Chapter 19

188 41 7
                                    

Chapter 19 :Real life

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 19 :
Real life

🌸🌸🌸

Airin meremas pegangan pada koper ditangannya. Rasa takut mampu membuat dadanya terasa begitu sesak. Jatungnya seakan memompa darah lebih cepat dari biasanya.

Saat ini, Airin berada didepan rumahnya. Rumah yang selama ini ia rindukan. Airin menghembuskan napas beratnya dan mencoba membuka handle pintu utama rumah setelah bergelut dengan rasa takut didalam dadanya.

Namun, bukannya merasa lebih tenang dan bahagia saat membuka pintu itu, Airin malah menatap miris keadaan dihadapannya. Lampu ruang tamu yang remang, televisi yang dibiarkan terpasang tanpa siaran, bau alkohol dan ratusan puntung rokok berserakan dimeja bahkan dilantai. Airin hanya dapat menghela napas dan menahan rasa pilu didalam dadanya.

"Baru pulang?" Mata Airin langsung menatap kesumber suara. Pria itu, terlentang diatas sofa. Cahaya dari televisi membuat Airin dapat melihat raut wajah pria itu.

Dan, itulah kata sambutan yang pertamakali dilayangkan pada Airin. Hanya itu, tidak ada kalimat dan raut wajah kekhawatiran yang selama ini Airin ekspetasikan.

"Kamu nggak capek apa kabur dari rumah terus?" Airin hanya memandangi pria mabuk itu dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Pria itu, tampak sama sekali tidak memperdulikannya. Sama sekali tidak ada rasa khawatir sedikitpun. "Lari kemana lagi kamu selama ini? Hah?"

Airin menatap sejenak pria itu. Ia mengusap jejak airmatanya yang entah lolos sejak kapan.

Mungkin, Airin harus membiasakan dirinya lagi dengan keadaan seperti ini, bukankan ini sudah menjadi rutinitasnya tiap hari?

Airin memejamkan matanya sejenak, menepis rasa sesak dalam dadanya lalu berjalan melewati pria itu tanpa sepatah katapun.

Baru saja gadis itu menaiki satu anak tangga, ia tersentak oleh bunyi pecahan kaca yang sengaja dibanting. "Dasar anak jalang! Tidak tau diuntung!"

Tangan Airin gemetar, hatinya seakan meletup saat kata itu memasuki gendang telinganya. Sudah cukup lama ia tak mendengar kata itu, dulu ia terbiasa tapi sekarang entah mengapa rasanya begitu sakit.

Airin berbalik menatap pria itu yang hanya terkapar lemah disofa ruang tamu namun tatapan pria itu terlihat penuh dengan amarah dan kekejaman.

"Entah kenapa aku merasa beruntung Bunda pergi lebih cepat." Airin menelan salivanya menahan tumpukan air mata yang membendung kantung matanya. "Sepertinya Tuhan sangat menyayangi bunda, Tuhan nggak ingin melihat bunda menyesal telah menikah dengan monster seperti ayah." Airin hanya menutup matanya saat satu lagi gelas kaca dilemparkan kelantai bersamaan dengan suara teriakan ayahnya.

Miracle [Unpublish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang