14

1.3K 147 56
                                    

Setelah Kinan dan Veranda pulang. Okta membawa Stefi ke kamarnya.

"Sayang, lain kali. Kalau di tinggal Papa, jangan nangis gitu ya. Ini kasian mata kamu" ucap Okta. Stefi tampak bertepuk tangan sambil tersenyum kearahnya.

"Ota, aku minta maaf" ucap Gracia. Ia baru saja berhasil mengumpulkan keberaniannya untuk memasuki kamarnya dan berbicara pada Okta.

"Iya, aku udah maafin" Okta menghela nafasnya saat mendengar suara Gracia yang sepertinya akan kembali menangis.

"Main sendiri dulu ya" Okta memberikan mainan untuk Stefi kemudian berbalik menghadap pada Okta.

"Aku udah maafin kamu, jangan nangis lagi." Gracia semakin menundukkan kepalanya.

"Ja-jangan tinggalin aku." Okta menarik Gracia untuk duduk di tepi ranjangnya, kemudian ia berlutut di hadapan Gracia.
Digenggamnya erat tangan wanita yang sangat dicintainya itu.

"Kenapa? Apa aku pernah nyakitin kamu?" Gracia menggeleng.

"Lalu salah aku dimana? Ngomong, biar aku perbaikin" Gracia hanya diam. Ia tak tau harus mengatakan apa pada Okta.

"Kamu pengen balik lagi sama dia?" Gracia menggeleng.

"Liat aku Gre." Okta menyentuh pipi Gracia dan mengusapnya lembut. Membuat Gracia menatap ke arahnya.

"Sekali lagi, aku ingetin ke kamu. Kebahagiaan kamu yang terpenting buat aku. Dan, kalau kebahagiaan kamu ada di dia..."

"Aku mundur Gre" Airmata Gracia kembali menetes.

"Jangan. Jangan tinggalin aku." Gracia mencengkram erat lengan baju Okta.

"Terus kamu maunya gimana? Mau aku terus disamping kamu, sementara kamu mencari dan membangun kebahagiaan bersama orang lain? Lebih baik kamu bunuh aku aja Gre, biar aku gak ngerasain sakit lagi." Kini, airmata Okta yang menetes. Dadanya begitu sesak, ia tak membayangkan akan jadi seperti ini dan akan sesakit ini.

"Ota, jangan nangis. Maafin aku." Gracia memeluk Okta.
Dipeluknya dengan erat, seolah mengatakan jika Okta tidak boleh pergi darinya. Walaupun sebenarnya ialah pemicu dari semua yang terjadi saat itu.

Papanya benar. Ia memang wanita yang tak tau diri, bodoh, dan tak punya hati. Hingga tega membuat lelaki setulus Okta menjadi sampai seperti ini.

Gracia melonggarkan pelukannya untuk melihat wajah Okta.

"Sayang, maafin aku."

Hati Gracia semakin sakit saat melihat Okta yang berusaha menahan suara tangisnya tapi airmatanya terus mengalir di pipinya.

"A-aku udah usaha, agar kamu bahagia sama aku. Aku pikir kita bakal bahagia selamanya, bersama dengan anak dan cucu bahkan cicit kita nantinya. Tapi aku salah, aku terlalu tinggi menggantungkan mimpiku. Aku pernah ngebayangin hal ini terjadi, tapi aku gak nyangka akan sedakit ini Gre."

Gracia memejamkan matanya lalu menunduk, ia tak sanggup melihat tatapan penuh luka dari sorot mata Okta.

"Aku mungkin gak akan segininya, kalau dia bukan Nino. Sampai sekarang, aku masih ingat bagaimana besarnya Cinta kamu untuk dia." Okta menghapus airmatanya. Lalu berdiri.

"Aku kasih kamu waktu untuk milih. Kalau kamu milih dia, aku mundur. Tapi, kalau kamu milih aku. Aku pengen kamu benar-benar menghapus dan melupakan semua tentang Nino. Aku harap kamu bisa benar-benar bisa memilih, kita bukan anak-anak lagi, Gre. Pernikahan beda dengan pacaran, saat terpisah. Salah satunya akan meminta untuk balikan dengan mudah." Setelah mengucapkan hal itu, Okta pergi keluar dari kamarnya.
~~~

Forever YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang