18

4.5K 400 7
                                    

Bagian 7: Takdir Yang Lain


"Sasuke-kun..." Suara lembut itu sedikit mengusiknya, menembus tidur lelapnya hingga hampir mencapai batas kesadaran dan mengakibatkan tubuhnya menggeliat kecil. "Sasuke-kun." Sekalo lagi, namun belum berhasil membuat batas kesadaran itu hancur. Sasuke kembali bergerak, namun setelah itu kembali terlelap, semakin lelap seolah suara itu adalah sebuah lullaby yang membuatnya semakin lelap. Dan itu adalah bukti bahwa Sakura adalah nyata, dia benar-benar nyata dan membuat kebahagian di hati Sasuke membuncah dan mengingatkannya bahwa semalam bukanlah mimpi.

Setelah bantal yang menutupi wajahnya tersingkap, "Bangun, Sasuke-kun..." Bisikan lembut itu terdengar lebih dekat di samping telinganya, membuat Sasuke tergoda untuk membuka kedua matanya. Namun sepertinya masih belum berhasil, kedua lengannya menggapai-gapai seolah mencari keberadaan sang pemilik suara.

HAP! Sasuke mendapatkannya, ia mndapati pinggang, sebuah pinggang kecil dan dengan cepat melingkarkan lengannya. Dengan tenaganya sebagai pria yang baru saja bangun tidur, ia menjatuhkan tubuh kecil itu untuk tertidur di sampingnya. Menghirup napas dalam-dalam ketika wangi ceri itu menguar melewati saluran pernapasannya.

"Cherry, Cherry, Cherry..." Sasuke menggumam parau.

"Ya. Aku disini."

"Biarkan aku menyebutkan namamu sesuka hatiku."

Sakura mengerutkan keningnya, lalu terkekeh sendiri. "Aku yakin kau akan terlambat jika terus seperti ini."

"Aku tidak peduli. Kita tidak usah berangkat bekerja, kita tidur saja." Suara itu lebih seperti perintah yang digumamkan parau.

"Sasuke-kun!"

Sasuke bergumam lagi, namun kali ini tidak terdengar jelas lalu telunjuknya menunjuk-nunjuk pipi kanannya. "Jika ini diberi hadiah, aku akan bangun dengan cepat." pintanya.

Sakura sempat mendengus dan mencibir tingkah Sasuke, tapi tidak lama kemudian ia melakukan apa yang Sasuke minta.

"Lagi," pinta Sasuke seraya menyerahkan pipi kirinya.

"Lagi," Sasuke menyerahkan keningnya.

"Lagi," Kali ini hidungnya.

"Terakhir." Sasuke mengangkat bibirnya, namun dengan mata yang masih terpejam. Terasa telapak tangan Sakura menangkup di depan bibirnya, setelah itu Sakura mencium punggung tangannya sendiri.

"Sakura..." gumam Sasuke merengek.

"Kau bau. Sana sikat gigimu!"

"Aku akan dapat itu, jika aku sudah menyikat gigiku?" Sasuke tersenyum lebar dengan sayup-sayup matanya yang mulai terbuka.

"Mandi, Uchiha-san!" gertak Sakura, gemas. Menarik lengan Sasuke yang kini bersungut-sungut bangun dari tidurnya dan melangkahkan kakinya ke kamar mandi.

*

Seperti biasanya, Sakura mulai membersihkan semua kekacauan yang dibuat pria itu di kamarnya, dari ranjang sampai meja kerjanya. Tapi ketika ia menatap meja kerja yang mengenaskan itu, Sakura melihat sesuatu yang aneh, "Cincin?" Sakura mendapati kotak cincinnya--dari pemberian Sasuke-- di atas meja kerja Sasuke. Melihat jarinya yang ternyata tidak memakai cincin itu, Sakura membuka kotak tersebut. Ternyata itu ada di dalamnya.

Sakura mengerutkan keningnya, wajahnya seolah bertanya pada dirinya sendiri. Kapan ia membawa kotak cincin itu kesini? Dan untuk apa ia membawanya kesini? Bukankah kotak cincin itu tersimpan rapi di dalam laci lemarinya? Seingatnya begitu.

Tiba-tiba terdengar deritan pintu kamar mandi terbuka.

*

Sasuke mendorong pintu kamar mandi, hanya mengenakan celana pendek tanpa atasan dengan handuk yang menggantung di lehenya. Langkahnya terayun keluar, wajahnya terlihat tidak nyaman ketika mendapati Sakura tengah memegang kotak cincin di samping meja kerjanya. Kepalanya tiba-tiba di gebrak oleh perintah untuk mencari alasan yang tepat mengenai kotak cincin itu.

"Sasuke-kun?" Sakura memperlihatkan raut wajahnya yang menunjukan sedikit... takut.

"Kenapa?" Sasuke mencoba bersikap tenang, menghampiri Sakura yang masih berdiri di tempatnya--di samping meja kerja.

"Kotak cincin ini, mengapa bisa ada di sini?" Tanya Sakura.

Sasuke mencari alaan... Namun... Apa ya? Ah, baru saja keluar dari kamar mandi mengguyur kepalanya, membuat otaknya beku dan tidak bisa berpikir. Semua kata-kata yang harusnya bisa ia pergunakan untuk membuat alasan, tiba-tiba bersembunyi. Sejenak mengusap keningya mengangkat bahu, lalu menjawab, "Aku... tidak tahu."

Sakura meringis. "Go-gomen," ujar Sakura dengan wajah menyesalnya. "Aku sudah janji akan menjaga cincin ini, tapi bisa-bisanya aku menyimpannya sembarangan." Wajah ketakutan itu kembali terligat. "Kau... jangan marah ya?" pintanya.

Apakah Sakura ketakutan jika Sasuke akan memarahinya karena cincin itu tergeletak sembarangan? Sasuke menggeleng pelan. Itu tidak akan terjadi karena Sasuke sendiri yang membawanya dari laci Sakura, 'kan? "Tidak masalah." gumamnya dengan wajah meringis. Tidak masalah karena aku yang membawa cincinmu kesini.

Sakura melangkah menjauh, setelah menyematkan kembali cincinnya di jari manisnya dan memasukkan kotak cincin itu ke dalam tasnya.

"Cherry?"

"Ya?" Sakura menoleh.

"Ini." Sasuke menyerahkan kedua ujung handuk yang masih menggantung di lehernya.

Sasuke sempat tersenyum sebelum kakinya melangkah mendekati Sasuke. "Kenapa aku merasa akhir-akhir ini kau sangat manja?" Sakura meraih handuk itu lalu mulai menggosokkannya di rambut basah Sasuke.

"Karena aku ingin," jawab Sasuke dengan kepalanya yang menunduk untuk memudahkan Sakura menggosok rambutnya karena perbedaan tinggi yang signifikan.

Sakura hanya terkekeh pelan.

"Aku sudah sikat gigi," ujar Sasuke sedetik sesudah Sakura selesai mengeringkan rambutnya.

"Aku tahu."

"Lalu, seharusnya kau tahu apa yang harus kau lakukan sekarang," Sasuke merajuk mode on.

"Kau akan memakai kemeja yang mana?" Sakura melangkahkan kakinya ke arah lemari, membukanya dan mengambil sebuah kemeja berwarna abu-abu tanpa peduli harus memerhatikan Sasuke yang memberengut kesal. "Aku yakin kau akan terlambat." Sakura kembali menghampiri Sasuke dan menarik lengan pria itu untuk segera memasuki lengan kemejnya. Mulai mengancingkan satu per satu kancing kemeja Sasuke.

"Sasuke-kun!" Sasuke mengerjap dan kembali ke alam sadarnya, terlalu sibuk melihat Sakura yang mengancingkan kemejanya membuat ia lupa bahwa ia ada di dunia nyata. "Meja kerjamu berantakan. Simpan lagi alat tulis dan bukumu setelah bekerja. Tempat itu lebih mirip seperti daerah yang habis terkena angin topan daripada meja kerja." Sasuke kembali mengangguk dan memberi kecupan ringan di pelipis Sakura. "Kau tahu Sakura? Kurasa kita berdua bisa menciptakan badai yang lebih dahsyat dari ini." Sasuke mengerling nakal ke arah tempat tidur dan meja kerjanya, lalu menempelkan hidungnya di samping telinga Sakura. "Jadi... kita akan memulai membuat badai di mana, Hime? tempat tidur atau meja kerja?"

"Sasuke-kun!!!"

*




TIMELESS [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang