Eve menghembuskan napasnya dengan gusar. Dirinya sudah memakai perlengkapan untuk melakukan operasi, sudah siap pula untuk masuk ke dalam ruang operasi itu -bersama timnya. Tapi satu hal yang membuatnya tidak yakin untuk melakukan operasi itu, resikonya begitu banyak.
"Kalian sudah tahu kondisi pasiennya kan?" Eve memastikan pada tim operasinya yang tampak sama gusarnya dengan Eve. "Mengidap ebola, gagal jantung, dan keberhasilan operasi itu hanya 2%." Lanjut Eve, tanpa menutupi apapun dalam ucapannya.
Surat persetujuan melakukan operasi sudah ada dalam genggamannya -dimana tanda tangan yang tertera disana adalah milik Itou. Setelah tadi berusaha mengembalikan sedikitnya degup jantung Amatsuki yang sempat hilang, Eve dalam diam memperkirakan lagi berapa persen yang bisa ia janjikan untuk keberhasilan operasi -yang sepertinya kurang dari 2% tadi.
"Eve-san.. mengoperasi pasien ebola itu.. bukannya sangat beresiko?"
Eve menoleh pada rekan tim operasinya. Sebuah anggukan ia gunakan untuk membalas pertanyaan itu. Ya memang tidak bisa dipungkiri lagi, mengoperasi seseorang dengan virus memang sangat berbahaya. Semua hipotesis buruk akan muncul pasca operasi, entah itu pada pasien maupun dokter yang menanganinya.
"Apa boleh buat kan.." hanya itu yang bisa dikatakan Eve. Karena dalam tugasnya ia tidak bisa memilih milih pasien, dan ia juga bukan tipe orang yang memaksa seseorang untuk melakukan tugasnya dengan benar.
"Jika kalian takut kalian boleh mundur." Lanjutnya.
Rekan-rekan Eve saling berpandangan, menimbang-nimbang apa yang harus mereka lakukan dalam situasi ini.
"Yah.. karena aku tidak bisa menjamin kesehatan kalian setelah ini.""A-aa.. Eve-san-"
"Biarkan aku jadi asisten bedahmu." Tiba-tiba satu suara mengalihkan perhatian mereka.
Di lorong ruang operasi yang sepi itu tengah melangkah seorang dokter, yang kepopulerannya langsung melunjak sejak pertama kali masuk.
"Soraru-san?"
Soraru sudah lengkap menggunakan perlengkapan operasi juga, dan di tangannya pun sudah ia genggam vaksin yang akan sangat berguna. Sesaat Eve merasa heran, karena dulu ia mendapat desas-desus kalau Soraru adalah dokter yang pilih-pilih. Tapi ternyata tidak juga?
"Aku pernah berurusan dengan pasien ebola sebelumnya, dan aku punya ini." Soraru menunjukkan botol kecil yang ada di tangannya. "Vaksin." Jelasnya.
Eve pernah mendengar itu, vaksin ebola dari WHO yang belum diproduksi lagi sejak tragedi peperangan di Timur Tengah. Dan ternyata Soraru memilikinya? Selintas ingatan muncul di benak Eve.
"Apa jangan-jangan kau-""Iya, tapi nanti saja kita bicara. Mau sampai kapan kita membiarkan si bocah bedah itu menunggu untuk dioperasi?"'
Dan Eve pun akhirnya bisa bernapas lega karena persentase hipotesis hasil operasinya sedikit bertambah berkat Soraru -dan vaksin yang ia bawa.oOo
Luz masih menatap rekap medis milik Amatsuki di tangannya. Karena ia tak habis pikir kenapa Amatsuki bisa tiba-tiba gagal jantung di saat seperti ini, menambah masalah yang belum selesai saja. Dan ya, ternyata Amatsuki memang memiliki riwayat penyakit jantung. Dalam hati Luz hanya bisa menyalahkan dirinya kembali. Merasa gagal dengan status dokter yang ia sandang.
Dirinya yang duduk di kursi lobi rumah sakit hanya bisa menatap gusar setiap orang yang berlalu-lalang di depannya. Seketika mengingat tekad yang pernah menjadi pegangannya mengejar mimpi -mimpi untuk ikut andil dalam jajaran pemimpin di rumah sakit ini. Mimpi yang sebenarnya milik mendiang ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Scalpel
Fanfiction[ UTAITE FANFICTION COMPELETED ] Dokter bedah arogan yang jenius itu, Soraru. Dan dokter anestesi andalan rumah sakit tersebut, Aikawa Mafuyu. Sayangnya mereka berdua berada di tim yang berlawanan, untuk mempertahankan reputasi dan eksistensinya di...