Part 25 (end)

1.5K 169 118
                                    

Luz berusaha melemaskan syaraf-syaratnya yang tegang. Sekuat tenaga tak menampakkan emosi apapun di depan Itou –meski sepertinya ia gagal. Nyatanya alis itu masih berkerut menatap pria yang tengah memanggilnya ke kamar inap itu. Nyatanya –meski Luz sudah menduga Itou akan membicarakan apa padanya, ia tetap merasa tidak terima. Sangat jelas tidak pernah nyaman dengan topik pembicaraan ini.

"A-apa kau bilang?" Luz mencoba menampar dirinya sendiri dengan kenyataan di hadapannya.

"Aku akan menyerahkan jabatanku padanya."

"Kau bercanda? Lalu bagaimana denganku? Bagaimana denganku yang sudah berusaha sampai posisi ini?"

"Aku yakin kau akan mendapat posisi yang memuaskan juga bersamanya."

Itou yakin Luz tidak akan langsung menerima keputusannya ini. Terlebih selama ini Itou memang tidak membicarakan apapun tentang masalah pewaris sah. Yang Luz tahu –dan semua orang tahu, tentu saja Itou menduduki posisi sekarang berkat garis keturunannya dari direktur terdahulu. Selain itu? Tak ada fakta apapun yang pernah terungkap.

"Aku harap kau mempersiapkan konferensi pers untuk ini."

Kembali, Luz mengenyit. Dari semua perintah Itou yang diterimanya, inilah yang paling tidak ia sukai. Persetan pada perasaannya yang labil ini. Sejenak Luz menyuguhkan senyuman hambarnya. Menampakkan tameng sekuat mungkin untuk bisa melakukan apa yang ia mau setelah ini.

"Baik, Itou-san."

oOo

Tak ada cahaya lembayung senja untuk menyambung siang hari dengan petang. Yang ada hanyalah gemerisik suara air hujan yang turun dengan cepat dari singgasana langit. Mafu baru saja terlelap setelah mendapat sedikit perawatan lanjutan di kamar inapnya. Dan Soraru tepat berada di sampingnya saat ini. 

Seakan sebuah dejavu, dimana mereka berdua berada di kamar inap yang sama –dengan Mafu yang terbaring dan Soraru menemaninya. Hanya bedanya saat ini dirinya bukan bertindak sebagai dokter, melainkan hanya sebatas saksi dan –temannya. Ya, ia pikir hanya itu. Sebab mau diakui seperti apapun tak pernah terjalin hubungan spesial diantara mereka –meski keduanya saling mengetahui perasaan masing-masing. 

Soraru yang berusaha menekan perasaannya –tak lagi main-main dengan romansa yang hanya akan merugikan semua orang. Dan Mafu? Entahlah. Ia ingin membenci Soraru jika saja hatinya tak berteriak menginginkan pria itu. Kenyataan bahwa mereka berdua harus berpisah terus berkemelut di dalam kepala. Sampai mata terpejam Mafu hanya ia gunakan untuk memberi jeda kecanggungan diantara mereka. Mafu tak sepenuhnya terlelap. Ia hanya menunggu Soraru benar-benar meninggalkannya sendiri. 

Hujan di luar sana semakin deras. Soraru tak yakin untuk sengaja menembus hujan demi segera mengemas barang-barangnya di rumah. Terlalu banyak resiko. Terlebih, masih ada rasa tidak tega untuk meninggalkan Mafu disaat seperti ini. Mafu adalah korban, yang semestinya tidak pernah terlibat dalam hal bahaya apapun jika saja dirinya tidak menarik pemuda itu ke dalam tim bedahnya. Ya mana ia tahu, bahwa Luz akan semakin menambah kebenciannya pada Mafu gara-gara satu kejadian itu. Maka ia ingin membuat dirinya bertanggung jawab setidaknya sampai Mafu keluar dari perawatan. 

Diam-diam Soraru menggenggam tangan dingin Mafu. Mengingat-ingat bagaimana rasa saat tangan itu digenggam. Dalam perpisahan yang akan Soraru buat, sejenak ia berpikir untuk sesekali memberinya kabar –itupun jika Mafu mau. Karena ia yakin setelah pembicaraan di mobil tadi, Mafu memupuk kekecewaan dalam padanya. Bagaimana tidak? Soraru yang sudah memulai ini, dan Soraru pula yang mengakhirinya. Tanpa meminta pendapat terlebih dahulu. Tanpa melibatkan lebih jauh. 

Detik demi detik bergulung menyusuri waktu. Soraru yang mulai bosan tiba-tiba memiliki niatan untuk menyalakan televisi. Seketika terpikir apa Zimuin sudah mulai melakukan apa yang ia perintahkan atau belum. Mungkin media akan membantunya mencari tahu. 

Love ScalpelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang