8. The Last Day

2.3K 150 1
                                    

"Bi..., aku takut." ucap Monica pelan setengah berbisik. Abi yang berjalan di sebelahnya hanya tersenyum. Sejujurnya, ia sendiri gugup setengah mati akan menghadapi papi Monica saat ini. Mereka baru keluar kelas dan berjalan menyusuri koridor kelas. Saat mereka akan berbelok menuju jalan setapak, mereka mendengar suara aneh dari belakang kelas, karena penasaran, mereka mengintip dari balik dinding. Mereka membulatkan matanya terkejut ketika dilihatnya sepasang remaja yang sedang berciuman dengan panasnya dengan tangan nakal si pemuda yang menggerayangi tubuh si gadis. Abi membekap mulut Monica yang hampir berteriak saking kagetnya. Ia langsung menarik lengan kekasihnya untuk pergi menjauh dari sana.

"Sssttt... Jangan berisik!" Monica mengangguk. Ia menarik nafas lega setelah Abi melepaskan tangannya dari mulutnya. Ia hampir tidak bisa bernafas.

"Itu kan si Angel sama adik kelas yang terkenal tampan dan digilai para siswi di sini, si Andre itu." ucap Monica dengan nafas masih terengah-engah. Abi hanya mengangguk.

"Iya. Udahlah lupain aja, jangan banyak bicara. Pura-pura aja kita gak ngelihat." Monica mengangguk. Ia rasa Angel dan pemuda itu bukanlah hal penting yang menjadi urusannya.

Mereka sampai di parkiran sekolah dan mereka mulai berjalan meninggalkan halaman sekolah dengan motor besar yang dibawa Abi menuju rumah Monica untuk menyampaikan suatu hal yang penting yang akan menentukan masa depan mereka nanti.

***

Abi dan Monica telah sampai di rumah Monica yang besar dan mewah. Jantung Monica sudah berdegup kencang dan tangannya sudah berkeringat. Begitu juga dengan Abi. Meski wajahnya terlihat tenang, tapi tidak dengan mental dan hatinya yang sudah gelisah tak karuan. Apa pun yang akan terjadi, ia harus siap dengan segala kemungkinannya. Mereka berjalan menuju pintu rumah yang besar dan bercat krem. Monica memencet bel rumahnya.

"Eh, Neng Momo. Baru pulang, Neng?" sapa Bi Dedeh, pembantu di rumahnya saat membukakan pintu untuk mereka. Monica mengangguk. Abi menyalami wanita paruh baya itu.

"Iya, Bi. Papi udah pulang?" wanita paruh baya itu mengangguk. Ia melirik Abi yang berdiri di samping Monica.

"Udah, baru 10 menit sampai. Kayaknya lagi ada di ruangannya. Ini temennya Eneng?" Monica mengangguk. Bi Dedeh hanya tersenyum maklum.

"Iya. Yaudah, aku mau ke dalam dulu ya, Bi?! Mau langsung ke ruangan Papi aja. Ayo, Bi!" Abi masuk ke dalam mengikuti kekasihnya menuju lantai atas di mana tempat ruang kerja papinya berada. Ia menatap takjub interior ruangan yang terlihat bagus dan berkelas namun tetap berkesan sederhana. Pertama kalinya ia menginjakkan kaki di rumah mewah itu.

Monica membuka pintu yang dimaksud dan dilihatnya sang papi yang sedang duduk serius sambil menatap fokus pada layar laptop di depannya. Ia memang sudah bilang tadi malam jika hari ini ia akan memperkenalkan seseorang kepada lelaki paruh baya berwajah bule tersebut. Ia sudah gugup dan gelisah tak karuan.

"Assalamualaikum, Papi...." lelaki bule itu mendongakkan kepalanya dan memandang putrinya, lalu pandangannya beralih pada pemuda berkaca mata di belakang putrinya.

"Walaikumsalam. Silakan masuk!" jawabnya datar. Dengan ragu-ragu, mereka masuk ke ruangan itu dan menutup pintunya. Mereka duduk di sofa putih yang ada di sana.

"Pi-Pi..., kenalin..., i-ini Abi..., t-temanku." ucapnya gugup sambil menatap takut-takut wajah papinya. Lelaki itu memandang Abi dengan pandangan meneliti. Abi merasa risih dengan tatapan menilai dari papinya Monica. Dengan ragu, ia menyalami lelaki yang mempunyai mata yang sama dengan Monica tersebut.

"Kenalin, s-saya Abi, Om." lelaki itu hanya mengangguk.

"Saya Adam, papinya Monica." Abi mengangguk.

Two PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang