Itou menarik kerah kemeja Soraru dengan kasar. Bukan tanpa alasan, namun ia ingin meminta pertanggungjawaban pria bermanik biru kelam itu –terhadap kenyataan bahwa Amatsuki belum juga sadar sejak 2 minggu terakhir.
"Apa aku salah menyerahkan keselamatan Ama padamu?" ucap Itou geram, tepat menatap tajam Soraru yang hanya bertampang datar tanpa ekspresi maupun rasa bersalah.
Soraru membuang muka, tidak suka didesak seperti ini. Perlahan ia juga melepaskan cengkraman tangan Itou, membuat pria di depannya ini mundur dengan mimik yang masih terlihat geram.
"Kenapa kau tidak bisa bersabar sedikit lagi huh?"
"Bersabar kau bilang? Ini sudah 2 minggu dan tidak ada kemajuan sama sekali! Bagaimana aku bisa bersabar lagi?!"
Alis Soraru berkerut dalam, semakin kesal karena situasinya seakan memojokkannya saat ini. Jika saja di ruangan itu tidak ada Mafu juga yang mulai menatapnya kecewa, mungkin dirinya sudah memaki-maki atasannya ini dengan tidak manusiawi. Hembusan napasnya terdengar setelah sebelumnya mengacak rambutnya kasar.
"Dengar, pak direktur yang aku hormati. Si bocah bedah itu terjangkit ebola, punya riwayat penyakit jantung, dan telah dioperasi setelah mengalami gagal jantung. Apa logis jika semua yang telah ia alami bisa sembuh dengan cepat? Aku pernah membahas ini juga sebelumnya, bahwa kemungkinan dia akan mengalami koma untuk beberapa hari bahkan minggu. Dan kau juga sudah menerima penjelasanku itu tanpa protes, jadi kenapa sekarang kau meledak-ledak menuntutku?"
Mafu yang berdiri tak jauh dari ranjang tempat Amatsuki terbaring diam-diam menenggak ludah –merasakan aura berbeda dari Soraru saat ini. Sedikit membuatnya terkesima dan takut dalam waktu yang bersamaan. Sampai akhirnya tiba-tiba mata mereka bertemu –meski hanya sebentar.
"Aku sudah berjanji akan menjamin kesembuhannya, jadi diam dan tunggu saja."
"Kalau kau melanggar janjimu–" Itou kembali menarik kerah kemeja Soraru, mengancamnya lagi. " Aku pastikan kau akan angkat kaki dari rumah sakit ini dan hidupmu akan hancur."
Senyuman sinis Soraru keluarkan, andalannya. Semakin diancam, semakin dirinya tertantang.
Lakukan saja, sebelum aku menjungkirbalikkan posisimu disini.
Dengan kasar Itou melepaskan cengkramannya, berlalu pergi tanpa mau memandang Soraru lagi –yang dengan sengaja menunjukkan tampang arogannya lagi. Tak lama manik biru itu langsung tertuju pada Mafu, menatapnya dalam.
"Kau ada di pihak siapa, Mafu?" pertanyaan itu tiba-tiba terlontar.
Tak mau tenggelam di manik yang menatapnya, Mafu lekas mengalihkan pandangannya –kemana pun, asal tidak pada sosok pria yang mulai berjalan mendekatinya itu.
"Entahlah. Tapi aku mengerti apa yang dirasakan Itou-san sekarang." Jawab Mafu.
Ujung bibir Soraru naik, mulai menikmati alur pembicaraan ini.
"Tentu saja kau bisa merasakannya karena bocah bedah itu sahabatmu. Jadi–" Soraru memaksa Mafu menatapnya lagi "Kau juga akan mengancamku?"
"Aku rasa tidak."
"Karena? Kau memiliki perasaan spesial padaku?"
Mafu melotot, sedikit terlonjak dengan pernyataan itu. "A-aku tidak akan mengancammu karena kau sudah mencoba menyelamatkannya!"
"Hm? Kau bijak juga.."
"Aku mengatakan itu karena aku tahu keadaannya."
"Baguslah."
Soraru beralih menuju ranjang Amatsuki, mengecek kembali tanda vitalnya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan itu. Sedangkan Mafu masih berada di tempat yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Scalpel
Fanfiction[ UTAITE FANFICTION COMPELETED ] Dokter bedah arogan yang jenius itu, Soraru. Dan dokter anestesi andalan rumah sakit tersebut, Aikawa Mafuyu. Sayangnya mereka berdua berada di tim yang berlawanan, untuk mempertahankan reputasi dan eksistensinya di...