Setelah menganggap bahwa Study tour ke Negeri Gingseng Korea adalah hadiah ulang tahun yang diberikan Tuhan kepadanya. Entah kenapa sekarang Airin malah merasa bahwa ini bukanlah hadiah tapi hukuman. Beberapa hari yang lalu ia tertinggal oleh rombon...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Chapter 2 : Namsan Tower
🌸🌸🌸
Seluruh siswa berkumpul di koridor hotel. Saat ini larut, dan mereka dikumpulkan selarut ini bukan tanpa alasan. Para siswa diperintahkan untuk berdiri menghadap dinding. Guru pembimbing sudah hampir setengah jam mengoarkan pidato amarah kepada seluruh siswa.
"Saya kecewa." Sebagian siswa membuang napas malas. Dia sudah kesekian kalinya mengulang kata itu. "Heh kamu!" Serunya menunjuk Railly. "Rai, Menghadap kedepan." Railly mendengus saat sang guru memerintah dengan menyingkat namanya, ia benci dipanggil seperti itu karena mirip dengan nama seorang pria.
"Ya ampun, gue pusing banget." Keluh Railly saat kembali menatap dindin.
"Tutup mata lo." Railly melirik ke arah kanan. Menemukan sosok Airin yang tampak sangat tenang. Railly mengikuti saran gadis yang ada di sampingnya, ia memejamkan mata dan mulai merasakan efeknya. Ia mengangguk dan membenarkan kata Airin.
"Dari mana kalian dapat soju itu?!" Ucap pak Suroyo dengan nada tinggi. Namun tak satupun yang menjawab. "Jawab!"
Kini Airin yang mendengus. "Yang salah siapa yang dihukum siapa."
Pak Suroyo menggeleng. "Tadi suara teriak-teriak kalian kedengeran sampe di kamar saya, sekarang dimana suara kalian. Coba tunjukan!" Pak Suroyo sedikit merendahkan suaranya namun nada tegasnya masih sangat kentara. "Baru tadi sore sampe sudah buat kegaduhan tengah malam." Lelaki tua itu mulai berjalan bolak-balik melewati para siswa yang memunggunginya.
"Coba angkat tangan kamar siapa tadi yang kedapatan soju dan rokok!" Perintahnya yang membuat lima siswa dengan ragu mengangkat tangan. "Umur berapa kamu?"
"16 Pak." Pak Suroyo menghembuskan napas prihatin. "Jangan malu-maluin indonesia ya. Masih belum cukup umur tapi kelakuan kamu kayak gini."
Pak Suroyo berjalan kearah Bu Neni dan menghentikan amarahnya saat wanita mengode agar mengambil ahli pembicara. Lantas para siswa memanfaatkan waktu berharga ini untuk merenggangkan leher dan merilekskan mata mereka yang sudah pusing terlalu lama memandangi dinding.
"Bagaimana? Semuanya sudah aman?" Tanya Pak Suroyo yang membuat Bu Neni mengangguk.
"Tapi saya mau bicara sebentar dengan salah satu siswa." Pak Suroyo mengangguk mempersilahkan.
"Airin." Seru Bu Neni yang membuat si pemilik nama menoleh. Wanita itu memanggil Airin masuk kedalam kamar nomor 107 tempatnya tidur dengan Railly malam ini.
"Ada apa Bu?" Bu Neni menyuruhnya duduk sebelum menjawab pertanyaan Airin. "Apa ada yang salah dengan barang bawaan saya?" Lanjutnya.
"Kamu kenapa membawa barang seperti ini?" Wanita itu berujar ramah dan menyulurkan benda yang ia maksud.
Airin membelalak dan menjawab pertanyaan itu agak kikuk karena terkejut. "Ah, ini punya ayah saya Bu," ia mengambil map itu dan melihat isinya jika masih lengkap.