11

1.3K 132 25
                                    

Okta dan Gracia sejak kemarin sudah kembali ke rumahnya.

Gracia merasa sangat bahagia melihat sikap Vino pada anaknya.
Walaupun bukan anak kandungnya, tapi Okta sungguh menyayanginya.

Okta tidak akan tidur dan akan menimang Stefi hingga tertidur kembali jika Stefi rewel di tengah malam.
Okta akan bangun pagi-pagi sekali untuk mandi dan bermain dengan Stefi, ia juga membantu Gracia untuk memandikan anak mereka.

"Ota, Ge mandi dulu ya."

"Iya." Gracia menggelengkan kepalanya melihat Okta yang fokus bermain dengan Stefi. Jika sudah bersama Stefi, Okta akan menomorduakan dirinya.

Bosan mengganggu Stefi, Okta pun mengajak anaknya itu berbicara.
"Kamu bosen gak? Mau Papa denger cerita Papa gak?" Dengan sangat hati-hati, Okta menggendong Stefi.

"Stefi, sayang. Stefi sayang gak sama Papa Okta?" Okta tersenyum sambil mengusap pelan pipi anaknya.

"Papa saaayaang banget sama kamu. Kamu dan Mama kamu, harta paling berharga yang Papa punya di dunia ini. Papa gak akan janji apapun ke kalian, tapi Papa bakal buktiin kalau Papa bisa jadi suami dan Papa terbaik buat kalian." Okta menghela napas panjang. Pikirannya semakin kacau, hatinya terus di selimuti ketakutan. Ketakutan akan kehilangan orang-orang yang dicintainya.

"Jujur saat kamu lahir, Papa ngerasain bahagia dan takut secara bersamaan. Bahagia karena anak Papa lahir ke dunia ini dan takut karena.. Papa takut kamu ninggalin Papa. Papa berlebihan gak sih? Papa takut kamu lebih milih tinggal sama Papa kandung kamu daripada sama Papa. Kalau nanti kamu tetap ingin tinggal sama Papa kandung kamu. Setidaknya, Papa mohon untuk gak bener-bener ninggalin Papa. Kebahagiaan kamu, kebahagiaan Papa juga." Okta mencium kening anaknya penuh sayang.

Okta terkejut saat merasakan seseorang memeluknya dari belakang.
"Hilangin pikiran itu sayang."

Ya, Gracia mendengar semuanya. Sedari tadi ia menguping dari balik pintu kamar mandi.

Hatinya sangat sakit mendengar curahan hati suaminya itu. Ia bahkan tidak pernah berpikir untuk kembali pada lelaki yang sudah meninggalkannya itu.

"Ota udah janji sama Ge, kalau gak akan bahas itu lagi. Gak akan mikir gitu lagi? Kenapa sekarang gini?" Gracia menangis masih memeluk Okta.

"Lepasin dulu." Okta mencoba melepaskan pelukan Gracia. Namun Gracia justru semakin mengeratkannya.

"Sayang. Lepas dulu ya."

Okta menidurkan Stefi kembali di kasurnya lalu berbalik menghadap pada Gracia.

"Jangan nangis. Aku gak bisa liat kamu nangis." Dengan lembut Okta menyeka airmata Gracia.
Sungguh ia tidak bermaksud membuat Gracia menangis.

"Ge gak suka liat Ota sedih gini. Ge sedih denger Ota masih mikirin itu. Apa sampai detik ini Ota masih gak bisa percaya sama Ge?"

"Bukan itu.. Aku.."

"Dengan Ota yang mikir gitu aja udah bukti kalau Ota gak percaya sama Ge."

"Maafin aku, udah ya. Jangan nangis." Okta memeluk erat tubuh Gracia.

"Ge gak mungkin kembali lagi sama dia. Ge udah punya Ota, dan Ge gak mungkin ninggalin Ota"

"Iya.. Iya, udah ya."

Okta melepaskan pelukannya saat mendengar bunyi bel rumahnya.

"Aku ke depan dulu ya, udah nangisnya. Maafin aku" Okta mengecup kening Gracia lalu melangkah ke luar. Namun baru dua langkah, tangan Okta di tarik oleh Gracia.

"Kenapa?"

"Ada kelupaan." Okta bingung mendengar jawaban Gracia. Apa yang terlupakan oleh Okta.

"Kamu curang ih." Gracia maju lalu mencium tepat di bibir Okta.

"Masa kamu aja yang nyium aku. Abis nyium langsung pergi. Curang dasar." Gracia memasang wajah cemberutnya.

"Apa deh, Gak malu di liatin Stefi tuh. Bentar ya." Okta mencubit gemas pipi Gracia sebelum ia pergi membukakan pintu untuk tamunya.

"Halo.. Hehehe.. Gue ganggu gak? Gak lah ya kan? Misi, gue mau masuk."

Okta menatap malas pada tamunya. Ya hanya ada satu orang di dunia ini yang bersikap seenaknya saja pada Okta.
Orang itu adalah Vino.

Pertama, untuk apa dia bertamu sepagi ini?

Kedua, dia telah merusak moment Okta dan juga Gracia. Di saat mereka sedang berbicara tentang hal yang serius.

Dan ketiga, sikap nya yang main nyelonong masuk sebelum mendapat ijin itu yang membuat Okta geram.

"Maafin Kak Vino ya. Ini tadi udah mau berangkat kerja. Tapi Kak Vino maksa buat ke apartement kamu dulu, katanya dia kangen Stefi." ucap Shani.

"Iya, gak apa-apa kok. Masuk Shan." setelah Shani masuk, Okta pun menutup pintu rumahnya kembali.

"Ta, anak lu mana? Keluarin gih sini. Waktu gue gak banyak nih."

"Heh, lo pikir anak gue hidangan lu suruh keluarin gitu. Lagian siapa yang nyuruh lu singgah dulu sih? Ini masih pagi, Gila. Pulang kerja kan bisa." Omel Okta.

"Pulang kerja gue istirahat dulu kali Ta. Buat persiapan malam. Kan gue juga pengen cepet punya anak, biar bisa ngerecokin anak lu nantinya." jawab Vino.

"Gila lu, dimana-mana juga normalnya orang bakal ngomong biar bisa main atau jagain anak lu nantinya. Lah ini, malah ngerecokin."

Shani hanya menggelengkan kepalanya tak ingin mencampuri urusan kakak beradik itu.

"Loh, ada ci Shani. Hai, Ci." Gracia menghampiri mereka dengan Stefi dalam gendongannya.

"Ada gue juga kali Gre." protes Vino, karena hanya Shani yang di sapa.

"Aku tau kok ada kamu Vin. Tapi aku males aja nyapa."

'Tengkar lagi dah ini.' batin Okta.

"Gre, biar Vino aja yang gendong Stefi. Kamu tolong bikin minum buat mereka ya." Gracia mengangguk. Dan dengan senang hati Vino menerimanya.

"Halo, Om Vino yang ganteng ada di sini. Kangen gak? Pasti kangen lah ya." ucap Vino dengan penuh percaya dirinya.

Saat Vino sibuk bermain dengan keponakannya, Shani justru mengajak Okta mengobrol.

"Kamu masih gak masuk kerja, Ta."

"Iya, rencana sih besok udah mulai kerja kok. Gak enak sama Papa."

Gracia meletakkan minum untuk tamunya dan duduk di samping Okta.

"Ta, kok anak lu kebo sih? Tidur mulu, kan gue mau main." Okta langsung mengambil majalah yang terletak di meja, menggulungnya dan memukulkannya di bibir Vino.

"Berani lu ngatain anak gue? Mau gue sirem air panas lu? Lagian lu pengennya yang aneh-aneh aja sih. Pusing gue."

"Biasa aja dong." ucap Vino sambil mengusap bibirnya yang baru saja mendapatkan hadiah pukulan dari Okta.

"Kak, Ini udah jam 8, pulang kerja aja ya baru kesini lagi."

"Ya udah deh, gue pergi dulu ya."
Vino dan Shani meminum minumannya hingga sisa setengah lalu pergi karena sudah ada pekerjaan yang menanti mereka.

Okta kembali mengambil alih Stefi, menggendong dan mengajaknya berbicara. Sedang Gracia ke dapur untuk membuatkan sarapan yang sedikit terlambat itu.







😌 I'm Back 😎

Gimana?

Papa Okta nya galau guys, takut anaknya pergi. Kasian.. 😫

See Ya 🙋
Salam Team GreTa&VinShan 

Forever YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang