Part 2

2.1K 240 43
                                    

Tadinya Mafu tidak ingin peduli sama sekali pada dokter bedah baru yang arogan itu. Tapi saat ini, saat mereka berdua entah kenapa berada pada satu meja di kantin rumah sakit, Mafu mulai memperingatkan diri sendiri untuk berhati-hati pada pria bermanik biru gelap di depannya ini.

Ya, ia tidak ingin menyalahkan penuhnya meja kantin ini sehingga mereka berdua harus berbagi meja, tapi beda ceritanya jika Soraru dengan seenak jidat meminta –ah bukan, menyuruh Mafu untuk membayar minuman yang ia pesan. Dengan alasan 'hadiah selamat datang' yang Soraru pakai, Mafu akhirnya benar-benar harus mengalah –untuk kali ini.

Sekarang keduanya tak terlibat pembicaraan. Mafu sibuk dengan menambahkan gula cair ke dalam kopinya dan Soraru sibuk dengan ponsel di tangannya. Wajah pria itu tampak serius, sampai tiba-tiba ia mengajak Mafu berbincang –tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

"Sudah berapa lama kau bekerja disini?"

"3 tahun."

"Aku dengar kau dokter anestesi terbaik disini."

"Hm."

Mafu tidak tertarik dengan alur pembicaraan ini, sungguh. Paling-paling nanti akan berakhir dengan aksi 'membanggakan diri' lagi seperti pertemuan pertama mereka kemarin.

"Sebenarnya aku punya pertanyaan untukmu," merasa lawan bicaranya tampak bosan, Soraru langsung mengganti topik.

"Apa?"

"Kenapa kau memakai tato dipipimu?"

Kali ini Mafu menatap Soraru dengan tatapan 'kenapa kau mempermasalahkan hal ini juga'.

"Ini bukan tato, ini tanda lahir."

"He? Kenapa tanda lahirnya barcode?"

"Ya mana aku tahu."

Soraru memasukkan ponselnya, mulai tertarik untuk memerhatikan lebih jelas tanda lahir yang menghiasi pipi kiri Mafu. Kemudian sunggingan senyum terlihat. Sukses membuat kedua pipi Mafu sedikit bersemu merah, kaget dengan senyuman Soraru yang tidak semenyebalkan biasanya.

"Aikawa Mafuyu, kelahiran 1991, dokter spesialis anestesi, tidak pernah gagal dalam operasi, tinggal di apartemen dekat rumah sakit ini, alergi kucing, punya tanda lahir di pipi kirinya."

"H-hey! Kau tahu darimana semua itu?"

"Aku? Kau tidak tahu kalau para perawat disini doyan mengumpulkan informasi tentangmu? Dan lagipula aku punya data pokok tim lawanku."

Mafu membelalak. Baiklah, ia mulai takut sekarang. Ternyata Soraru menyelidiki timnya juga.

"Jangan katakan kau juga tahu kelemahanku."

"Eh? Kau punya kelemahan? Apa apa? Aku belum tahu soal itu!"

"Ah salah aku mengawali pembicaraan ini,"

Mafu bangkit berdiri, membawa cangkir kopinya dan hendak meninggalkan Soraru. Ia harus benar-benar menjauhi pria itu sebelum semua tentang dirinya dibongkar habis-habisan dan dijadikan senjata untuk mengalahkan timnya nanti.

Namun sebelum Mafu berhasil untuk melangkah, Soraru langsung ikut berdiri dan mencekal tangan Mafu dengan keras. Salahnya, mencekal tangan yang Mafu gunakan untuk memegang cangkir. Alhasil Mafu yang cukup terkejut menumpahkan kopi itu –untung saja tidak sampai menjatuhkan cangkirnya. Tapi kopi panas itu mengenai tangannya sendiri. Mafu meringis, tangannya mulai perih.

Soraru melepaskan cekalannya perlahan. Baiklah, ia merasa bersalah sekarang.

Mata merah itu menatapnya tajam, penuh rasa benci.

Love ScalpelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang