"Bukan masalah memaafkan, tapi menghilangkan bekas luka tak cukup dengan kata maaf. "
***
"Kita pulang dulu aja kak, gue mau ganti baju." ucap Arsy.
"Yaudah, gue nungguin lo aja, gue bawa baju ganti. Mungkin gue numpang ganti baju di rumah lo."
Mereka turun dari mobil, memasuki rumah Arsy--ralat* Rumah Tante Dinda.
"Sepi amat rumah lo,"
"Masih pada kerja, belum pada pulang," ucap Arsy yang diberi anggukan oleh Devan.
"Lo ganti baju dikamar tamu aja, gue mau ke kamar dulu,"
Belum sempat Devan bertanya dimana tempat kamar tamu, Arsy terlebih dahulu menutup pintu kamarnya.
Devan menatap kamar-kamar dengan cengo. "Dimana tempatnya?"
Saat mencari keberadaan kamar tamu, Devan mendapat suatu pelajaran bahwa pantas saja setiap kamar di rumah sakit dan hotel diberi nomor atau nama. Ternyata agar mempermudah menentukan kamar yang kita tempati.
Devan memasuki kamar, dan ternyata isinya seperti rak yang berisi buku dan sebuah meja kantor. Bisa Devan prediksi bahwa itu adalah ruang kerja.
Devan memasuki kamar yang terlihat terkunci, Devan membuka kamar itu. Devan terbatuk-batuk saat membuka kamar itu. Kamar yang begitu gelap dan banyak debu.
Devan menghidupkan lampu, namun sepertinya lampunya sudah tidak menyala sehingga Devan berinisiatif untuk menyalakan senter dalam ponselnya.
Devan melihat banyak sekali foto-foto, buku dongeng, hasil photography, dan mainan yang sudah berdebu. Devan dapat menyimpulkan bahwa kamar ini adalah gudang tempat kenangan. Devan berpikir mengapa kenangan ditaruh di gudang? Bukankah kenangan itu ada untuk mengingat kejadian lalu?
Devan berpikir sejenak, mungkin alasan mengapa foto-foto ditaruh digudang karena pemiliknya tidak ingin melihat kenangan itu.
Devan mengamati foto-foto yang berada di tembok. Foto itu diselimuti debu yang tebal, penempatan foto itu pun tinggi, membuat Devan sedikit berjinjit, Devan bersyukur memiliki badan yang tinggi membuat ia tidak begitu sulit menggapai foto itu.
Devan mengusap foto itu. Devan kaget melihat foto itu. Terlihat ada 4 manusia di foto itu. 2 manusia dewasa dan 2 anak perempun kecil. Ia pikir itu adalah keluarga Arsy. Namun entah mengapa Ayah dan Ibunya Arsy berbeda dengan yang ia ketahui? Yang Devan ketahui bahwa Arsy anak dari kepala yayasanya yang bernama Dinda Ferdianto dengan suaminya Dirga Ferdianto, namun mengapa difoto itu bukan mereka? Devan menjadi tambah bingung saat melihat wajah anak kecil yang sedang bergengam tangan bersama Arsy. Mengapa wajah itu mirip dengan Aurell?
Devan kembali melihat foto-foto yang tertempel disana. Ia melihat foto Arsy dan Aurell yang bisa Devan tebak saat mereka memasuki sekolah dasar. Sungguh ia tidak menyaka, jika selama ini Arsy dan Aurell adalah saudara.
Mata Devan tertuju pada sebuah foto yang berada paling pojok, dan ditaruh lebih tinggi dari yang lain. Devan tidak bisa menggapai foto itu karena terlalu tinggi. Ia mengamati sekeliling, tapi tidak melihat sebuah kursi atau tangga yang bisa membuat Devan melihat foto itu dengan jelas.
Devan melihat sapu panjang di sampingnya, Devan mencoba membersihan debu yang berada di foto itu agar mempermudah ia melihat foto apa itu. Devan memperjelas penglihatanya dan mencoba memfokuskan senter ponselnya untuk melihat foto apakah itu. Devan dapat melihat bahwa itu bukanlah sebuah foto tetapi seperti sebuah lukisan.

KAMU SEDANG MEMBACA
If I Hope ✔️
Teen Fiction#Wattys2019 [COMPLETE ] Sudah di Revisi "Where the Heart came and fell while longing and hating to be the one" Mata hazel itu memandang lekat kepada foto gadis manis dihadapannya, mengisnyaratkan sebuah rasa rindu yang telah lama dipendam, berharap...