"Apa kalian sudah merencanakan bulan madu?" tanya Shinta sambil meremas-remas adonan yang sudah jadi. Monica menggeleng.
"Belum, Mi. Itu bisa lain kali. Mas Abi kan harus kerja dan butik Momo juga udah mulai jalan sekarang." ucapnya sambil memotong-motong buah stroberi, mulberi, dan kiwi. Shinta mengangguk.
"Oh iya. Udah ada tanda-tanda belum?" Monica mengerutkan keningnya tidak paham.
"Tanda-tanda apa, Mi?" Shinta tersenyum.
"Tanda-tanda kalau Mami bakalan dapet cucu." Monica tertawa.
"Baru aja 2 minggu Mi nikahnya."
"Ya, kan bisa aja. Banyak juga yang baru nikah langsung hamil. Kamu udah dapet tamu bulanan kamu sekarang?" Monica menggeleng.
"Belum. Biasanya nanti pas mau akhir bulan."
"Nah, nanti kalau pas jadwal bulanan kamu belum dateng, kamu langsung tes. Siapa tahu udah ada isinya." Monica tersenyum.
"Amiin... Semoga aja." ucapnya sambil mengelus perutnya yang rata. Ia berharap, benih yang ditanam Abi dapat segera tumbuh di rahimnya.
"Oh, iya. Berapa kali kalian sering melakukannya?" Monica tersentak. Wajahnya langsung memerah.
"Ih, Mamii...! Itu kan rahasia aku sama Mas Abi." Shinta tertawa.
"Panggilnya sekarang Mas. Dulu panggilannya nama aja." Monica mengerucutkan bibirnya.
"Mamii..., kan sekarang kita udah nikah. Kurang enak didengernya kalau panggil nama." Shinta hanya mengangguk masih dengan tawanya. Monica sengaja berkunjung ke rumah orang tuanya hari ini karena ia sangat rindu dengan keluarganya, terutama maminya. Mereka sedang membuat kue waffle di dapur sambil bercanda dan mengobrol ria. Monica ingin menceritakan segala keluh kesahnya kepada maminya dan mendengarkan petuah-petuah untuk rumah tangganya yang baru dimulai. Monica sadar jika dirinya masih awam dan butuh dukungan serta nasihat dari yang sudah berpengalaman.
***
Monica sedang berkutat dengan goresan-goresan sketsanya. Kali ini, ia tertarik dengan model baju long dress muslimah dan hijab. Ia sering melihat teman-temannya yang berhijab dan kelihatannya mereka nyaman dengan pakaian tertutupnya. Terbesit di hatinya untuk mencoba berhijab. Selama di Amerika, ia tak pernah sedikit pun mencoba untuk menutup auratnya karena lingkungannya yang menyulitkan untuknya menjadi seorang muslimah sejati. Teman-temannya dulu hampir semuanya berbeda keyakinan dengannya, bahkan dengan Gia yang merupakan sepupunya sendiri. Di keluarga papinya, hanya papinya yang seorang muslim karena menikah dengan maminya yang beragama Islam. Ia masih fokus dengan sketsa desainnya yang menunjukkan desain long dress yang digambar sesuai dengan ide dan imajinasinya.
Drrtt ... drrtt ....
Monica melirik ponselnya yang bergetar di dekatnya. Ia segera meraihnya dan mengangkatnya.
"Halo, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Kamu masih di butik, Mo?" Monica melirik siapa penelponnya, ternyata suaminya.
"Iya, Mas. Masih, kok. Ada apa, Mas?" tanyanya.
"Bentar lagi aku berangkat ke sana. Tunggu aku, ya! Assalamualaikum." belum juga Monica menjawab, sambungan sudah terputus.
"Walaikumsalam. Belum juga dijawab, udah main matiin aja. Dasar Mas Abi!" gumamnya pelan. Ia melirik jam tangannya, sebentar lagi masuk waktu istirahat siang. Ia tak menyadari jika sekarang sudah siang lagi. Ia terlalu fokus dengan desainnya. Sembari menunggu suaminya, ia melanjutkan kembali pekerjaannya. Butik Monica sudah resmi buka hampir seminggu. Ia tak setiap hari datang ke butiknya. Ia datang untuk mengontrol atau mengecek barang-barang di sana, dan ia selalu membuat desain-desain baju di ruangannya di lantai atas sampai ashar dan pulang ke rumah untuk menunggu dan menyambut kepulangan suaminya.
Setengah jam menunggu, akhirnya ia mendengar pintu ruangannya terbuka dan menampilkan wajah suaminya yang terlihat lelah. Monica tersenyum dan beranjak dari duduknya untuk menghampiri suaminya.
"Mas kelihatan capek banget."
Abi mengangguk dan mencium kening istrinya. Monica menggiring suaminya untuk duduk di sofa hitam yang ada di sana. Abi menjatuhkan tubuhnya yang terasa lelah di sofa dan memejamkan matanya sejenak. Monica mengambil segelas air dari dispenser dan memberikannya pada Abi yang langsung diteguk oleh suaminya itu.
"Alhamdulillah... Lega juga." desahnya lega.
"Mas udah dikasih izin ke sini? Kan waktu istirahatnya gak lama." Abi tersenyum.
"Aku gak bilang mau ke sini. Aku bilangnya ada keperluan dulu bentar karena tahu kalau aku datang ke sini pasti tak akan sebentar." Monica menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia yakin Abi tak hanya makan siang saja, tapi juga meminta jatahnya.
"Pasti ujung-ujungnya ada maksud lain." Abi tertawa.
"Kita makan dulu ya sekarang?! Aku udah bawa mie ayam."
Monica mengangguk. Ia mengambil kantong plastik yang berisi dua styrofoam yang berisi mie ayam dan membukanya. Ia menyerahkan satu untuk suaminya. Mereka mulai menikmati makan siang mereka sambil mengobrol ringan.
"Kita sholat dulu, ya?!" Monica mengangguk.
Mereka memutuskan untuk sholat berjama'ah. Kebetulan Monica menyimpan mukena di sana untuk sholatnya jika ia berada seharian di butik. Setelah wudhu, Monica menggelar sajadah untuk mereka berdua. Ia segera memakai mukenanya dan tak lama ia melihat suaminya yang baru keluar dari kamar mandi di luar. Abi segera memakai sarung dan pecinya yang kebetulan disimpan Monica di ruangannya untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu suaminya datang ke sini. Mereka mulai sholat dengan Abi sebagai imamnya.
Setelah selesai sholat dan berdo'a, Abi membalikkan tubuhnya dan melihat istrinya yang sedang membuka mukenanya. Monica meraih tangan Abi dan menyalaminya. Setelah membereskan peralatan sholat mereka, Monica mendekati suaminya yang sedang duduk di sofa.
"Mas...." gumamnya manja sambil memeluk erat tubuh suaminya.
Abi mengecup sayang puncak kepala istrinya. Ia melepaskan pelukan mereka dan mengangkat dagu istrinya sambil menatap manik abu-abu yang selalu membuatnya terpesona itu dengan intens.
"Aku minta makan siang yang ini, ya?" bisiknya nakal. Monica tertawa pelan sambil memukul pelan tangan nakal suaminya yang singgah di tubuhnya.
"Udah aku tebak. Kunci dulu pintunya!"
Abi tersenyum lebar saat mendapat lampu hijau dari istrinya. Ia langsung beranjak dari duduknya dan mengunci pintu ruangan Monica. Ia mendekati istrinya kembali. Mereka saling bertatapan dan Abi mendekatkan wajahnya dan memagut bibir istrinya.
Benar-benar makan siang yang lengkap dan membuatnya puas. Tak hanya tenaganya yang pulih kembali, tetapi batin dan pikirannya yang kembali segar dan tak teringat beban apa pun setelah mendapatkan makanan pokok yang diberikan istrinya. Monica memang hebat dan mampu membuatnya bahagia serta puas lahir batin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Pieces
RomanceSejauh apa pun cinta meninggalkanmu, jika dia memang takdirmu, dia akan selalu menemukan dirimu lagi bagaimanapun caranya. Masalah usia yang masih muda membuat Abi dan Monica harus merelakan cinta mereka terputus oleh jarak dan waktu setelah mereka...