Sasuke duduk seorang diri di meja pengunjung. tidak peduli dengan lalu -lalang pengunjung yang keluar-masuk bergantian. Di tengah keramaian, ia merasakan seperti bernapas seorang diri. Tubuhnya sudah tidak mampu menangkap sinyal dari keramaian yang ada di sekitarnya. Hanya menatap secangkir kopi hitam yang tersaji di depannya. Sudah lima belas menit, Tenten menyajikan kopi pesanannya, namun sama sekali ia belum menyentuhnya, sama sekali tidak bergerak, ia hanya menatap secangkir kopi hitam itu dengan tatapan nanar, bergeming dengan wajah yang putus asa.
"Ketika kau berada di sampingku, aku akan minum kopi pahit ini, karena aku tidak perlu takut karena mulutku penuh rasa kopi yang pahit karena mulutku akan tetap merasa manis hanya karena aku menatap mata indah itu," Gumam Sasuke. "Ketika kau tidak ada... jangankan untuk meminumnya, menyentuhnya saja aku tidak berani. Aku tidak mau mulutku terasa pahit karena aku tidak menemukan dirimu lagi yang berada di depanku ketika aku minum kopi pahit ini." Sasuke menumpukkan lengannya di atas meja, lalu menenggelamkan wajahnya dalam-dalam. Kembali menikmati waktunya seorang diri, membenamkan bayangannya untuk kembali menangkap Sakura hadir dalam kepalanya. Berkali-kali bergumam, "Cherry..." Seolah itu adalah mantra agar Sakura datang menemuinya.
*
Tanpa Sasuke sadari, keadaannya yang seperti itu mampu mengabaikan seorang wanita paruh baya dari kejauhan yang tak lepas memerhatikannya. "Dari tadi dia tidak menyentuh gelas kopinya?" Tanya Mebuki dari balik counter.
Tenten mengangguk. "Dia hanya menatap kopi itu, lalu menampakkan wajah sedih, setelah itu menelungkupkan wajahnya seperti itu, "Jelas Tenten menunjuk Sasuke yang masih menelangkup di meja pengunjung.
"Menyedihkan..." lirih Mebuki. Wanita paruh baya itu melepas apronnya dan keluar dari balik counter menghampiri Sasuke.
"Anakku.." Sapanya lembut.
Sasuke mengangkat wajahnya. Setelah itu ia tersenyum. Lalu mengangguk memberi hormat. "Mebuki Ba-san..."
Mebuki blas tersenyum. Ia duduk di hadapan Sasuke. Menatap pemuda itu dengan tatapan lembut. Oh Tuhan... Siapa yang tidak khawatir melihat Sasuke, anak laki-laki tampan yang ia kenal dulu, berubah seperti ini. Mata oniks yang selalu memancarkan semangat dan ambisi itu kini redup dan hampa, seolah di dalamnya hanya dihuni oleh kata putus asa. "Bagaimana keadaanmu? Aku selalu berdoa kau baik-baik saja." Mebuki meraih tangan Sasuke dan menyimpannya dalam genggaman tangan ringkihnya, seolah ia ingin menyalurkan sisa kekuatan yang ia miliki pada anak laki-laki di hadapannya itu--yang tidak memiliki kekuatan tak tersisa.
"Baik, Ba-san. Bagaimana denganmu?" Tanya Sasuke dengan suara yang masih terdengar sendu.
"Kabarku baik, aku selalu baik jika mendengar anak laki-lakiku ini baik-baik saja." Mebuki berusaha menghibur. Ia tersenyum dan mengharapkan Sasuke balas tersenyum, namun berakhir sia-sia. "Kau pasti sibuk akhir-akhir ini, sudah sepuluh hari kau tidak datang ke sini."
Ya sudah sepuluh hari. Dan sudah sepuluh hari itu pula Sakura pergi. Sasuke tersenyum tipis. "Ba-san...," Sasuke berlirih.
"Ya?"
"Setiap hari aku selalu merindukan Sakura, apakah itu salah?" Tanya Sasuke. Air wajahnya berubah lebih sendu, menunjukan adanya rasa sakit yang masih belum lepas menguasainya.
Mebuki menatap Sasuke lekat-lekat, berakhir dengan memberikan senyuman tipis. "Tidak, tidak ada yang salah, anakku. Sakura juga pasti sangat merindukanmu." Mebuki terlihat sangat kuat. Atau mungkin menguatkan diri. Entahlah, "Aku sungguh merindukannya." Sasuke yang selalu terlihat imunitasnya terhadap kesedihan tiba-tiba melemah hanya karena mengingat nama Sakura, kini hanya bisa menundukkan wajahnya. Dan air mata tanda kelemahannya sudah merembes turun. "Go-gomenasai, Ba-san." ujarnya, dengan suara yang terdengar serak.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIMELESS [COMPLETE]
Fanfiction[END] Jika separuh waktuku bisa membawamu kembali padaku, aku rela memberikannya bahkan jika aku harus memberikan seluruhnya asal kau kembali bersamaku. Naruto belongs to Mashashi Kishimoto