"Humans know that she will die, but they live like they will never lie."
***
Devan sedang menelusuri lorong rumah sakit dengan kursi roda. Selama dirumah sakit, Devan hanya tidur, duduk, minum obat, dan makan yang tidak ada rasanya. Devan ia ingin cepat-cepat pulang kerumah. Devan bosan.
Devan sedikit kesulitan menjalankan kursi roda karena ada sedikit gundukan. Devan melihat sekitar. Banyak wartawan berlari mengejar sebuah ambulan yang ingin berhenti di depan UGD.
Terlihat wanita yang dilumuri darah. Devan tidak bisa menatap siapa wanita itu. Ia hanya sedikit mendengar pembicaraan bahwa terdapat wanita yang terkena luka tembak.
Bunyi khas ambulan datang kembali. Ambulan yang kedua juga membawa korban seorang wanita. Namun kedua korban itu wajah hingga tubuhnya ditutupi. Mungkin keluarga korban tidak ingin menjelaskan tentang siapa si korban.
Mengapa harus banyak wartawan? Apakah orang penting? Pikir Devan.
Devan mendorong kursi rodanya kembali. Sekilas, Devan berhenti, melihat kabar di televisi tentang korban tembak itu.
"Telah dikabarkan. Kedua putri dari Ferro Fernando dilarikan ke rumah sakit. Tidak diketahui apa penyebabnya. Namun, satu diantara kedua putrinya memiliki luka tembak."
Devan terlihat familiar dengan kata 'Ferro Fernando' Siapa ya? Devan mengingat ingat nama itu.
"Oh iya! Anak itu----bukankah itu----Aurel?!" Devan menatap televisi hampa. Devan tidak bisa berkata kata. Pikiranya merambat ke segala arah. Pikirannya kacau.
"Jika itu Aurell, siapakah putri kedua dari Ferro Fernando?" batin Devan. Devan terlalu lama mendekam di rumah sakit, hingga ia tidak mendengar berita apapun yang sedang marak saat ini.
Devan melanjutkan perjalananya yang sempat terhenti. "Devan! " otomatis Devan menoleh saat mendengar seseorang menyebut namanya.
Revan mendorong kursi roda Devan ke rooftop rumah sakit. "Apa yang terjadi? " tanya Devan karena melihat baju Revan yang sedikit terlihat bercak darah.
"Sebaiknya lo baca ini. " Revan memberikan handphone nya kepada Devan.
Terlihat rentetan artikel yang Devan tidak ketahui. Devan membaca artikel itu secara keseluruhan.
Ternyata Arsy, seseorang yang Devan cintai adalah anak bungsu dari Fernando group. Kenyataan bahwa Aurell dan Arsy adalah saudara. Devan tidak percaya ini. Bagaimana mungkin?
Ah, Devan lupa. Dulu Devan pernah tidak sengaja memasuki gudang di rumah Dinda. Dulu Devan tidak terlalu mempercayai itu, namun sekarang? Devan tidak boleh lagi menutup mata atas kasus Arsy dan juga Aurell.
"Lalu, dua korban yang dibawa tadi adalah mereka?" tanya Devan lalu diangguki Revan.
"Lalu, darah yang ada di baju lo ini, darah salah satu dari mereka?" Revan menggeleng.
"Jassmine terluka. Dia berada ditempat kejadian seperti halnya gue. Jassmine trauma." jawab Revan.
"Lalu kabar Arsy dan Aurell?"
"I dont know. We just pray to god. " mendengar jawaban Revan. Devan menghembuskan nafas kasar. Revan menyerah.
"Siapa yang membawa mereka kesini?" tanya Revan.
"Gue enggak tau. Bahkan gue baru tahu bahwa mereka sama-sama menerima luka tembak. Pelaku sedang dicari." jawab Revan.
"Kapan lo diperbolehkan pulang? " tanya Revan.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Hope ✔️
Teen Fiction#Wattys2019 [COMPLETE ] Sudah di Revisi "Where the Heart came and fell while longing and hating to be the one" Mata hazel itu memandang lekat kepada foto gadis manis dihadapannya, mengisnyaratkan sebuah rasa rindu yang telah lama dipendam, berharap...