35

1K 123 29
                                    

Gracia membuka pintu rumahnya ketika mendengar suara mobil yang sangat ia kenali.

"Masuk Ma, Pa" Ucap Gracia pada kedua orangtua nya.

"Okta gimana, Gre?" Tanya Veranda. Ia sudah mendengar secara singkatnya dari Gracia sebelumnya.

Kebetulan Veranda dan Kinan sedang berada di luar rumah. Karena itu mereka memutuskan untuk langsung mampir.

"Mama liat aja sendiri tuh, Ge gak tega Ma"

"Okta.." Panggil Veranda.

Mendengar namanya di panggil, Okta langsung menoleh dan berdiri dari tempatnya.

"Loh, Mama? Papa? Kok gak bilang kalau mau mampir?" Tanya Okta setelah mencium punggung tangan kedua mertua nya itu.

"Mama tadi lagi jalan, jadi kepikiran buat sekalian mampir."

"Oh gitu, duduk Ma, Pa"

Gracia melangkah menuju dapur untuk membuat minuman.

"Stefi mana, Ta?" Tanya Kinan.

"Stefi, ada Pa. Di kamarnya" Jawab Okta.

"Ya sudah, kalau begitu Papa mau ketemu Stefi dulu. Kalian lanjut aja ngobrolnya" Ucap Kinan.

Okta memperhatikan Papa mertua nya itu, ada perasaan Khawatir di hatinya.

"Kamu jangan khawatir. Biarin Papa mu yang ngomong baik-baik ke dia. Mama udah dengar singkatnya dari Gre. Cepat atau lambat, dia juga pasti akan tau tentang hal ini. Sekarang, yang perlu kamu lakuin adalah sabar dan jelasin ke dia pelan-pelan. Jangan ada rahasia lagi setelahnya. Karena seorang anak itu juga perlu tau, apa yang terjadi dengan orangtua nya." Okta mengangguk pelan.

"Iya, Ma. Okta ngerti. Makasih Ma" Veranda tersenyum.

Gracia meletakkan empat cangkir teh di meja, lalu duduk di sofa panjang tepat di samping Okta.

Gracia memberi kode pada Mama nya untuk bicara pada Okta. Dan Veranda yang mengerti pun langsung memulai obrolan baru dengan Okta.

"Okta kalau boleh, Mama mau ngomong sesuatu ke kamu. Ini hanya masukan saja, kamu lakukan atau tidak. Itu hak kamu." Ucap Veranda.

"Iya, Ma. Ngomong aja" Okta pun siap mendengarkan ucapan Mama mertua nya itu lagi.

"Ini tentang kamu yang terlalu memanjakan Stefi. Jujur, Mama seneng. Kamu bisa sayang sama anak kamu. Tapi, dengan kamu yang terlalu menuruti semua keinginan dia. Ya gini jadi nya, dia jadi keras kepala dan gak mau denger penjelasan dari orang lain.  Dia jadi gak bisa mandiri, karena di usia dia yang sekarang. Seharunya dia sudah bersikap dewasa." Jelas Veranda.

"Boleh, kamu memanjakannya. Tapi, ingat batasan dan harus tetap tegas. Terkadang, sikap baik orang tua. Tidak selamanya baik pula untuk anak-anak, jika tidak terarah atau berlebihan. Karena secara gak langsung, kita bisa aja menanamkan sifat-sifat jelek. Karena anak-anak kita salah tanggap dengan semua perhatian dan kasih sayang yang kita berikan. Karena itu, Mama harap. Kamu bisa sedikit lebih tegas pada Stefi." Sambung Veranda.

"Iya, Ma. Okta ngerti, makasih Ma" Veranda tersenyum lalu mengangguk.

Sementara itu, setelah melewati beberapa proses bujuk rayu. Akhirnya, Kinan diperbolehkan masuk ke dalam kamar Stefi.

"Cucu Opa kok nangis? Kenapa? Sini cerita sama Opa." Ucap Kinan dengan lembut.

"Opa, bener aku bukan anak Papa?" Tanya Stefi wajah sedih dan penuh harap. Ia berharap, Opa nya akan mengatakan kalau Okta adalah Papa kandungnya.

Forever YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang