Bagian 9: Akhir Dari Sebuah Awal
Sasuke sudah mengantar Sakura pulang. Sementara ia kembali ke tempat di mana kelanjutan hubungannya dengan Sakura terhenti, hancur. Ballroom yang sudah ia pesan khusus untuk malam ini--sampai pagi. Ia duduk sendirian dengan dua kancing kemeja teratas terbuka dan kedua lengan di gulung sampai batas siku, menatap lilin di hadapannya yang hanya tersisa dua sentimeter. Tangannya tergerak meraih kotak di bawah meja, kotak berwarna sama dengan kotak beludru hang pernah ia berikan untuk Sakura. Jika dulu isi kotaknya adalah cincin, maka saat ini... Tangannya tergerak untuk membuka kptak itu. Terlihat kalung perak dengan liontin bunga Sakura bermata hijau itu ada di dalamnya. Sia-sia, benda ini tidak sempat ia berikan kepada Sakura.
Apakah tindakannya memberitahu Sakura tentang hal itu terlampau salah? Walaupun hatinya berteriak menyesal. Tetapi sepertinya tidak ada yang perlu disalahkan karena Sasuke tidak mungkin lebih lama lagi menyembunyikan kabar menyakitkan itu 'kan? Jika tidak sekarang, maka ia tidak akan tahu apa yang sebenarnya Sakura inginkan. Sasuke membiarkan Sakura pergi. Membiarkan gadis itu meninggalkannya tanpa memaksa untuk kembali mengubah permintaan semula.
Bolehkah aku memintamu... Melepaskanku? Kembali Sasuke mengingat kalimat yang Sakura ucapkan. Ia mendesah berat. Menutup kembali kotak beludru itu. Tatapannya berpendar, menatap lautan bunga kosmos yang telah ia persembahkan untuk Sakura, bermaksud mempersembahkan miniatur dari lautan bunga kosmos yang berwarna-warni yang ia ciptakan sendiri.
Seharusnya ia menikmati malam ini bersama Sakura, berdua, makan malam sambil mrnikmati hamparan bunga kosmos dan mendengarkan lagu romantis, lalu memperbincangkan masa depan mereka. Masa depan? Sepertinya hal itu tidak akan terjadi lagi. Apakah waktu lima tahun terlalu lama untuk menunggu? Menunggu Sasuke menjemput untuk bisa hidup bersama, berdua, sampai waktu tak terbatas yang selama ini ia damba.
"Aku ingin memiliki rumah sederhana. Rumah yang memiliki tiga kamar, untuk kita dan untuk dua anak kita," ujar Sakura.
"Lalu?"
"Halamannya harus luas. Terutama halaman belakang agar kita bisa membuat taman."
Sasuke mengangguk. "Sabar Uchiha-sama. Semuanya akan berjalan sesuai rencana."
Sasuke memjamba rambutnya sendiri. Mengingat percakapan singkat bersama Sakur dulu. Dulu... Sebelum kerumitani mi terjadi. Mengira semuanya akan mengalit sesuai dengan apa yang dikehendaki. Ternyata... Saat ini Sakura sudah pergi. Meninggalkannya. Sendirian. Oh, tidak! Sasuke tidak sendirian karena ia tengah merenung ditemani mimpi dan rencana-rencana manisnya bersama Sakura yang sudah... Tidak berguna.
***
Sasuke membelah koridor dengan langkah tunggal, merapatkan tubuhnua ke dinding, mencari tempat bertopang terbaik untuk berjaga-jaga jika tubuhnya limbung. Beberapa hari setelah kehilangan Sakura wajahnya tidak pernah memperlihatkan ekspresi lain selain wajah yang semakin dingin dengan tatapan kosong dan kebingungan. Sasuke tidak menangis, tidak meraung-raung seperti dulu ketika kehilangan Sakura. Ia merasa tidak perlu karena Sakura masih ada, walaupun tidak berada di sisinya. Ia bisa melohat Sakura kapanpun ia mau, walaupun ia tidak akan pernah bisa menarik gadis itu ke sisinya lagi. Masih bisa melindungi Sakura, walaupun tanpa Sakura tahu. Benar, kan? Dan jika saja semua orang tahu, itu lebih menyakitkan, hingha untuk mengadarj dirinya menangis pun ia kesulitan.
Setiap pagi, bangun dengan menggumamkan nama Sakura--hal yang ia rasa pernah dilakukan sebelumnya. Menggumamkan namanya dalam keadaan gadis itu ada, tetapi tidak untuknya. Sakura ada, tetapi ia sudah melepaskannya. Apa gunanya hidup jika sudah seperti ini? Terkadang Sasuke merasa bunuh diri adalah hal termanis dibandingakan dengan ia harus berjalan sendirian tanpa ada Sakura di sampingnya.
Langkahnya menapaki lobi, sempat menatap sekeliling sebelum akhirnya bergegas untuk keluar. Membuka pintu, ia merasakan udara malam mulai menyapanya. Lembut. Mungkin malam tengah berusaha menghiburnya, berusaha membuatnya nyaman dengan memberikan belaian angin agar ia tenang. Tapi itu masih belum berhasil, bahkan ia rasa tidak akan pernah berhasil, sampai Sakura kembali untuknya, mengikatkan tali yang sempat ia paksa lepas.
Sasuke memasuki mobilnya. Mengeluarkannya dari jejeran mobil yang terparkir di sisi kanan kirinya. Lalu membelah jalanan malam ramai. Seperti biasa, ia tidak akan pulang. Ia tahu jadwal Sakura hari ini, gadis itu baru pulang dari siaran malamnya. Ia akan menuju tempat kerja Sakura terlebih dahulu, Sunny Side Radio. Bukan untuk menjemputnya, sama sekali tidak ada niat untuk itu. Karena semenjak malam itu--di ballroom itu, ia sama sekali belum pernah menampakkan diri di hadapan Sakura. Sasuke hanya memerhatikan Sakura dari kejauhan, melihat gadisnya keluar dari pelataran gedung untuk pulang, lalu membuntuti Sakura, memastikan gadisnya pulang dalam keadaan baik.
Hanya itu, setiap malam ia akan melakukan hal bodoh itu. Tanpa disadari, dalam waktu yang singkat dan hampa mobilnya sudah menapaki pelataran gedung radio itu. Memarkir mobilnya, menjejerkan bersama mobil lain. Sejenak melepas seat belt, lalu tatapannya tertuju lada pintu lobi.
Biasanya tidak butuh waktu lebih dari sepuluh menit ia menunggu Sakura keluar dari balik pintu lobi. Dan benar! Hanya dalam waktu tubghu tiga menit kali ini ia sudah melihat Sakura keluar. Tapi... Sakura tidak sendiri. Ada pria itu, pria yang merupakan mood breaker baginya, pria yang membuat Sasuke muak setiap mendengar siaran pagi dengan Sakura, Gaara. Laki-laki itu berjalan di samping Sakura. Memang tidak ada hal yang lebih dari itu, hanya berjalan di samping Sakura dan tidak saling berbincang, namun percayalah jika hal itu mampu membuat Sasuke menendang pintu mobilnya dan bergerak keluar.
Mereka berdua terlihat tengah memasuki lahan parkir. Lalu... sasuke tidak bisa melihat kejadian selanjutnya karena posisinya yang saat ini berada di dalam mobil membuat pandangannya terbatas. Sasuke mendesah. Apakah ia harus melanjutkan kegiatan memata-matai ini? Masih adakah gunanya saat ini? Bukankah Sakura sedang bersama dengan laki-laki yang pasti akan menjaganya dan mengantarnya pulang dalam kondisi baik? Sepertinya begitu.
Sasuke menelangkupkan wajahnya pada stir. Memejamkan matanya. Menikmati rasa yang beberapa hari ini sudah tidak asing lagi karena terlalu sering menyapanya, bahkan sudah bersemayam di dalam dadanya--dengan sialan perasaan itu terlihat betah. Rasa yang membakar sedikit demi sedikit isi di dalam dadanya, dan mungkin malam ini adalah puncak dadanya yang hangus tanpa sisa, tanpa kepingan, tanpa serpihan.
***
Selamat malam.. 21:33 belum kemaleman kan? Hehe.
Dan juga 950 words kurasa jg ngga terlalu pendek. Wks.
Oh ya, gakerasa banget kalo work ini udah 10 hari terbengkalai karena tugas kuliah yang ngajak maraton sampai drop. HAHA.
Ngga banyak sepik basi lagi, selamat menikmati~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
TIMELESS [COMPLETE]
Fanfiction[END] Jika separuh waktuku bisa membawamu kembali padaku, aku rela memberikannya bahkan jika aku harus memberikan seluruhnya asal kau kembali bersamaku. Naruto belongs to Mashashi Kishimoto