48

867 105 28
                                    

Okta dan keluarga kecilnya tiba di rumah Kinan.
Stefi langsung keluar tidak sabar bertemu dengan Opa dan Oma nya.

"Opa, Oma... Loh, ada Bunda sama Oma Shania juga" Stefi langsung duduk di tengah-tengah antara Veranda dan Shania.

"Loh, Mama juga disini?" Ucap Okta yang baru saja muncul bersama dengan Gracia.

"Ya Mama sama Papa sih udah dari sore disini. Terus, kata Ve kalian mau nginap disini. Jadi, ya katanya sekalian aja nginap juga. Vino lagi nemenin Papa kamu ngambil baju di rumah." Jelas Shania.

"Ravien dimana Bund?" tanya Stefi.

"Dia lagi kebelakang. Lagi telfonan."

"Gaya banget, kayak obrolannya penting aja sampai ngejauh gitu" Stefi berdiri dan melangkah menuju halaman belakang rumah Opa nya.

Stefi berjalan mengendap untuk mendengarkan pembicaraan Ravien ditelfon. Namun, rencananya gagal.
Ravien sudah berbalik menghadap kearah pintu tempat Stefi bersembunyi.

"Keluar lo sini. Gue tau lo dibelakang pintu." Ucap Ravien.

"Tau aja sih lo" Kesal Stefi.

"Jalan lo berisik, parfume lo ngeganggu hidung gue, dan bayangan lo keliatan." Jelas Ravien.

"Lo masih telfonan?" Ravien baru mengingat kalau telfonnya yang masih tersambung.

"Dih, dasar. Makanya..." Ravien mengangkat satu jarinya menyuruh Stefi untuk diam.

"Bocil dasar" Stefi memilih untuk duduk di ayunan, menunggu Ravien selesai berbicara di telfon.

Stefi menggelengkan kepalanya mendengar Ravien. Mungkin jika ia yang berada diposisi orang itu, ia akan ber pikir sepuluh kali untuk menghubungi Ravien.
Ravien hanya menjawab seperlunya. 'Iya' 'Gak juga' 'Liat entar' 'Mungkin'.

"Ya udah" Ravien mematikan ponselnya

"Gitu doang?" Tanya Stefi.

"Apaan?" Ravien duduk di samping Stefi.

"Lo gitu doang kalau ngomong sama temen lo?" Tanya Stefi lagi.

"Emangnya gue harus gimana?"

"Semua kata-kata lo itu bener-bener gak ada yang ngehidupin pembicaraan." Stefi menatap malas adiknya yang malah terlihat cuek.

"Terus masalahnya dimana?"

"Jahat banget." Ravien menghela nafasnya. Ia bersandar sambil melihat kearah kolam renang.

"Dengerin gue. Lo mungkin berpikir kalau gue jahat. Tapi, yang sebenernya gue lakuin itu hanya menjauhkan diri gue dari hal yang gak gue suka dan menjaga lisan gue untuk gak ngomong kasar." Ravien menoleh kearah Stefi.

"Ya tapi gak gitu juga dong, kan kasian..."

"Lebih kasian mana kalau gue ngomong jujur? Kalau lo jadi dia, dan gue bilang ke lo untuk gak usah nelfon karena gue gak pengen di ganggu. Lebih baik gue ngomong singkat. Kalau dia peka dan ngerti, dia bakal berhenti, tanpa harus gue ngomong kasar. Itu sebabnya gue bilang, kalau gue gitu untuk ngejaga diri gue dan lisan gue." Stefi terdiam. Memang ada benarnya ucapan Ravien.

"Setiap orang punya cara berbeda untuk ngatasin masalahnya, dan beginilah cara gue" Lanjut Ravien.

"Oh iya, gue mau nanya sesuatu sama lo"

"Lo mau nanya soal kejadian sekolah? Tentang si Frans?" Tebak Stefi.

"Kok lo tau?"

"Nebak. Dan lagi, gak mungkin temen lo itu gak ngasih info ke lo" Stefi mengangguk.

Forever YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang