungan seperti itu. Mungkin karena kedekatan kami berdua setiap hari yang membuat beberapa orang di kampus menganggap kami menjalin hubungan.

Aku menatap lelaki itu dengan tatapan memohon. Ia membalas dengan tatapan bertanya. Kami sering melakukan hal ini. Membuatku merasa seperti mempunyai ikatan batin dengannya walaupun hanya berkomunikasi dengan mata.

"Aku ingin bekerja." Bisik ku amat pelan kepadanya yang entah didengar atau tidak. Tapi, sepertinya ia mengerti apa yang ku katakan lelaki itu mengangguk. Lalu pergi dari jendela yang berada disampingku.

"Permisi pak," Sungguh mendengar suara Erik yang menggelegar di dalam ruang kelasku membuatku berjengit kaget.

"Iya ada apa?" Ucap Dosen itu yang telah berhenti ceramah. Kulihat beberapa teman-temanku menghela nafas lelah. Mereka seperti terbebas dari penjelasan panjang tersebut. Kemudian aku mengalihkan pandangan ke Erik yang kini berbincang dengan Dosen itu. Tampak dosen lelaki paruh baya itu mengangguk.

"Baiklah, sepertinya saya sudah melewatkan beberapa menit jam istirahat kalian. Baiklah, sekian materi hari ini. Selamat siang!" Dosen itu mengambil buku yang ada di meja.

"Iya pak." Sahut satu kelas. Ketika Dosen itu pergi menghilang dari hadapan kami sekelas mereka langsung menghembuskan nafas kasar dan sibuk mengbrol satu sama lain.

"Hei!" Panggil Erik

"Iya? Eh, makasih ya buat yang tadi. Kamu udah mau bantu aku. Yaudah aku duluan ya. Nanti kalo kamu datang ke caffe biasa aku yang teraktir deh. Bye, Erik sayang!!" Aku berjalan melewatinya sambil memberikannya kecup jauh. Aku segera pergi ke parkiran.

Aku tersenyum melihat sepedaku yang terparkir rapih. Meski sudah sedikit tua aku bersyukur masih memiliki kendaraan untuk berangkat kuliah tanpa harus menghabiskan biaya lebih untuk menaiki kendaraan umum.

Setibanya di sebelah caffe aku memarkirkan sepedamu itu. Lalu berjalan menuju dapur caffe. Aku menemui temanku yang sedari tadi mengirimiku pesan. Aku sempat berterimakasih pada dirinya karena telah membantuku. Aku mulai bekerja hingga nanti malam aku akan pulang kembali kerumah.

-•••-

Harapan tinggalah harapan. Kenyataan aku bisa pulang jam sembilan malam berubah. Apa yang kurencanakan sama sekali tak dapat mengubah takdir. Hal ini bisa dibuktikan daritadi pagi bahkan sekarang.

Aku berdiri di sebuah tempat yang belum pernah aku masuki. Aku sungguh lupa dengan pekerjaan di malam minggu yang mewajibkanku mencuci piring di sebuah bar dengan gaji yang lumayan. Seminggu yang lalu aku melamar pekerjaan dan baru hari ini aku benar-benar masuk tempat haram seperti ini.

Aku menghela nafas dan menguatkan diri. Baru selangkah hatiku sendiri nampak gelisah terbukti dari tanganku yang berubah dingin. Namun aku kembali menguatkan diri dan berkata 'semua akan baik-baik saja'. Dan aku mengepalkan kedua tangan untuk melepas rasa gelisah.

Aku pun masuk ke bar itu lewat pintu belakang. Awalnya aku terkejut karena banyak sekali pasangan yang menurutku belum ada hubungan tengah make out. Dan jugaawalnya aku begitu jijik dengan apa yang merka lakukan tapi, aku telah memutuskan untuk acuh terhadap hal-hal yang tidak pantas aku lihat.

Aku berjalan lagi kedapur dan bertemu dengan dua orang. Satu laki-laki berbadan besar dan satu lagi seorang wanita wajah seperti layaknya nenek. Aku tersenyum kepada keduanya. Lalu meletakkan tas slempangan di gantungan. Dan memulai pekerjaan.

Tak terasa dua jam sudah aku bergelut dengan piring kotor dan gelas beraroma alkohol yang harus dicuci lebih extra agar baunya hilang. Kini aku bisa bebas pulang meskipun bar ini belum tutup. Aku mengambil ponsel di dalam tas dan melihat waktu di layar ponsel. 23:23 . Aku mengambil tas slempangan sesudah pamit pada Bos dan juga kepada dua orang yang bersamaku sejak dua jam lalu.

Saat aku keluar lewat pintu belakang bar, kakiku bertabrakan dengan pemilik sepatu pantofel. Aku mendongak, tanpa aba-aba orang itu mencium bibirku rakus. Aku tak sempat melihat wajahnya, aku hanya menutup kedua mata. Bukan! Bukan karena aku menikmati tapi karena aku terkejut. Bahkan urat sarafku terasa kaku. Namun secepat mungkin aku mengambil seluruh kesadaran dan keberanian. Ku dorong lelaki itu. Tanpa menoleh kebelakang aku berjalan menuju sepeda sambil menangis. Aku tidak ingin merasa seperti wanita gampangan yang mau saja dicium oleh lelaki itu.

Kini aku tersadar, tidak semua pekerjaan yang baik ditempatkan di tempat yang salah. Dan aku salah dalam memilih tempat bekerja. Aku menyesal memaksa diri untuk berkerja disana. Sangat amat menyesal, aku tidak ingin mengulanginya lagi. Tak akan lagi aku mau jatuh di lubang yang sama. Ku percepat langkah ku yang terasa lambat untuk mendekati sepeda ku itu.

Namun lagi-lagi aku merasa ada suatu kejanggalan. Saat ingin menunduk kr bawah seseorang membekap mulut dan juga hidungku. Dan bau dari benda yang digunakan untuk membekapku itu membuatku merasa pusing. Kian lama pusingnya menjadi,  tak lama kemudian aku pingsan. Tapi sebelum aku pingsan aku mendengar suara berat lelaki itu.

"Kan ku buat kau menjadi milikku untuk selamanya sayang ... " Dan akhirnya netraku tertutup sempurna.

***
Bersambung...

An/

Cerita baru guys, hmm semoga banyak yang suka ya...

Next 1k vote ya,

Kamis, 1 Maret 2018
19:02 WIB

Revisi : 1 Maret 2019

Dia Yang Tak Dikenal | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang