10.

16.4K 790 4
                                    

versi sudah di revisi ✅

Lima orang tidak di kenal, dua penjaga fotokopi dan Azka menoleh kompak menatap kepergian Alisha yang berlari sambil membawa kertas itu.

"Temennya Mas?" tanya salah satu orang di sana, pertanyaan itu muncul mungkin karena melihat kesamaan dari seragam Azka dan Alisha.

"Bukan."

Berulang kali Azka mengusap wajahnya, mencoba membuat senyum kecil yang terukir secara tak sadar itu menghilang. Peristiwa jatuhnya pudding itu belum hilang di pikirannya dan sekarang bertambah. Ia yakin ia akan sulit melupakan bagaimana lucunya gadis itu saat terjatuh dari pangkuan tangannya, saat gadis itu terkejut melihat fotonya sendiri, saat gadis itu mencoba menutupi kertas yang berjalan keluar, dan saat gadis itu lari terbirit-birit usai membayar bak pencopet yang habis merampas barang orang.

Saat Azka sampai di kelas di lihatnya Andrean yang sudah pucat pasi itu tengah membolak-balik buku cetak fisika. Lagi-lagi Azka rasanya ingin tertawa melihat ekspresi kembaran sahabatnya ini. Sepertinya hari ini penuh dengan komedi.

"Azka, sumpah ini gak lucu banget, gue harus gimana dong?" ujar Andrean saat Azka duduk di bangkunya.

Azka hanya diam dan menerima kertas soal yang di berikan oleh Bu Rita.

Saat seluruh soal di bagikan, seisi kelas sunyi dan mulai fokus mengerjakan. Kelas Mipa-1 termasuk kelas unggulan, setiap di adakan ulangan jarang sekali ada siswa yang remedial di kelas ini, persaingan di dalam kelas ini sangat sengit. Alih-alih seperti kelas lain yang kompak dan menjunjung solidaritas kelas, Mipa-1 justru terkenal sangat kompetitif, kelas ini biasa di juluki kelas 'Gak Asik.'

Waktu pengerjaan sudah berjalan setengah waktu, sekarang hanya tersisa sepuluh menit sebelum waktu mengumpulkan habis. Banyak siswa yang sudah mengumpulkan dan keluar dari kelas.

Saat sudah mengisi seluruh jawaban di kertasnya, Azka meregangkan jari-jari tangannya hingga berbunyi keretek-keretek sambil menoleh pada teman sebangkunya.

Andrean menibankan kepalanya di atas kertas soal fisika, berharap angka-angka itu bisa terserap ke dalam kepalanya.

"Nih," ujar Azka, tangannya mendorong kertas soal miliknya yang sudah terisi.

"Hah?" jawab Andrean sembari menegakkan duduknya.

Azka kembali menarik kertasnya, dan mengisi kotak nama yang berada di ujung kanan atas bagian kertas.

Radeya Andrian.

Andrean membulatkan matanya saat melihat Azka menuliskan namanya di kertas soalnya yang sudah terisi dan menukar kertas itu dengan kertas milik Andrean yang masih putih bersih kosong.

"Sana," perintah Azka menyuruh Andrean untuk mengumpulkan jawabannya, dan Azka mulai mengerjakan ulang soal di kertas kosong milik Andrean dengan namanya.

"Gue mau nangis... Berlebihan gak? Tapi serius gue sen-"

"Bu Andrian ganggu," ujar Azka seraya mengangkat tangannya.

Mata Bu Rita langsung tertuju para Andrean. Mata elang betina, seram sekali, seakan tatapannya mampu menusuk, hingga Andrean meringis ketakutan melihatnya.

"Maaf Bu, ini saya mau ngumpulin," ucap Andrean setengah panik dan langsung berjalan menuju meja guru untuk mengumpulkan hasil usaha Azka.

Andrean tidak akan melupakan jasa Azka ini. Saat keluar dari kelas Andrean menghabiskan seluruh waktunya sebelum bel istirahat berbunyi untuk merenung.

Bagaimana bisa orang sedingin dan seseram Azka ternyata sebaik itu? Pantas saja Andrian kembarannya bisa bertahan lama berteman dengan 'huh' itu. Saat pertama kali Andrian mengenalkan Azka pada Andrean, rasa ingin meninju wajah laki-laki itu stonk dalam diri Andrean, dan mulai saat itu Andrean suka menyugukan pertanyaan rutin setiap minggu pada Andrian yang berbunyi, "Lo masih kuat bertemen sama Azka? Kalo gak kuat tinggalin aja kali bro, gue liat-liat lo ngobrol sama dia kayak cinta bertepuk sebelah tangan."

OREOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang