Part 14

1.5K 179 32
                                    

Soraru mencoba menggerakkan tangan kanannya yang terluka. Luka sayatan yang cukup dalam di sana nyatanya semakin terasa ngilu saat sengaja digerakkan. Dan ia jadi sedikit tidak yakin akan bisa melakukan operasi dadakan ini dengan cepat. Apalagi luka itu tergores memanjang bukan hanya di bagian telapaknya saja.

Namun tak ada pilihan lain selain ini, tak ada dokter bedah lain yang akan diperbolehkan mengoperasi sang anak presiden. Maka Soraru harus tetap bertindak profesional, mulai memakai sarung tangan karet untuk operasi ーmengenakannya dengan hati-hati agar tak menekan luka di telapak tangannya.

Sedangkan Mafu, dalam kondisi ini tak bisa melakukan apapun. Ya meski sebenarnya ia yang lebih dulu mengobati tangan Soraru namun dirinya tetap tidak merasa melakukan apapun. Ia masih merasa semua ini salahnya, tak mampu menahan trauma Sou. Tak mampu membujuk dengan benar. Tak mampu untuk setidaknya membiarkan dirinya saja yang dihujam pisau bedah itu. Maka pandangannya sudah mengabur berkali-kali, melamun. Sampai Soraru harus berkali-kali pula menepuk bahunya pelan ーmeyakinkan pemuda itu agar tak terlalu memikirkan insiden tadi. 

"Fokuslah." Ucapnya meyakinkan. 

Perasaan Mafu serasa bergetar. Sebuah desir emosi membuatnya mengawang dalam manik biru yang menatapnya. 

"Mulai anestesinya." Interupsi Soraru, sebagai leader disana.

Mafu mengangguk, setelah sebelumnya menghembuskan napas di balik masker untuk menenangkan dirinya sendiri. 

Saat anestesi mulai bekerja, Soraru langsung fokus dalam bagiannya. Dirinya yang memang diberi kursi untuk melakukan operasi menjahit arteri ini berusaha menahan rasa ngilu dibalik sarung tangan karetnya. Setiap kali tangannya ia gunakan untuk membuka jalur di daging pergelangan tangan Sou, telapak tangannya serasa disayat semakin dalam.

Mafu memerhatikan dalam diam. Begitu juga keringat dingin yang mengucur perlahan di pelipis Soraru. Kekhawatirannya memuncak. 

"Tahan." Ucap Soraru pada Urata yang jadi asisten bedahnya hari ini.

Dengan cekatan pemuda bermanik hijau itu langsung menahan arteri yang tersayat, menahan pendarahannya.

Selama itu Soraru mulai memicingkan matanya baik-baik ーmenajamkan pandangannya untuk mulai menjahit luka menganga di permukaan tipis pembuluh darah.

Soraru mulai menggerakkan tangannya memainkan jarum jahit kecil yang sangat riskan jika salah sedikit saja. Meski dirinya pernah melakukan hal ini juga dulu, namun tetap saja ia tidak semestinya bersikap tenang yang berlebih. Jika dikatakan tenang, mungkin dari wajahnya Soraru memang terlihat tenang. Tapi nyatanya tidak dengan suasana hatinya. Apalagi mengingat setelah ini ia harus segera mengecek kondisi jantung Sou. Sebuah trauma akan mucul dengan apik setelah terjadi percobaan bunuh diri itu kan?

Sudah berkali-kali pandangan Soraru sedikit mengabur berkat pikirannya yang melayang kemana-mana. Untungnya hal itu tidak sampai memecah konsentrasinya. Dan berakhir dengan selesainya jahitan yang ia kerjakan di arteri Sou. 

Sekilas ia melirik pada keberadaan Mafu ーyang menatap gelisah padanya. Ia menyadari sesuatu, bahwa sarung tangan karet berwarna pucat yang sudah berlumuran darah operasi ditangan kanannya sudah dihiasi darah yang lain, dari dalam sarung tangan itu. Ah sepertinya luka itu kembali terbuka mengeluarkan darah. Maka dengan sebuah kode tatapan, Soraru menyampaikan kesanggupannya untuk bertahan sampai operasi selesai, bahwa dirinya baik-baik saja. Meski hal itu bohong.

Love ScalpelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang