Vio semakin tidak tenang ketika melihat waktu terus berlalu. Malam ini terasa menegangkan bagi Vio. Sepertinya, diluar akan turun hujan. Dan sampai detik ini, Pucchi belum juga kembali.
"Kamu kemana sih?!" Gerutu Vio. Ia terus menghubungi Pucchi, meski tidak mendapatkan jawaban.
Vio menceritakan kejadian tadi pada Ruth, dan sama seperti Vio. Ruth juga sama terkejutnya. Mereka sama-sama tidak menduga jika sahabat mereka akan mengatakan dan merasakan hal itu.
Mereka telah membuat rencana untuk membawa Pucchi kembali. Meski itu dengan cara berpura-pura menerima perasaan Pucchi.
Pukul sebelas malam. Pucchi baru kembali ke apartemennya. Kedatangannya itu langsung disambut oleh Vio yang menunggunya di ruang tengah.
"Kamu darimana aja? Aku daritadi nelfon kamu." Ucap Vio. Ia memeluk Pucchi dengan erat.
"Sejak kapan lo ngomong pake aku-kamu ke gue?" Tanya Pucchi.
"Gak usah ngalihin pembicaraan. Aku lagi kesel" Vio memukul pundak Pucchi dan lalu melepaskan pelukannya.
"Kenapa lo nangis? Gue udah pulang."
"Jangan kebiasaan bikin orang khawatir" Vio menghapus kasar airmatanya dengan tangan kanan, sedang tangan kirinya memukul lengan Pucchi. Ia benar-benar khawatir gadis itu bertindak nekat.
"Gue gak apa-apa. Udah, mending lo balik ke kamar lo sana" Ucap Pucchi. Ia melangkah menuju kamarnya dan meninggalkan Vio yang masih berdiri ditempatnya.
Didalam kamarnya, Pucchi mengerang kesal. Apa yang akan ia lakukan sekarang? Vio sudah mengetahui perasaannya.
Jika bisa memilih, Pucchi juga tidak ingin ada diposisi ini. Diantara jutaan manusia yang hidup di bumi. Mengapa ia justru tertarik pada sahabatnya sendiri? Terlebih, mereka sama-sama wanita.
"Dasar bego! Bisa-bisanya gue keceplosan!" Pucchi melempar vas bunga kearah kaca meja riasnya.
Disaat seperti ini, ia justru tidak bisa memikirkan apapun."Pucchi. Kamu gak apa-apa?" Tanya Vio dari luar.
Pucchi tidak berniat untuk menjawabnya. Ia tidak tau bagaimana harus bersikap pada Vio.
"Bukain dong. Aku mau masuk" Pucchi menutup kepalanya dengan bantal agar tidak mendengar suara Vio lagi. Namun gadis itu tidak berhenti memanggil namanya sambil mengetuk pintu kamar.
"Pucchi.."
"Tidur Vi. Gue juga mau tidur" Jawab Pucchi dengan kesal.
"Ya udah, aku tungguin kamu didepan pintu aja deh kalau gitu"
Pucchi mengerang kesal. Kenapa gadis itu tidak pernah berhenti menyiksanya?
Dengan kesal, Pucchi melangkah menuju pintu."Mau lo apa sih?! Balik ke kamar lo sana" bentak Pucchi.
Tanpa menjawab pertanyaan Pucchi, Vio langsung masuk kedalam kamar gadis itu dan dengan seenaknya berbaring di kasurnya."Kenapa?" Tanya Vio yang melihat Pucchi tidak bergerak dari depan pintu.
"Seharusnya gue yang nanya gitu. Keluar lo, lo punya kamar sendiri" Usir Pucchi. Namun Vio tidak mendengarkannya. Gadis berpipi gembul itu malah mencari posisi nyamannya untuk tidur.
Vio berbalik memunggungi Pucchi lalu memejamkan matanya."Vi, gue gak main-main ya. Balik ke kamar lo sana" Vio tidak menjawab.
Hanya ada satu cara yang bisa membuat sahabatnya itu berhenti mengusirnya.
Vio berbalik dengan ekspresi wajah yang sengaja ia buat sesedih mungkin.
"Gak usah natap gue kayak gitu." Pucchi berusaha untuk tidak lemah dengan tatapan sahabatnya itu.
"Kok tega banget sih? Aku tuh udah datang jauh-jauh. Bukannya ditemenin malah diusir. Sekesel apapun aku, aku gak pernah ngusir kamu sampai segininya" Ucap Vio dengan ekspresi sedihnya.
"Terserah lo aja deh" Pucchi memutar dan berbaring disisi lain ranjang membelakangi Vio.
Vio menatap punggung sahabatnya itu dengan Sendu. Kenapa mereka harus terjerat dalam masalah serumit ini? Vio mencintai Okta yang sudah jelas tidak mencintainya. Sedangkan Pucchi mencintai dirinya yang jelas ia hanya menganggap Pucchi tidak lebih dari seorang sahabat atau Kakak.
"Pucchi.."
"Vi, please. Gue mau istirahat. Lo juga lebih baik tidur. Dan besok, gue mau lo balik ke jepang. Tempat lo bukan disini"
Vio merasakan sesak di dadanya. Pucchi yang dia kenal selama ini tidak pernah bersikap sekasar dan sedingin ini padanya.
"Aku mau pulang kalau sama kamu. Aku mau Pucchi aku yang dulu, aku gak mau apa-apa lagi." Vio memeluk Pucchi dari belakang. Wajahnya ia sembunyikan di punggung Pucchi untuk menutupi air matanya.
Karena tidak tahan mendengar suara tangisan orang yang dicintainya. Pucchi mengalah dan berbalik menghadap Vio.
"Lo kenapa gak berhenti nyiksa gue? Lo udah tau perasaan gue ke lo itu gimana. Kalau gue tanya sekarang, ke lo.." Pucchi mengusap lembut pipi Vio sambil menatap dalam matanya.
"Kalau gue mau lo jadi pacar gue gimana? Apa lo siap untuk lupain Kak Okta?"
"Gak bisa kan?" Pucchi tersenyum tipis. Sepertinya ia baru saja menanyakan pertanyaan yang sangat bodoh. Tentu saja Vio tidak bisa melupakan Okta dan menggantinya dengan nama lain. Kalaupun bisa, orang itu bukanlah dirinya.
"Tidur, Vi. Udah larut malam" Pucchi mengusap puncak kepala Vio dengan lembut lalu kembali membelakangi Vio.
Baik Vio maupun Pucchi sama sekali tidak bisa tertidur. Mereka sama-sama memikirkan apa yang akan mereka lakukan setelah ini.
Tiba-tiba Vio memeluk Pucchi.
"Aku tau kamu belum tidur.." Vio mengeratkan pelukannya pada Pucchi. Ia menarik nafas dalam sebelum melanjutkan ucapannya."Aku mungkin gak bisa ngelupain Kak Okta sendirian. Sebelumnya, kamu bilang apa aku mau jadi pacar kamu atau gak... Jawaban aku... Ajarin aku untuk bisa bales perasaan kamu." Pucchi yang belum tidur itu pun sangat terkejut mendengar ucapan Vio.
"Vi, kamu.."
"Aku udah kehilangan cinta aku, cinta pertama aku. Aku dan siapapun itu pasti gak akan mau melabuhkan hatinya ke orang yang salah. Karena itu, aku akan mencoba balas perasaan kamu. Tapi, aku butuh waktu. Aku harap kamu mau ngerti dan ngasih aku kesempatan. Maafin aku kalau selama ini aku nyakitin kamu"
Airmata Pucchi menetes mendengar ucapan Vio. Ia tidak menyangka sebelumnya jika sahabatnya itu akan mengatakan hal yang sangat membahagiakan seperti itu.
"Kamu mau kan?" Pucchi hanya mengangguk sambil menyentuh lengan Vio yang melingkar di perutnya.
Keduanya pun tertidur dengan posisi seperti itu.~~~
"Siapin aja diri lo besok. Persiapan gue hamper selesai" Ucap Nino.
"Lo yakin mau ngelakuin hal sampai sejauh ini?"
"Gue gak main-main. Tuh cowok harus mampus!! Dia ngambil semua milik gue! Gracia, Stefi anak gue, dan juga jabatan itu. Seharusnya gue yang ada diposisi itu!"
"Oke bro, santai. Tapi sorry, gue gak bisa bantu banyak" Ucap pria yang ada di hadapan Nino.
"Gak masalah. Lagian gue pengen dia mati di tangan gue"
"Kalau gitu, gue balik. Kerjaan gue masih numpuk" Nino mengangguk.
Nino tersenyum licik memandangi foto Okta dan Gracia.
"Besok bakal jadi hari terakhir lo ngeliat dunia, Ta. Jangan ngebenci gue. Karena gue Cuma mau ngambil kembali milik gue"
😌 I'm Back 😎
Gimana?
Beberapa part lagi selesai ya.. 😄
Btw, kalian ini.. Ff Dia, Shani ku.. Aja belum end, kan baru mau otw end.. Kenapa pada nanya sekuel? 😅😂See Ya 🙋
Salam Team GreTa-VinShan-BebNju
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever You
FanfictionSekuel dari I'm Your Shadow Kehidupan Gracia dan Okta setelah menikah.