Part 20

1.2K 162 10
                                    

'Soraru-san, aku sudah tahu siapa yang merencanakan pemecatanmu.'

Soraru membaca kembali pesan singkat dari Mafu pada ponselnya. Pesan itu pula yang berhasil menuntunnya melajukan mobil ke rumah sakit yang layaknya ia hindari. Melalui jendela mobil, ditatapnya gedung megah penuh malapetaka itu. Sebuah perasaan berkecambuk ngilu. 

Untuk sebuah keberanian samar yang tercipta dalam lubuknya, Soraru akhirnya turun dari sana. Ia mengenakan kacamata hitamnya dan melangkah tanpa ragu menuju ke dalam masa lalu --saatnya mengakhiri ini. 

Hembusan napas kasar semakin terasa sesak setelah sekali lagi mengingat pesan kedua dari Mafu. Emosinya seakan memuncak, langkah kakinya semakin lebar dibuat. Tanpa keraguan lagi ia melesat melewati lobi. Mengabaikan beberapa tatapan yang tertuju padanya.

'Orangnya adalah Luz'

Si brengsek itu..

Soraru menggertakkan giginya dalam diam. Rasa kesal jelas mencekik lehernya saat ini, sampai sesak, sampai Soraru muak dengan apa hanya membayangkan wajah pria yang membuat masalah dengannya itu. 

Tanpa goyah --bahkan saat berpapasan dengan Mafu- Soraru terus melesat menuju ruangan Luz berada. Ia abaikan keberadaan Mafu yang berusaha mengikuti arah langkahnya. 

"Soraru-san!" 

Tetap diabaikan. Bahkan sesampainya di depan ruangan Luz, Soraru langsung masuk kesana tanpa mengetuk sama sekali. Persetan dengan sopan santun, yang ingin ia lakukan sekarang hanyalah menghakimi pria tak waras yang menyulut api padanya. Dobrakan kencang terdengar, jelas Luz terkejut dengan kedatangan Soraru padanya. Sedangkan Mafu langsung terhenti di depan ruangan, tepat saat pintu tertutup otomatis.

Sunggingan senyum dramatis ditunjukkan oleh Luz. Ia bangkit dari duduknya di kursi kuasa. 

"Angin apa yang membawamu kemari, Soraru-san?"

Soraru melepas kaca mata hitam yang ia kenakan, kini dengan jelas menunjukkan sorot mata penuh amarah yang tertuju pada Luz. Kebenciannya memuncak.

"Kau menjebakku?"

"Hm? Menjebak apa? Aku tidak melakukan apapun padamu."

"Kau yang sengaja membuat skenario agar aku dipecat kan?"

Senyuman Luz terasa kaku sekarang. Lidahnya agak kelu.

"Apa buktinya kalau aku benar melakukan itu?"

"Ha. Kau habiskan berapa juta yen untuk membeli obat pemberhenti detak jantung?"

Perlu beberapa detik untuk Luz mengucurkan keringat dinginnya. Namun tetap, ia berusaha setenang mungkin menghadapi tajamnya tatapan yang mengarah padanya. Dirinya hanya tinggal memainkan beberapa skenario baru dengan kata-kata dan fakta yang ia punya. 

"Menurutmu kenapa aku melakukannya?"

"Karena aku tidak menginginkanmu sebagai dokter anestesiku?"

"Aa, kau cukup peka ternyata. Namun sayangnya bukan hanya itu alasanku melakukan itu."

"Lalu apa?"

Luz berjalan menghampiri Soraru, ia tepat berdiri di hadapannya --menunjukkan perbedaan tinggi yang terasa mengintimidasi. Tetap saja, persetan dengan itu. Bahkan Soraru mengabaikan posisi Luz sebagai sekretaris direktur saat ini. Menilai seseorang bukan dari tingginya jabatan yang ia dapat bukan? Meski perkataan itu tetap terdengar naif di dunia penuh kelicikan ini.

"Presiden memang ingin menghancurkanmu."

"Apa urusan presiden denganku sampai dia mau membuatku hancur?"

Love ScalpelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang