prolog 2

2.9K 511 36
                                    

Pagi ini Sooji menghela napasnya lega, pasalnya ia tak melihat batang hidung Soojung setelah kejadian kemarin siang di cafe.

Sooji masih merasa tak ingin bertatap muka dengan Soojung, ia tahu jika gadis itu tak akan menampakkan diri di depannya hingga segala emosinya luruh. Namun sepertinya untuk saat ini, Sooji tak dapat memaafkan Soojung semudah ia memaafkan soojung ketika merebut permen kapasnya. Untuk kali ini mungkin ia tak dapat lagi memaafkan kesalahaan Soojung.

Sooji tahu jika tidak ada satu orang pun yang ingin menjadi orang ketiga? Perusak hubungan orang lain? Tuhan, menciptakan setiap manusia bersama haknya untuk mencintai dan dicintai, Soojung tidak sepenuhnya bersalah disini. Ia hanya tak mampu mengendalikan rasa gemuruh di hatinya, rasa ingin meledak ketika bertemu seseorang yang memang di pilih langsung oleh hati kecilnya. namun, keadaan dan waktu yang tidak tepat. Ia harus merasakan itu semua ketika orang yang dipilih langsung oleh hatinya masih milik hati lain.

Ia bersalah karna tak mampu mengendalikan hatinya sendiri, ia tak mampu menekan ego nya yang semakin hari semakin memuncah, ia bersalah karna larut akan semua sisi negatif dalam dirinya.

Memilih mengungkapkan kebahagiaannya tanpa mempedulikan kebahagiaan orang lain.

Jika saja Soojung mencintai Mingyu sejak awal, sejak rasa cinta yang dimiliki Sooji tak sebesar ini. Mungkin Sooji akan merelakan dan melepaskan Mingyu dengan tangan terbuka. Menyerahkan laki-laki itu tanpa rasa sakit dan kecewa sedalam saat ini.

Gadis itu terlalu dalam menggoreskan sayatan di hatinya, Soojung telah menghancurkan semuanya. Menghancurkan kepercayaan, hati dan kasih sayangnya.

Ia mungkin akan merelakan dan melepaskan Kim Mingyu begitu saja jika pria itu bermain api dengan wanita lain.

Bagaimana bisa ia menjadi wanita terbodoh di dunia ini, ia tak sedikitpun menaruh rasa curiga terhadap keduanya. Bahkan ketika ia pergi kuliah pagi meninggalkan Soojung di apartement bersama Mingyu yang mengeluh meriang dan memilih beristirahat di apartementnya. Sooji percaya jika Mingyu menyayangi Soojung sebagai seorang adik seperti yang selama ini ia lakukan. Tapi semuanya salah, Sooji terlalu percaya dan terlalu mudah di perdaya. Kepercayaannya di salah gunakan hingga sejauh ini.

Ia benci Soojung dan Mingyu. Itu yang saat ini hatinya rasakan. Lima kata yang seakan terus berputar di dalam hati dan otaknya.

Sooji mengacak rambutnya geram, cara apa yang dapat ia lakukan untuk membalas sakit hatinya terhadap Soojung dan Mingyu?

Ingin rasanya ia memisahkan mereka berdua, sempat tersirat di hatinya untuk menjauhkan Mingyu dari Soojung. Jika ia tak dapat memiliki pria itu maka Soojungpun tak berhak memilikinya.

Rasa cinta yang selama ini ia berikan terhadap Mingyu tulus apa adanya, ia mencintai pria itu teramat besar. Sooji bahkan sempat berseteru dengan ibunya ketika untuk pertama kalinya ia memperkenalkan Mingyu di hadapan ibu dan ayahnya, Ibunya mengatakan jika ia sedikit tak menyukai sosok Mingyu. Ibunya merasa jika Mingyu tipe pria keras dan pencemburu namun Sooji tak terima akan hal itu.

Sooji memilih merajuk dan mendiami ibunya selama seminggu penuh hingga ibunya memilih mengalah dan meminta maaf.

Sooji meringis mengingat hal itu, ia merasa bersalah terhadap ibunya. Feeling seorang ibu memang tak pernah luput. Ia menyadari jika Mingyu adalah pria keras kepala, pecemburu dan sedikit pemaksa.

Entah mengapa Sooji bertahan dengan pria seperti itu selama empat tahun lamanya.

Suara bel apartement berbunyi memekakan telinga, membuyarkan gelembung lamunannya. Sooji bangkit dari posisi berbaringnya dan berjalan kearah kaca rias di sebelah pintu kamar. Ia mencoba merapikan rambutnya yang kusut dan mengusap wajah sembabnya. Menangis dari sore hari hingga menjelang pagi benar-benar membuatnya terlihat seperti Zombie. Sooji berharap siapapun tamunya nanti, ia tak akan lari melihat penampakannya saat ini.

IRISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang