31

939 116 36
                                    

Beberapa tahun kemudian~

"Stefi, bangun sayang. Nanti kamu telat ke sekolah" Ucap Gracia.

Namun tidak ada jawaban dari anak gadisnya itu.

"Ya ampun, Stefi. bangun dong. Masa setiap pagi Mama harus ribut dulu sama kamu" Omelan Gracia sudah terdengar bersama dengan terbitnya sang mentari.

"Stefi, bangun. Cepet mandi terus sarapan" Gracia menyibak selimut anaknya agar segera bangun.

"Gre, kenapa sih? Masih pagi loh ini." Okta berdiri di ambang pintu kamar anaknya, sambil mengancingkan kancing lengan kemeja miliknya.

"Tuh, liat aja tuh. Masa setiap pagi aku harus ribut sama dia. Dia udah gede loh, seharusnya bisa mandiri." Ucap Gracia. Ia mendengus saat melihat anaknya itu justru menutup bagian kepalanya dengan bantal.

Okta berjalan menghampiri Anaknya lalu duduk di tepi kasur.

"Stefi, bangun Sayang. Nanti kamu telat sekolah loh" Ucap Okta dengan lembut.

"Hmm.. Stefi masih ngantuk, Pa."

"Makanya kamu bangun terus mandi biar seger, biar ngantuknya hilang."

"Hmm.."

"Hei, ayo dong. Masa anak kesayangan Papa males gini sih?" Okta masih berusaha membujuk anaknya.

"Iya, iya.." Okta tersenyum senang melihat putri semata wayangnya itu telah bangun meski belum sepenuhnya sadar.

"Cepet mandinya, Papa tunggu di meja makan ya?" Ucap Okta setelah mencium puncak kepala anaknya. Ritual yang tidak akan pernah ia lewatkan.

Melihat anakya telah masuk ke dalam kamar mandi, Gracia keluar dari dalam kamar anaknya. Okta yang melihat Gracia keluar pun segera menyusul Istrinya.

"Gre, kamu kenapa?" Tanya Okta sambil memeluk Gracia yang sedang memilihkan dasi yang akan dikenakannya nanti.

"Kamu tau aku kenapa. Jadi, gak usah nanya-nanya." Gracia melepas pelukan Okta lalu berbalik dan mulai menyimpulkan dasi untuk Okta.

"Ya sekarang apa bedanya kamu sama Stefi? Kamu juga selalu marah karena alasan yang sama ke aku setiap paginya." Ucap Okta.

"Aku gak suka kamu terlalu manjain dia. Dia itu udah gede, Ta. Kapan dia bisa mandiri kalau terus-terusan kamu manjain?" Omel Gracia.

Ia mengerti, jika Okta sangat menyayangi anak mereka. Tapi tidak seperti ini caranya. Stefi sudah berumur 13 tahun, dan Okta sama sekali tidak bisa tegas pada anak mereka. Ia selalu memanjakan Stefi, membuat anaknya itu menjadi sangat manja. Terlebih pada Okta.

"Semua ada saatnya sayang. Udah ah, pagi-pagi kok cemberut." Okta mengecup kening Gracia berharap kekesalan istrinya itu sedikit berkurang.

"Pagi Ma, pagi Pa" Sapa Stefi yang kini sudah rapi dengan seragam sekolahnya.

"Papa. Nanti, Papa kan yang ngantarin Stefi ke sekolah?" Tanya Stefi.

"Kamu di antar Mang Asep, Papa kamu bisa telat masuk kantor kalau harus nganterin kamu lagi" Jawab Gracia. Jelas sekali terlihat wajah kecewa Stefi, dan tentu saja Okta tidak tega melihat hal itu.

"Iya, Nanti Papa anterin." Stefi langsung tersenyum mendengar ucapan Papa nya.

Gracia diam tidak ingin berkomentar apapun lagi. Melihat wajah kecewa Stefi, Gracia sudah bisa menebak. Jika Okta akan kembali mengalah untuk putrinya.

Setelah menyuruh anaknya untuk pergi lebih dulu, Okta menghampiri Gracia yang masih betah dengan diamnya.

"Sayang, aku mau berangkat kerja kok masih cemberut aja sih?" Okta menangkup kedua pipi Gracia.

"Aku janji, nanti aku gak manjain Stefi lagi." Ucap Okta. Gracia mengangguk pelan.

Gracia mengantarkan suaminya hingga di depan pintu.

"Aku berangkat dulu ya." Ucap Okta.

"Hati-hati di jalan, entar siang aku bawain makan siang" Ucap Gracia setelah mencium punggugn tangan suaminya.

"Makasih, Gre" Okta mengecup kening Gracia sebelum ia berangkat kerja.

~~~

Seusai mengantarkan Stefi ke sekolah, Okta langsung melajukan mobilnya menuju kantor.

"Pak Okta, ini ada paket untuk Anda" Ucap Manda sang sekertaris Okta.

"Terimakasih" Okta membawa paket untuknya itu ke dalam ruangannya.

"Gak ada nama pengirimnya" Okta membolak-balik amplop coklat itu sebelum akhirnya ia membukanya.

Okta mengeluarkan isi amplop coklat itu yang ternyata berisi banyak sekali foto-foto. Okta membuang asal amplopnya, matanya hanya terfokus pada orang yang ada di foto itu.

Okta tiba-tiba saja merasa cemasa dan takut, takut jika ia akan kembali dihadapkan dengan kekecewaan. Ia menyimpan semua foto-foto itu di atas mejanya kemudian mengambil ponsel di saku celananya.

"Halo, Gre. Kamu dimana?"

"Ya aku dirumah, Ta. Kenapa?"

"Kamu sama siapa dirumah?" Tanya Okta lagi untuk memastikan.

"Aku sendiri. Mang Asep lagi keluar, aku tadi minta tolong beliin buah. Kenapa sih?"

"Gak, aku tiba-tiba kangen aja sama kamu" Ucap Okta. Ia berusaha tetap tersenyum, namun matanya tak lepas dari foto-foto yang baru saja ia terima.

Sungguh, demi apapun. Okta tidak siap, dan tidak akan pernah siap dengan yang namanya perpisahan.

"Astaga, aku pikir kenapa. Nanti siang aku kan ke kantor, kamu mau aku bawain makanan apa?" Tanya Gracia.

"Apa aja, aku suka semua masakan kamu" terdengar kekehan kecil dari Gracia.

"Ya udah, aku mau lanjutin kerjaan aku. Kamu juga, kerjanya yang fokus. Kangennya ditahan dulu, nanti kan ketemu" Okta menganggukkan kepalanya meski Gracia tidak melihat hal itu.

"Aku sayang kamu, Gre"

"Aku juga sayang kamu, Okta"

Okta menyimpan ponselnya dimeja setelah sambungan telfonnya terputus. Ia bersandar di kursinya sambil memejamkan matanya.

Sepertinya, hari ini Okta tidak akan bisa berkerja dengan tenang. Ia mengumpulkan semua foto-foto yang berada di atas meja kerjanya lalu menyimpannya di laci mejanya.

Okta menghembuskan nafas beratnya lalu menghubungi Manda menggunakan telfon yang berada di ruangannya.

"Manda, kalau ada yang mencari Saya. Bilang saja, hari ini Saya sedang sibuk dan tidak ingin diganggu. Oh iya, kecuali keluarga Saya. Langsung suruh masuk ke ruangan Saya saja" Ucap Okta

"Baik, Pak"

"Terimakasih" Ucap Okta. Ia kembali duduk bersandar pada kursinya lalu memejamkan matanya.

Haruskah ia mengalah?











😌I'm Back 😎

Gimana?

Kira-kira, Okta ngeliat Foto apaan ya itu? Terus siapa yang ngirim?
Ciee.. kepo, Hahahaha...

See Ya 🙋
Salam Team GreTa-VinShan-BebNju

Forever YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang