"Ruang kosong, sepi, bisa kau isi? "
***
Arsy masih terdiam diruang pengobatan Devan. Awalnya Nitta tidak ingin Arsy berkomunikasi dengan anaknya lagi, namun karena Devan memaksa, Nitta terpaksa mengikuti kemauan putra sulungnya itu.
"Udah berapa lama gue disini?" tanya Devan.
"14 hari." jawab Arsy.
Devan menggenggam tangan Arsy lalu menatap mata Arsy. "Maafin gue. Maaf gue gak bisa lindungin lo, maaf karena bikin lo jadi susah, maaf bikin lo jadi khawatir, maaf." setitik air mata jatuh dipelupuk mata Devan.
Arsy mengusap wajah Devan. "Lo gak pernah salah Dev. Ini udah takdir gue. Ini hukuman buat gue." jawab Arsy.
"Gue siap jadi saksi atas kejadian lalu. Gue yang akan jelasin semua kesalahpahaman ini." ujar Devan.
"Gak ada yang perlu dijelasin. Informasi telah tersebar luas, percuma mau ngelak."
"Seberapa sulit hal yang akan lo lakuin. Sekuat tenaga gue akan selalu bantu dan dukung lo." ucapan Devan membuat hati Arsy menghangat dan tersenyum.
"Waktu jenguk gue udah abis. Get well soon Dav." Arsy mengecup kening Devan.
"I love you."
***
Tring.... Tring.
"Ya halo?"
"Nyonya Darra kembali dibawa kerumah sakit jiwa oleh Bapak, Non."
"APA! Kenapa Mama kembali dibawa kesana?" tanya Arsy.
"Tuan Ferro telah mengurus surat cerai dan hak asuh anda." jawab orang diseberang sana.
"Apa yang telah beliau pikirkan?"
"Saya tidak mengerti. Namun mungkin saya tahu mengapa beliau mencabut hak asuh anda dan mempercepat perceraian."
"Ok, saya akan kesana." Arsy berlari menuju mobilnya.
Arsy menjatuhkan kepalanya didepan setir mobil. Sakit kepala menerjangnya. Arsy menarik tisu sebanyak mungkin. Sekarang Arsy sudah tidak mengkontrol pola obatnya. Darah terus bercucuran dari hidungnya. Akhir-akhir ini darah yang keluar dari hidungnya berlangsung cukup lama. Bukan hanya dari hidung, terkadang darah juga keluar dari sela sela gusinya.
"Gue kuat!"
Arsy melakukan mobilnya menuju rumah sakit jiwa tempat Mamanya dirawat.
"Non Ara!" panggil Jaka--tukang kebun rumahnya.
"Nanti saja. Saya ingin bertemu Mama dahulu, dimana beliau?" tanya Arsy.
"Silahkan ikuti saya." Arsy mengikuti arah kaki Jaka. Mereka sudah berada di depan ruangan Darra.
"Saya akan menunggu anda diluar ruangan." ujar Jaka.
Arsy merasakan pasokan udara di dadanya seketika menipis. Melihat Mamanya yang sangat hancur. Rambut berantakan, kantung mata yang besar, tubunya semakin kurus, dan kondisi fisiknya yang lemah.
"Mama? Ara disini." panggil Arsy, namun Darra enggan untuk menoleh.
"Ma, Ara kangen." Arsy memeluk Darra dengan penuh kasih sayang.
Darra mendorong Arsy. "Jangan ebut nama itu! Aku tidak punya anak bernama Ara. Dia sudah mati!"
Darra menatap Arsy tajam. "Siapa kamu yang berani memeluk nyonya besar Fernando?" tanya Darra yang seketika membuat air mata Arsy jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Hope ✔️
Teen Fiction#Wattys2019 [COMPLETE ] Sudah di Revisi "Where the Heart came and fell while longing and hating to be the one" Mata hazel itu memandang lekat kepada foto gadis manis dihadapannya, mengisnyaratkan sebuah rasa rindu yang telah lama dipendam, berharap...