Part 22

1.2K 159 12
                                    

Mafu meneguk kembali alkohol dalam gelasnya, entah dari botol yang ke berapa. Pandangan matanya mulai tak fokus, disertai rona kemerahan yang menghiasi kedua pipinya. Sudah lewat tengah malam, namun dirinya masih betah berada di bar ini ーsendiri. 

Pikirannya masih kacau, itulah mengapa dirinya memilih terjun ke dalam alkohol agar besok pagi ia bisa sedikit melupakan apa yang Soraru katakan padanya senja itu. Ia ingin lupa. Ah bukan saja senja itu, tapi juga perasaannya. Sesaknya, perihnya, ia ingin lupakan semua gemelut perasaan yang terus mengecoh akal sehatnya. 

Seakan kembali jatuh pada lubang yang sama, padahal dirinya sudah menguatkan diri sendiri untuk tidak kembali jatuh. Sebab ia tahu rasanya kehilangan seperti apa. Seakan hatam dengan suara derit hatinya yang terluka. 

Sebuah perpisahan lagi yang menyapanya kala nyaman sudah ia rasakan. Harusnya ia sudah biasa akan hal itu kan? Jika ia waras.

Manik merahnya yang tak fokus terus memerhatikan setiap orang yang mulai meninggalkan bar satu per satu. Mungkin hanya dirinya yang akan tetap disini sampai hari berganti, sampai fajar menyongsong lagi. 

"Sedang ada masalah, Tuan?" Ucap seorang bartender yang menuangkan alkohol lagi pada gelas Mafu.

Sekilas Mafu membaca name-tag pemuda itu, nama Tomohisa terpampang disana.  

"Hn.." akhirnya Mafu menjawab, dengan malas tentunya.

"Dengan mabuk saja tidak akan menyelesaikan masalah kan?" tiba-tiba Tomohisa berkomentar sepihak.

Sejenak Mafu mendelik. Ia juga sadar akan hal itu, hanya saja pikirannya tetap memutuskan untuk mengambil jalan ini. Bodoh memang, tapi hanya dengan obat tidur tidak akan membuatnya tenang. 

"Ada 2 pilihan yang bisa anda pilih."

Kembali tatapan Mafu tertuju pada pemuda di hadapannya.

"Pertama, ajak orang itu bicara baik-baik dan katakan apa yang anda mau. Kedua, lupakan dia dan pergi menjauh."

Seakan bisa membaca pikiran, Mafu sama sekali tak memberi respon apapun setelah mendengarkan 2 pilihan yang bisa ia pilih sesuai keinginannya. Namun keraguan itu tetap mencekik lehernya, salah pilih sedikit saja akan langsung memberi efek terburuk dalam hidupnya yang sederhana. 

Tak lama, Mafu membenamkan wajahnya pada kedua tangan yang menyilang di atas meja. Dengan kepala peningnya ia menyiasati diri agar segera menghentikan aktivitas otak dalam berpikir. Cepat atau lambat hanya itu yang bisa ia lakukan. Untuk saat ini. Sampai waktu yang tidak ia ketahui.

oOo


Soraru menggantungkan kembali jubah dokter yang berhiaskan lambang rumah sakit tempat dirinya dipecat. Tak lama lagi mungkin dirinya akan kembali kesana, dengan atau tanpa balas dendam yang lain. Entahlah, yang ingin ia lakukan sekarang hanya mengakhiri rantai dendam ini dengan tangannya sendiri. Mengakhiri si sumber dendamnya. 

Siang tadi ia baru saja mendapatkan kiriman dari teman lamanya, berisi barang yang ia pesan. Dan kali ini, saat semua rencana dan flow chart sudah ia siapkan, akhirnya Soraru bisa memeriksa isi kiriman itu. Kiriman dengan kotak berukuran sedang. Perlahan ia buka kotaknya, dan dari dalam sana langsung terlihat sebuah pistol beserta peluru yang tampak apik tertata disana. 

Dirinya tahu, bahwa pistol ini memiliki daya guna yang tinggi untuk dijadikan senjata berburu. Persetan dulu dengan profesinya sebagai dokter, insting berburunya kali ini tengah kuat sampai setiap aliran darahnya pun terasa berdenyut oleh amarah akan dendam. 

Love ScalpelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang