Part 24

957 133 39
                                    

Soraru kembali melirik wajah pucat Mafu di sampingnya. Pemuda itu sudah sepenuhnya sadar dari obat bius yang Soraru gunakan selama melakukan pembedahan sederhana untuk luka di lengan atas Mafu. Saat ini mereka berada di dalam mobil, di depan rumah sakit. 

Dan Zimuin? Soraru sudah mengancamnya dengan apik agar pria setengah baya itu segera turun dari jabatan dan enyah dari hadapannya, pilihan terbaik yang ia berikan ketimbang kembali merangsek masuk untuk membunuh pria itu. 

Ah entahlah, mungkin dirinya akan berubah pikiran jika semuanya tak sesuai yang diinginkannya. Yang jelas saat ini ia harus membawa Mafu ke kamar inap, seseorang yang baru saja ditembak tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa perawatan. Sebenarnya bisa saja dirinya ia menuntun Mafu keluar mobil saat ini, jika saja di pintu masuk utama rumah sakit tidak dipenuhi oleh wartawan.

Oh ayolah ada apa lagi di rumah sakit ini sampai selalu saja ramai oleh masalah?
Soraru menghela napas, seketika mengecek suhu tubuh Mafu.

"Masih ingat semua yang terjadi 'kan?"

Mafu mengangguk. Tentu saja ia mengingat semuanya dengan jelas. Semua perkataan Luz, setiap detik saat Soraru tiba-tiba datang padanya, masih terekam dengan baik.

"Soraru-san.."

"Ya?"

"Kenapa kau ada di kediaman presiden?"

Tak langsung menjawab, Soraru terlebih dahulu mengalihkan perhatiannya ke luar mobil. Mungkin dirinya bisa menceritakan semua niatannya?

"Aku ingin membunuhnya."

Samar, Mafu tampak tersentak dengan jawaban Soraru. Ia kenal selama ini Soraru memang selalu menggodanya dan tampak menyebalkan, tapi untuk kali ini ia yakin apa yang dikatakan Soraru bukanlah jawaban asal yang dikatakan tanpa alasan jelas.

"...karena apa?"

"Semua penderitaanku, dia yang buat."

"Apa kau juga sudah tahu soal Sou-san yang disembunyikan presiden?"

"Tentu saja. Aku tahu semuanya."

Hening kembali. Mafu tak berani untuk sekedar menatap mata lawan bicaranya. Ini terlalu berat baginya, banyak kemelut yang enggan ia pikirkan. Banyak hal belum jelas. Dia tentu saja ia menyayangkan apa yang dikatakan Soraru.

"Kau.. akan melanggar janji doktermu demi membalas dendam?"

Sudah Soraru duga. Mafu, dengan etos kerja tinggi sebagai dokter, pasti mempertanyakan niatan Soraru yang sangat bertolak belakang dengan profesinya. Ia akui dirinya saat ini sudah tak ada bedanya dengan Zimuin, sama-sama penjahat yang ingin menghancurkan lawannya. 

Tapi Soraru merasa bahwa ini jalan yang harus ia pakai untuk sedikit memberinya pelajaran. Sudah terlalu banyak hal yang direnggut darinya gara-gara satu orang itu. Sudah terlalu lama dirinya dibayang-bayangi oleh rasa bersalah yang tak kian pudar. Dan dengan mata kepalanya sendiri pula, Mafu ーorang yang ingin ia lindungi selanjutnya, dilibatkan secara langsung dalam situasi riskan berujung maut. Ini sudah batas tolelirnya.

"Aku tidak pernah berimpian menjadi seorang penjahat."

Pandangan Soraru mengawang jauh.

"Dan aku yakin semua penjahat juga tidak pernah berimpian seperti itu."

"Lalu kenapa?"

"Apa yang akan kau lakukan jika semua orang yang kau sayangi direnggut oleh orang yang sama?"

"Mungkin.. akan aku lupakan."

"Melupakan? Semudah itu? Bagaimana dengan jiwamu yang berteriak meminta keadilan? Bagaimana dengan orang-orang yang kau sayangi itu? Yang mati dengan alasan yang tidak jelas, yang mati karena mereka hidup disekitarmu, kau akan tetap melupakannya?"

Love ScalpelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang